COWASJP.COM – style="text-align:center">O l e h: TOFAN MAHDI
--------------------------------
TEPAT 15 tahun tragedi 11 September berlalu. Namun, siapa dalang dan apa latar belakang yang memicu tragedi yang mengubah konstelasi politik global itu, hingga kini belum jelas. Namun, publik di Amerika Serikat sendiri, kini semakin banyak yang percaya bahwa tragedi 9/11 tak lepas dari permainan politik pemerintah AS sendiri waktu itu:
Banyak pengamat politik di Amerika yang tidak yakin bahwa Al Qaedah adalah mastermind yang menggoyang Amerika dan dunia pada 11 September 2001. Namun, nasi sudah menjadi bubur, pemerintah Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh George W. Bush langsung melayangkan tudingan bahwa pimpinan Al Qaedah, Osama bin Laden, adalah yang merancang serangan yang meruntuhkan icon kota New York, Menara Kembar WTC.
Selain memburu Osama di Afghanistan, George W. Bush juga menuding Iraq di bawah Saddam Hussein menyimpan senjata pemusnah massal. Karena itu, Iraq harus diserang, Saddam Hussein ditangkap, dan pemerintah Iraq diganti oleh pemerintahan baru yang lebih manut kepada Gedung Putih. Saddam Hussein akhirnya tertangkap dan dihukum gantung lewat peradilan sesat di bawah kendali Amerika, dan Osama bin Laden juga diklaim telah tewas tertembak oleh tentara Amerika.
Belakangan, pemerintah Amerika geger dengan bocornya laporan intelijen dari CIA yang menyebutkan bahwa tidak ada senjata pemusnah massal yang disimpan oleh Saddam. Apa daya, Baghdad telah luluh lantak, Saddam Hussein juga sudah dihukum mati. Tak ada kata maaf dari pemerintah Amerika atas serangan ke Iraq, meski alasan yang dipakai ternyata tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Salah satu akademisi di Amerika yang mencurigai permainan licik George W. Bush adalah David Ray Griffin, guru besar emeritus ilmu filsafat dan teologi Claremont School of Theology, California. Salah satu buku Griffin yang bikin heboh berjudul “TheNew Pearl Harbor: Disturbing Questions about the Bush Administration and 9/11”.
Dalam buku tersebut, Griffin secara gamblang menuliskan berbagai kejanggalan terkait tragedi 11 September. Mulai dari pengumuman dari Walikota New York agar pada Selasa (11 September 2001) perkantoran dibuka lebih siang, sikap George W.Bush yang membingungkan pada saat hari H, tidak adanya pesawat F-16 yang melakukan intecept ketika kali pertama ada laporan ada pesawat komersial dibajak, hingga soal kejanggalan runtuhnya Menara Kembar WTC.
Mulai hari ini, penulis akan menurunkan tulisan yang merupakan ringkasan buku “The New Pearl Harbor” tersebut. Apa saja kejanggalan-kejanggalan yang semakin memperkuat dugaan konspirasi Amerika dan Yahudi di balik Tragedi 11 September?
Kita mulai dari kejanggalan pertama: sikap Presiden George W. Bush yang membingungkan. Hari itu, jadwal Presiden Bush adalah berkunjung ke sebuah sekolah dasar di Sarasota, Florida. Jadwal kegiatan Bush yang diisi dengan mendengarkan cerita dari anak-anak SD tersebut, dimulai jam 9 pagi. Tindakan Bush yang tidak membatalkan kegiatan di sekolah tersebut bukan saja mencurigakan, tetapi juga membingungkan. Karena sesaat sebelum tiba di sekolah, sebuah sumber resmi menyebutkan, presiden telah mendapatkan laporan ada sebuah pesawat yang dibajak dan diterbangkan mengarah ke kota New York.
Bagi Griffin, ini sangat tidak masuk akal. Karena, American Airlines Flight 11 menabrak gedung pertama WTC telah disiarkan di CNN jam 8.48 atau dua menit setelah kejadian. “Bagaimana mungkin Secret Service (Paspampres di AS, Red.) yang dilengkapi peralatan komunikasi paling canggih di dunia, hingga jam 9 pagi tidak mendapatkan laporan tentang apa yang teradi di New York?” tulis Griffin.
Apa lagi kejanggalan sikap Presiden Bush lainnya? Simak ringkasan buku ini berikutnya.(bersambung)