COWASJP.COM – Catatan hari ini masih sepaket dengan liburan ulang tahun minggu kemarin. Ke Zurich dan ke Bern. Belajar dari pengalaman waktu berlibur di kawasan Jungfrajoch yang bernuansa gunung salju. Memaksa PP sehari sampai malam. Ujung-ujungnya serumah sakit flu bergantian selama satu bulan.
***
Maka kali ini, kami pilih menginap semalam di Zurich. Di Hotel City Zurich yang dekat dengan Stasiun Zurich HB.
Selesai menikmati sarapan di Hotel City Zurich yang bertemakan makanan bule, kami bersiap untuk check out. Alhamdulillah perut sudah kenyang meskipun hanya makan roti, scrambled egg, buah, jus jeruk, cereal, dan secangkir kopi hangat.
Tiba-tiba Si Beruang Coklat keluar dari sarangnya. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Rasa kenyangnya sama seperti kalau sarapan di hotel Indonesia yaitu sarapan nasi pecel, nasi goreng, soto, dan masih mbungkus roti.
Perjalanan dari hotel menuju stasiun Zurich bisa ditempuh dengan jalan kaki. Menyusuri pusat kota Zurich – Bahnhofstrasse dengan mendorong stroller dan membawa 1 koper kecil ukuran kabin berwarna hitam. Suhu kala itu menunjukkan 5 derajat C, masih pagi tapi hampir menuju siang. Sudah jam 10.30, tapi sinar matahari masih malu-malu muncul.
Hari Minggu suasana kota sangat sepi. Bukan karena toko belum buka, melainkan memang seluruh toko di Swiss tidak buka pada hari minggu. Belum sempat window shopping, keluar masuk setiap butik/toko untuk melihat-lihat produk yang dipajang pada etalase tanpa ada niat untuk membelinya.
Berkunjung ke Pusat Perbelanjaan termahal di dunia. (FOTO: Papi Fariz Hidayat)
Sebagian orang melakukan kegiatan ini di mall, termasuk saya. Kalau mengunjungi mall di Indonesia ya. Karena kadang-kadang bisa melepas stress, terhibur dengan keunikan dan kemewahan barang yang dipajang. Tapi kadang juga bisa dibuat stress sih. Selain melihat harganya yang selangit, tapi juga ada si buntut yang selalu bilang “mami ngapain sih lihat-lihat terus, lama lagi padahal nggak beli”, hahaha.
Seluruh Swiss menerapkan jam buka toko dan supermarket hanya sampai hari Sabtu. Kabarnya kalau melemburkan pegawai di hari Minggu mahal ongkosnya. Jadi mending ditutup saja. Dan kebanyakan di hari Minggu adalah waktu bersama keluarga yang dihabiskan dengan mengunjungi taman dan wisata terbuka lainnya.
Hari Minggu Zurich terlihat sepi. (FOTO: Papi Fariz Hidayat)
Ulasan cerita tentang keunikan ini pernah saya bahas di CowasJP.com Laporan dari Swiss Edisi 1 atau Koran New Malang Post Edisi Senin, 26 Juli 2021.
Mengapa kami pagi-pagi sudah pergi ke stasiun??? Karena kami mau melanjutkan perjalanan ke Bern - Ibukota Swiss. Ini kedua kalinya kami mengunjungi Bern. Waktu pertama dulu belum kesampaian melihat beruang. Beruang merupakan ikon kota Bern. Nama Bern sendiri berasal dari kata Barren yang artinya beruang. Hingga dibentuk sebuah taman beruang atau Bear Park (dalam Bahasa Inggris) atau Barren Park (dalam Bahasa Jerman) di pusat kota Bern. Taman beruang ini sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu.
Bern sendiri juga sebagai kota wisata yang tidak cukup hanya dikunjungi sehari atau sesiang. Walaupun kotanya sebenarnya kecil. Luas 52 km persegi. Kurang dari separo Kota Malang. Luas Kota Malang 110,06 km persegi. Penduduknya juga hanya sekitar 150 ribuan jiwa. Kanton Bern sangat banyak tempat wisatanya. Hampir seluruh Iconik Wisata Swiss ada di Kanton Bern. Interlaken, Jungfrau, Wengen, kawasan pegunungan dan beautiful village. Dengan luas 5.960 km2, Kanton Bern berpenduduk 1.050.000 jiwa. Kalah dengan penduduk Kabupaten Sidoarjo yang sebesar 2.082.801 jiwa.
DoubleZ (Zirco dan Zygmund) foto di depan patung beruang. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Selain Taman Beruang ada juga Taman Mawar, Menara Jam, Gedung Kantor Presiden serta Kota Tua dengan jembatan batunya. Semua itu telah dibangun di abad 17 – 19.
Di Zurich sebetulnya ada satu tempat wisata yang layak dikunjungi. Kebun binatang Zurich Zoo yang terkenal besar, luas dan komplit koleksi binatangnya. Insya Allah kami akan kunjungi lagi saat Zygmund sudah agak besar nanti.
Perjalanan dari Zurich ke Bern memakan waktu sekitar 1 jam. Kami tidak perlu ganti kereta api. Tiba di stasiun Bern kami langsung menuju Barenpark. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit naik bus. Seperti biasa kami sudah memiliki tiket daypass atau saver daypass. Sehingga kami sudah memiliki akses naik kereta, bus, trem, dan bahkan perahu ataupun cable car yang berlaku di seluruh Swiss.
Pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali saat mengunjungi taman beruang. Dan ternyata banyak sekali wisatawan yang berkunjung ke taman ini. Di sisi pagar taman sudah tersedia informasi jenis dari beruang yang sedang dilihat. Namun sudah hampir 30 menit kami menyusuri taman, tidak terlihat sama sekali beruang.
Zirco tanya berulang kali, “Di mana beruangnya mi?”
Saya cuma jawab: "Mungkin sedang tidur siang."
Keindahan Sungai Aare Bern. (FOTO: Okky Putri Prastuti)
Tampak wajah sedih Zirco yang sudah kebelet melihat beruang sejak dulu, tapi tidak terwujud.
Untungnya di samping bawah Barenpark ini pemandangannya sungguh indah. Sungai Aare - Aare River. Air sungai yang sangat jernih berwarna turquoise atau hijau kebiruan semakin mempercantik pemandangan kota Tua Bern. Di atas sungai juga terdapat jembatan batu tua - Old Stone Bridge yang tentunya juga memukau.
Kota Tua Bern dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).
Sementara Zirco dihibur dulu oleh dua bebek yang sedang asik berenang di Sungai Aare. Kalau musim panas banyak sekali orang yang berenang di sini.
Papi Fariz dan Zygmund (adik Zirco) tidak ikut menyusuri taman dan turun ke area sungai, meskipun area wisata ini sangat stroller-friendly.
Mereka sedang duduk di bangku atau bench sambil menikmati sinar matahari yang hangat. Kalau dilihat dari ramalan cuaca, suhu di Kota Bern pada pagi hari mencapai 0 derajat C. Tapi semakin siang terasa semakin hangat. Nikmat sekali rasanya bisa merasakan sinar matahari langsung. Angin juga tidak bertiup sangat kencang seperti di Lausanne, jadi berasa musim gugur yang sangat enak.
Sudah puas melihat bebek, saya dan Zirco kembali ke atas menjemput papi Fariz dan Zygmund. Sebelum meninggalkan taman, Zirco minta berfoto dengan patung beruang. Kami siap melanjutkan perjalanan ke sebuah restoran yang sedang mengadakan bazar makanan Indonesia.
Baru naik di bus, kami tersadar bahwa topi Zirco tertinggal di taman. Langsung kami berhenti di tempat pemberhentian bus dan kembali ke venue. Alhamdulillah masih rezeki, topi tidak hilang, dan masih berada di posisi semula saat tadi diletakkan.
Oh ya, kami merasa Swiss ini negara yang sangat aman. Di Lausanne kami pernah kehilangan tas bayi yang berisi segala perlengkapan Zygmund. Meskipun sudah hampir 30 menit tertinggal di halte kereta metro, namun letak tas sama sekali tidak berubah dan tidak ada yang hilang.
Kami makin sadar bahwa semua kejadian adalah atas kehendak Allah. Gegara balik lagi ke taman untuk mengambil topi Zirco yang ketinggalan, Zirco bisa melihat beruang yang tadi tak kunjung muncul.
Beruang coklat tiba-tiba muncul keluar ke taman. Zirco pun berteriak! "Itu beruangnya, Mi!"
Heboh, senang sekali saat dia melihat beruang tersebut. Sampai orang-orang di sekeliling kami juga tertawa karena melihat tingkah dan celoteh Zirco dengan Bahasa Indonesia.
Meskipun hanya satu beruang yang keluar, namun sudah cukup bagi kami untuk memuaskan rasa penasaran melihat beruang di taman bebas, yang tidak perlu masuk ke kebun binatang.
BERTEMU NAWAK NGALAM
Hari sudah semakin siang. Perut sudah mulai kelaparan. Jadwal yang telah disusun sedikit mengalami perubahan karena adanya "tragedi" kembali lagi ke taman beruang.
Dalam perjalanan menuju restoran kami hanya berharap semoga bazarnya belum berakhir, dan masih kebagian sate ayam, pempek, rendang, dan makanan Indonesia lainnya.
Tiba di Restoran Mattenhof di daerah Gumligen, kami wajib menunjukkan Covidpass atau sertifikat vaksin. Bazar ini diagendakan di sebuah hall rumah makan. Acara bazar ini merupakan agenda tahunan yang diadakan oleh KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Bern dan bekerjasama dengan warga Indonesia yang tinggal di Swiss.
Sesuai prediksi saat perjalanan di kereta bahwa makanannya telah habis semua. Terlihat ada beberapa gerai stand makanan, namun pemiliknya sudah bersih-bersih. Bazar dimulai pukul 11.00-16.00 CEST (Central European Summer Time), dan kami tiba pukul 15.00 CEST. Hanya ada 1 stand tersisa, yaitu stand bakso. Kami yang sudah kelaparan akhirnya memesan 3 porsi bakso. Seporsinya seharga 10 CHF (1 CHF= Rp 15.600).
Suasana bazar sudah tidak terlihat lagi karena beberapa meja dan kursi mulai dilipat dan dirapikan. Tidak ada spanduk yang menerangkan informasi bazar. Stand bazar KBRI yang berisi berbagai macam informasi juga sudah diringkesi. Kami juga tidak sempat mengambil foto karena kedua balita ini sudah rewel kelaparan dan fokus menyuapi mereka.
Acara bazar ini meskipun lebih banyak orang Indonesia yang datang, tapi juga ada beberapa warga lokal yang berkunjung. Orang bule juga ingin sekali-kali mencicipi hidangan khas Indonesia.
Saya juga bertemu dengan teman baru secara langsung yang awalnya hanya berkenalan dari Instagram. Mbak Bella Friska namanya yang sudah lebih dari 5 tahun tinggal di Bern. Beliau asli nawak Ngalam (orang Malang) yang tinggal di Araya. Beliau menikah dengan salah satu staf di KBRI Bern. Senang bertemu dengan sesama warga Indonesia dan juga menikmati makanan Indonesia.
Semoga di lain waktu tidak kehabisan lagi bazar makanan Indonesia yang diadakan oleh KBRI. Sate ayam, pempek, masakan padang, siomay, sop buntut, rujak cingur, tahu tek, soto lamongan, aaaaah jadi lapar dan kangen Indonesia. (*)
Oleh: OKKY PUTRI PRASTUTI, Puteri CEO New Malang Pos.