Aku, First Travel dan Serakahku

ILUSTRASI: Tumpukan koper (Foto/desaign: CoWasJP)

COWASJP.COMSAAT itu 22 April 2015 sampai 8 hari berikutnya, aku berumroh dengan First Travel, bersama keluarga. Saya hanya membayar Rp 13.500.000 dan ongkos- ongkos lain seperti suntik meningitis, ongkos tiket ke Jakarta dan lain-lain. Habisnya sekitar Rp 15 jutaan. 

Sebenarnya aku tak percaya dengan harga murah segitu bisa mengobati rindu ke Baitullah. Tapi karena ada saudara yang sudah merasakan harga murah, dan fasilitasnya oke, saya disarankan ikut mendaftar umroh.

Benar, ternyata di sana baik-baik saja, dan ada rasa puas karena bisa merasakan kembali nikmatnya ibadah di Tanah suci, tanpa mengeluarkan biaya yang lebih mahal.

Sepulang dari tanah air, saat turun dari Bandara Soekarno Hatta, saya dicegat seorang bapak (B) berkacamata. Entahlah mengapa si bapak ini nginthil kami sampai kami nyegat shuttle bus, yang akan menuju tujuan penerbangan domestik ke Juanda Surabaya. 

"B: Maaf bu, ibu ikut FT membayar berapa?" 

Mungkin tahu kami jamaah FT melihat koper cokelat yang kami bawa berlogo FT. 

A (Arini): 13.500.000 pak. 

B: Di sana baik- baik ya bu?

A: Baik sekali pak, saya heran kok harga segitu fasilitasnya baik- baik semua. Makanan nggak kekurangan, hotel di Madinah dekat Majid Nabawi, hotel di Mekkah juga tidak terlalu jauh dari Baitullah

B: Saya punya travel juga, tapi dari mana ya FT mengambil keuntungan. Sampai sekarang saya nggak habis pikir.

Itulah yang kuingat ketika itu. Saya pun bercerita hanya pada satu dua orang teman tentang murahnya harga FT dan fasilitasnya yg baik. Terbersit di hati agak was-was dengan harganya. Hingga suatu saat kuceritakan juga pada seorang pemilik travel.

"Potong leher saya kalo nanti tidak bermasalah, karena para muthowif tidak dibayar, pembayaran katering juga tersendat" katanya menginfokan.

Tapi entahlah bisikan dari arah mana, pernyataan itu tak saya hiraukan. Justru pada 2016 saya tergiur promo murah yang ditawarkan agen terdahulu. Lalu saya mendaftar lagi, dan telah saya lunasi Nopember 2016 untuk 4 orang dengan harga Rp 14.500.000 per pax. Saya pun setia menunggu dengan jadwalnya. Hingga meledaklah kasus ini. Saya tertipu FT karena keserakahanku.

**

Dengan harga Rp 14.500.000, harga yang terlalu murah untuk biaya umroh. Rata -rata untuk fasilitas "promo" sejenis FT itu travel lain mematok antara Rp 19 juta hingga Rp 21 juta, Namun karena saya ingin hemat, dan "serakah" beranggapan lebih baik untuk biaya yang lain .Maka tetaplah saya ikut mendaftar dengan harga gila itu.

Entahlah mengapa juga saya tak berpikir sama sekali bahwa itu adalah skema ponzi. Biaya untuk memberangkatkan jamaah yang akan berangkat, adalah uang yang dibayarkan jamaah setelahnya. Umroh adalah ibadah. Bagaimana FT mengajak beribadah dengan jalan yang salah. Memakai uang jamaah untuk jamaah, dan bahkan dipakai foya-foya. Bagaimana cara "menebus" rasa bersalah bagi para jamaah yang telah berangkat terlebih dahulu. Karena memakai uang jamaah yang belum berangkat.

fisrt-travelarinicPXtg.jpg

"Untunglah" saya juga menjadi korban skema ponzi ini. Sehingga uang yang saya pakai dahulu, adalah uang yang saya bayarkan sekarang. Meski setelah saya hitung masih ada sisa separuhnya, yang berarti uang saya dipakai duo Anniesa Andika dan kroni-kroninya untuk urusan syahwat duniawinya.

Suami istri gemblung yang tega "makan" uang calon jamaah dari kaum papa. Korban di antaranya buruh cuci, pengojek, tukang jahit, dan lain-lain. Yang mengumpulkan biaya dengan susah payah bertahun-tahun. Yang ingin beribadah ke Baitullah.

***

Andai aku tidak serakah, dan menyadari bahwa ibadah ke Tanah Suci itu tidak murah, bahwa dengan nikmat Allah yang begitu luas diberikan kepadaku, tidak "nawar" harga. seharusnya dan seharusnya tentu tidak berakibat seperti ini. Untuk itu sebaiknya bercermin dari kasus FT, para travel membuat perjanjian dengan calon jamaah di atas meterai, dengan klausul isinya antara lain;

1. Tentang harga yang telah dibayar

2. Tentang hak dan kewajiban travel dan jamaah

3. Tentang jangka waktu pemberangkatan

4. Tentang batalnya perjanjian

5. Tentang cedera janji dan lain-lain.

Jarang sekali ada travel yang membuat perjanjian tertulis ini. Masalah ibadah dibuat perjanjian? Justru dengan perjanjian ini ibadah menjadi khusuk, dan biaya yang kita setorkan setidaknya amanah. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda