COWASJP.COM – RAJA Khalid bin Abdul Aziz Al Su’ud, memembuat beragam catatan cemerlang dalam sejarah Kerajaan Arab Saudi. Raja Keempat Saudi yang lahir pada 1912 dan naik tahta pada 1975 ini dicatat keputusannya yang bikin heboh untuk memborong 72 pesawat tempur canggih F-15 dari Amerika Serikat untuk pertahanan negaranya.
Raja Khalid pula yang membuat keputusan penting untuk mendatangkan ribuan pekerja asing untuk bekerja dan membangun berbagai proyek infrastruktur negeri tersebut. Jumlah pekerja asing itu kemudian bahkan terus naik hingga lebih dari 10 juta orang pada tahun 2017 sekarang ini.
Raja Khalid bin Abdul Aziz Al Su’ud. (Foto: istimewa)
Menurut laporan Saudi Expatriates, Kerajaan Arab Saudi merupakan negeri kedua bagi 10,4 juta tenaga kerja asing, naik dari 9,2 juta orang di awal tahun 2015. Dari Indonesia saja, menurut sumber lain, jumlahnya lebih dari satu juta orang. Dari jumlah 10, 4 juta orang tersebut, 42% bekerja di sektor swasta maupun pemerintah. Sebuah penelitian yang dilakukan International Al-Jazeera Academy dan Departemen Statistik dan Informasi Kerajaan Saudi, rata-rata mereka memperoleh gaji bulanan kurang dari 2.000 riyal Saudi.
Besarnya jumlah TKA di Saudi – dari seluruh jumlah penduduk 31,52 juta jiwa – menempatkan negeri kerajaan tersebut di peringkat tiga dalam jumlah TKA. Negeri pertama dengan TKA terbesar adalah Amerika Serikat dengan 45,8 juta orang, lalu Rusia 11 juta orang, keempat Jerman dengan 9,8 juta orang dan Uni Emirat Arab 7,8 juta orang.
Khalid dilantik menjadi Putra Mahkota pada tahun 1965 setelah kakak kandungnya, Muhammad bin Abdul Aziz Al Su’ud, tidak tertarik menjadi raja. Ia tidak begitu berminat dengan politik dan memberikan kekuasaan pemerintahan kepada adik tirinya yaitu Putra Mahkota Fahd.
Mengawali pemerintahannya, Raja Khalid merombak Majelis Menteri Kerajaan Arab Saudi dengan mengangkat Putra Mahkota Fahd menjadi Wakil Perdana Menteri. Pada tahun 1976, keadaan kesehatannya mulai mengalami masalah dan menjalani perawatan jantung di Amerika Serikat.
Setelah itu, hubungan di bidang pertahanan Saudi dan Amerika Serikat makin meningkat dengan permintaan Raja Khalid kepada Presiden Jimmy Carter untuk bisa membeli 72 pesawat tempur canggih F-15 C/D. Washington menyetujui permintaan tersebut. Dan pengiriman gelombang pertama 16 pesawat tempur tersebut dimulai tahun 1981. Program ini nantinya dilanjutkan pada 1990-an oleh penggantinya, Raja Fahd, yang membeli 134 pesawat tempur Tornado, juga 72 F-15 Eagle.
Prestasi Raja Khalid lainnnya, seperti dicatat Ahmad Maulana, adalah pembangunan perluasan serta renovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah, melanjutkan proyek dua raja sebelumnya yakni Raja Saud dan Raja Faisal.
Proyek yang diselesaikan Raja Khalid di antaranya adalah pembangunan koridor Masjidil Haram bagian tahap kedua dan kawasan sumur zam-zam. Selain itu juga membangun berbagai terowongan menuju ke Masjidil Haram dengan cara melakukan pengeboran di beberapa gunung yang ada pada sekitar kawasan masjid tersuci bagi umat Islam tersebut.
