COWASJP.COM – GEBYAR pencalonan gubernur DKI kian menghangat. Nama-nama calon penantang Gubernur DKI Jakarta Incumbent Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilkada 2017 terus bermunculan. Ada wajah baru, juga ada wajah lama.
Bahkan, ada tiga walikota disebut-sebut bakal menantang Ahok. Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail disebut sebagai bakal calon dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ada juga Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang namanya masuk ke dalam bursa pencalonan dari partai Gerindra.
Namun, pria yang akrab disapa Kang Emil ini, sudah menolak. Dia masih ingin fokus mengurus Bandung. Posisinya pun digantikan Sandiaga Salahudin Uno. Gerindra tak lagi ngutak-atik Kang Emil karena secara tegas menolak pencalonan Pilwali.
Yang masih ngambang justru calon ketiga. Yakni Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Dia digadang-gadang partainya sendiri PDIP untuk menggusur Ahok. Benarkah demikian? Tidak seperti Kang Emil, yang terang-terangan menolak secara halus. Bu Risma, sapaan wali kota wanita pertama di Surabaya itu, masih belum membuat pernyataan tegas. Ya atau tidak!
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Foto:suarasurabaya)
Setiap kali disindir dan ditanya wartawan, Risma selalu mengelak. Kalimat jawabannya sering berkelit dengan bahasa yang tidak pernah gantle. Maklumlah, dia memang bukan lelaki he he…Lantas, apa kelit Risma?
“Aku gak pernah ngomong bersedia, aku hanya jalani takdirku, Itu aja. Bagi aku, kalau kamu butuh aku, aku akan berikan yang terbaik dari aku, tapi kalau enggak, ya wes..,” tegas Risma seperti yang dikutip media lokal.
Pencalonan Risma itu, bermula dari pertemuannya dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, yang membahas pencalonan Gubernur DKI 2017, sekitar dua bulan lalu. Saat itu, Risma mengaku tetap keukeuh dengan pendiriannya. Memimpin Surabaya sampai tuntas.
Tawaran Mega itu, menurut Risma, bukan hanya soal pencalonan Gubernur DKI, Dia juga pernah menolak tawaran menjadi menteri. Tapi, penolakan Risma untuk menjadi cagub kali ini, mendapat reaksi keras dari rekan separtai. Risma didaulat untuk memilih ke Jakarta. Risma pun ewuh pakewuh.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat ngeremo. (Foto: pinterest)
Nah, dilema inilah yang membuat Mega meminta Risma untuk menentukan pilihannya sesuai hati nurani. Karena itu, dia masih bingung untuk memenuhi keinginan mereka. Sebab, warga Surabaya masih membutuhkan dirinya. Apalagi Risma harus memenuhi janjinya dalam sumpah yang disampaikan saat dilantik menjadi walikota Surabaya.
Dilematisasi Risma ini, sampai sekarang masih bergulir di kalangan masyarakat Surabaya. Terlebih lagi, setelah Surabaya baru saja berhasil menjadi tamu negara dalam Preparatory Committee III UN Habibat, 25-27 Juli. Risma tetap “digandoli” dan diharapkan bisa menjadi wali kota hingga masa jabatannya berakhir.
Media lokal Surabaya bahkan rela memberikan porsi liputan khusus satu halaman di halaman depan, edisi pagi ini, untuk “gandoli” Risma. Judulnya cukup provokatif, ”Risma, Tetaplah Kau di Sini.” Sub judulnya juga seakan mengingatkannya, agar bukan golongan pemimpin yang munafik, ”Tri Rismaharini Jangan Ingkar Janji.”
Tri Rismaharini saat saat membuka Festival Rujak Uleg Surabaya. (Foto: liputanindonesia)
Nara sumber yang diwawancarai media yang cukup berpengaruh di wilayah pemkot itu, juga tidak tanggung-tanggung. Koran Harian Pagi Surya ini berhasil mewawancarai semua lapisan masyarakat.
Mulai bintang bulu tangkis nasional Sony Dwi Kuncoro, guru, pebisnis, tokoh, hingga masyarakat umum. Semuanya menolak Risma memimpin Surabaya setengah-setengah.
Mereka berharap Risma jangan berhenti di tengah jalan!
Sony misalnya, yang sampai sekarang belum pernah bertatap muka dengan Risma, berharap wali kota yang terpilih dua kali itu, tetaplah di Surabaya. Ia menyebut sukses kejuaraan bulu tangkis internasional di Sarabaya yang diikuti sembilan negara termasuk Cina, Malaysia dan Thailand itu, berkat keberadaan Risma. Selain itu, kata Sony, perkembangan pembangunan kota kini lagi hangat-hangatnya.
Lain lagi dengan seorang guru swasta ini. Dia melihat masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dirampungkan Risma. Salah satunya program mitra warga untuk siswa yang tidak mampu. Guru SMP Bhina Karya ini menyebut program tersebut belum dirasakan anak sekolah swasta. Sebab, Program Mitra Warga itu hanya diperuntukkan sekolah negeri. “Sekolah pinggiran juga harus dibantu, jangan sekolah di tengah kota saja,” pinta Miftahul Rohmah.
Tri Rismaharini ngecat bersama dengan warga. (Foto: kabargress)
Begitu pula fasilitas umum untuk jangka panjang, ternyata dirasakan seorang pengusaha hotel belum ada. Yang sudah berjalan hanya fasilitas jangka pendek. Ia mencotohkan banyaknya pembangunan hotel dan gedung vertikal, ternyata tidak dipikirkan lahan parkirnya. Sehingga masih ada hotel dan gedung yang menggunakan bahu jalan sebagai area parkir.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Surabaya Dr HA Muhabbin Zuhri menilai pemkot memang sudah menggarap pembangunan fisik. Namun masih ada rumah-rumah kumuh dan kampung yang belum tersentuh secara maksimal. Risma juga masih perlu meniktikberatkan pada pembangunan sosial yang melibatkan banyak warga. Kendati secara fisik dia termasuk teknokratnya.
Sisi lain yang belum diselesaikan Risma adalah proyek penutupan lokasasi Dolly. Warga sekitar Dolly belum merasakan dampak positif pembangunan di kawasan tersebut. Ekonomi warga justru ancur-ancuran, setelah usahanya ditutup pemkot. Malah sekarang banyak losmen yang melayani tamu secara sembunyi-sembunyi karena kontrol pemerintah sudah melunak.
Keprihatinan terhadap perkembangan Dolly inipun sering menjadi bahan diskusi rekan-rekan penulis. Komunitas penulis muda dari kalangan mahasiswa antarkampus ini menyoroti sisi kemanusiannya. Risma dianggap rekan-rekan sosok pemimpin yang ambisius dan tidak bertanggungjawab jika lari ke Jakarta. “Yang lebih parah lagi jika dia gagal. Dia sulit mengalahkan Ahok,” nilai Jacko, mahasiswa semester akhir Antropologi Unair ini.
Kampung Bratang Binangun siap menyambut Prepcom III. (Foto:detik.com)
Kenapa sampai parah? Ya. Jika Risma maju ke Pilgub DKI, maka kursi wali kota harus ditinggalkan. Sementara penggantinya, jika yang naik wakilnya, Wishnu Buana Sakti,”Kualitas kemampuannya masih kami ragukan,” ujarnya Jacko yang diamini Yayan. “Bisa-bisa pembangunan kota yang masih berjalan bisa mandek. Atau malah membangun tempat lain, yang mana satu titik belum selesai membuat titik baru,” imbuh jebolah Fakultas Ekonomi ini.
Begitu pula soal sas-sus rencana pencalonannya menjadi calon Gubernur Jawa Timur, “masyarakat kampus” tetap mempertanyakan niat Risma menjadi pemimpin birokrasi selama dua periode itu. “Niatnya untuk mengabdi kepada masyarakat atau ingin naik pangkat,” kritik Seno Pati, alumnus Univeritas Jember.
Oleh karena itu, apapun alasannya, Risma harus membuktikan ucapan dan tekadnya untuk membangun Surabaya. Bukan yang lain! “Pekerjaan rumahnya masih banyak. Jangan tinggal gelanggang colong playu,” sahut Arif yang masih aktif mengelola pers kampus Universitas Wijaya Putra. (*)