Raja Khalid juga dicatat menyelesaikan pabrik pembuatan kiswah (kain penutup) Ka’bah dan membangun dua pintu tempat suci yang menjadi kiblat umat Islam sejagat tersebut. Pada masa pemerintahanny, perluasan juga dilakukan pada tempat melaksanakan thawaf sehingga dapat menampung lebih banyak jamaah haji ataupun umrah.
Di Kota Madinah Raja Khalid juga menyelesaikan proyek pemasangan atap Masjid Nabawi, yang sebelumnya telah di kerjakan sebagian pada masa pemerintahan Kerajaan Faisal. Pada waktu itu luas bangunan atap masjid mempunyai luas sekitar kurang lebih 43.000 meter persegi. Semasa pemerintahannya Raja Khalid terus berusaha melakukan perbaikan terhadap kedua kota Tanah Suci tersebut.
Suatu saat, Sang Raja pun mengatakan, “Sungguh, Kerajaan Arab Saudi sangat bangga mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk melayani para jemaah haji yang mengunjungi Baitullah. Jemaah yang telah datang sangat ajuh dari negeri masing-masing dan rela meniggalkan sanak keluarga.”
Insiden Berdarah Masjidil Haram
Suatu peristiwa luar biasa terjadi pada masa pemerintahan Raja Khalid, yakni aksi sekitar 500 teroris bersenjata yang sempat menguasai Masjidil Haram pada 20 November 1979. Kelompok bersenjata itu mengatasnamakan "Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani". Mereka mengklaim pemimpinnya Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi adalah Imam Mahdi, Sang Juru Penyelamat Dunia.
Ribuan orang jamaah haji sempat disekap di dalam Masjidil Haram dan disandera, dan dipaksa pemimpin mereka sebagai Imam Mahdi.
Menurut berbagai laporan (http://www.rumahallah.com/2012/12/kudeta-pemberontakan-masjidil-haram.html), Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtan adalah saudara ipar dari Juhaiman Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi. Juhaiman adalah salah satu murid terbaik dari Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, seorang ulama terkemuka di Arab Saudi dan merupakan salah satu kepala departemen untuk menafsirkan Al Quran dan membuat berbagai fatwa di Pemerintahan Arab Saudi.
Ayah Juhaiman adalah anggota Ikhwan yaitu kelompok dari kaum Badui Najd yang dibentuk Raja Abdul Aziz pada sekitar tahun 1900. Kelompok tersebut memiliki keahlian tempur tinggi dalam menyatukan Jazirah Arab.
Juhaiman beranggapan bahwa Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi saat itu terlalu dekat dengan negara-negara Barat. Saudi dinilai selalu menerima teknologi Barat dengan memperbolehkan telepon di negaranya dan pemberian pendidikan bagi kalangan perempuan. Juhaiman meminta pemerintah untuk menghentikan ekspor minyak ke negara negara asing khususnya Amerika Serikat dan memulangkan semua pekerja dan tentara asing dari kerajaan tersebut. Semua permintaan tersebut disampaikan menggunakan pengeras suara di Masjidil Haram.
Usaha kudeta tersebut terjadi pada waktu selesai salat Subuh pada 20 November 1979 atau persis 1 Muharram 1400 H. Salat subuh tersebut saat itu diimami Muhammad bin Subail. Begitu selesai solat dan imam menutup doa dengan harapan akan kedamaian di muka bumi, ratusan teroris mengeluarkan senapan-senapan mereka dari balik baju yang mereka bawa masuk ke dalam Masjidil Haram.
Mereka masuk ke dalam masjid dengan cara berbaur di antara ratusan ribu jamaah haji yang akan melakukan salat Subuh. Seusai salat, mereka merangsek di antara kerumunan jamaah menuju Ka'bah dan menembak dua orang askar pengawal Ka’bah yang hanya bersenjatakan pentungan kayu. Beberapa pemberontak juga menembak burung-burung merpati dengan senjata laras panjang yang mereka bawa.
Di tengah kegaduhan itu, Juhaiman al-Utaibi, pemimpin pemberontakan muncul diapit tiga anggota kelompok militan bersenjata bedil, pistol, dan belati menerobos kerumunan menuju Ka’bah. Matanya hitam memikat, rambutnya sebahu, dan jenggotnya hitam berombak. Laki-laki Badui berumur 43 tahun itu memakai jubah tradisional Saudi berwarna putih yang dipotong pendek di pertengahan kaki, sebagai simbol penolakan terhadap kekayaan materi.
Ketakutan terasa menyerebak. Tanpa rasa hormat, Juhaiman mendorong dan merebut mikrofon dari imam Masjidil Haram. Hunusan senjata memaksa Sang Imam mundur dan tak berdaya menghadapi kejadian hari itu, walaupun dia telah berusaha mempertahankan dan melawan semampunya.
Melalui pengeras suara, Juhaiman memerintahkan pengikutnya untuk mengunci seluruh gerbang menuju Masjidil haram, yang seluruhnya berjumlah 51 gerbang. Ribuan Jamaah haji tersandera di dalam. Dia juga menempatkan para sniper di tujuh menara mesjid setinggi 89 meter dengan persenjataan canggih dan lengkap. Jumlah pemberontak adalah sekitar 500 orang
Seakan telah direncanakan sebelumnya, Masjidil haram dikuasai dalam waktu yang sangat singkat dan terarah. Seluruh pintu keluar terkunci dan sambil diiringi suara tembakan, Juhaiman mengatakan bahwa Imam Mahdi yang dinanti telah tiba dan sekarang menduduki Al-Haram sebari menunjuk saudara iparnya tersebut Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani. Pesan itu membuat terkejut nyaris seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Pemerintah kerajaan dibuat kewalahan dengan peristiwa tersebut, dan pasukan kerajaan siap melakukan gempuran dan mengambil alih kembali Masjidil Haram. Para pejabat pun kemudian meminta izin dari ulama besar Arab Saudi yakni Syaikh Abdul Aziz bin Baz, yang telah melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya ulama tersebut mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka’bah. Sejak itu dimulailah peperangan yang telah membuat Mekkah berlumuran darah.
Kitab Suci Islam Al Qur’an telah memberikan larangan kekerasan di Masjidil Haram, kecuali terpaksa. "Dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, sampai mereka memerangi kalian di dalamnya. Jika mereka memerangi kalian (di Masjidil Haram), perangilah mereka" (Al Baqarah: 191).
Dalam upaya untuk menghindari pemberitaan media yang tidak terkontrol, pemerintah Kerajaan Saudi mematikan semua jalur listrik dan komunikasi. Penyerbuan dan baku tembak pun terjadi antara pasukan gabungan Kerajaan Arab Saudi yang dibantu oleh kesatuan GIGN Prancis dengan para pemberontak. Kabarnya, anggota satuan GIGN Prancis yang masuk Masjidil Haram diwajibkan masuk Islam terlebih dahulu, karena kawasan tersebut hanya diperuntukan untuk kaum muslim.
Perebutan itu terjadi sekitar dua pekan lamanya. Tercatat 255 jemaah haji dan pemberontak tewas dalam penyerangan tersebut termasuk di dalamnya Imam Mahdi palsu tersebut, dan 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 orang terluka.
Pemberontak yang berhasil ditangkap akhirnya dihukum pancung di delapan kota. Juhaiman dan Sayyid yang merupakan saudara Al Qahtani dihukum pancung di kota Makkah. Setelah pemancungan Juhaiman diketahui bahwa Muhammad Ilyas ikut mendukung gerakan pemberontakan tersebut dan dia juga diberikan hukum pancung bersama terdakwa lainnya di kota Riyadh
Setelah peristiwa kekerasan di Masjidil Haram tersebut, kondisi keamanan di seluruh wilayah Kerajaan Arab Saudi umumnya aman. Tidak ada tindakan kekerasan politik yang berarti.
Raja Khalid wafat pada 13 Juni 1982 akibat serangan jantung. (*)