Berburu Misteri Hutan ‘’Wingit’’ Ngawi

Ada Nama Bung Karno di Alas Ketonggo

Pesangrahan Soekarno. (FOTO: Buku Ngawi Bertutur)

COWASJP.COMAlas Ketonggo hanyalah hutan kecil di wilayah Ngawi. Namun sejak dulu, hutan ini sudah dikenal masyarakat. Khususnya paranormal dan orang-orang yang ngelab berkah. Karena hutan ini dikenal sangat angker dan dipercaya ada kerajaan makhluk halusnya. Kini, hutan itu sudah jadi tempat wisata. Berikut tulisan Santoso, wartawan senior di    Madiun.

***

Alas Ketonggo terletak 12 km arah selatan Kota Ngawi, tepatnya di Desa Babatan, Kecamatan Paron.  Hutan itu sebenarnya tidak luas, hanya sekitar 5000 meter persegi, namun hutan itu sejak dulu sangat dikenal, khususnya oleh para supranatural.

Konon, hutan itu dikenal wingit (menyeramkan, angker). Ada yang memercayai, di hutan itu ada kerajaan mahluk halus. Karena wingit itulah, hingga banyak orang bermeditasi di  kawasan itu. Bahkan termasuk Bung Karno, Presiden RI pertama. Tempat meditasinya dibangun kemudian diberi nama Petilasan Bung Karno.

Di Alas Ketonggo ada beberapa tempat petilasan yang juga sebagai pertapaan. Di antaranya yang sangat populer adalah Palenggahan Ageng Srigati, Pundhen Watu Dakon, dan lainnya. Termasuk juga Pundhen Tugu Mas, Umbul Jambe, Pundhen Siti Hinggil, Kali Tempur Sedalem, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Kori Gapit dan sebagainya. Termasuk juga tempat Bung Karno meditasi. 

santoso-Alas-Ketonggo-2.jpgGerbang Alas Ketonggo, Srigati, Ngawi. (FOTO: Santoso)

Alas Ketonggo juga dikenal sebagai tempat yang diyakini sebagai petlasan Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Dalam pelariannya menuju Gunung Lawu setelah kalah perang dengan Kerajaan Demak, sang prabu singgah di situ. 

DARI MULUT KE MULUT

Sebenarnya sudah lama saya mengenal yang namanya Alas Ketonggo. Sejak kecil, nenekku sering bercerita, bahwa di hutan masuk wilayah Ngawi itu terdapat kerajaan mahluk halus.
Cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut itu adalah tentang adanya kerajaan gaib di situ. Banyak cerita masyarakat desa sekitarnya yang mengatakan bahwa ada bagian bangunan kerajaan yang terbuat dari emas. Tentu saja namanya cerita rakyat pasti susah ditelusuri kebenarannya.

santoso-Alas-Ketonggo-3.jpg

Pada dekade 1980-an, sebagai jurnalis saya sempat melihat bagaimana kondisi Alas Ketonggo sebenarnya yang cukup tersohor itu. Saya sempat berbincang dengan Mbah (Kakek) Lurah Desa Babadan. Waktu itu Mbah Lurah Darmodjo.

Beliau berkisah bahwa  setiap malam 1 Suro (Muharram), banyak yang datang untuk ngalab (mendapat) berkah. Yang datang ke situ bukan hanya
warga sekitar, tapi juga dari luar kota. Banyak pula yang dari Jakarta. ‘’Banyak pejabat dari Jakarta yang datang, dengan berbagai kepentingan,’’ kata Mbah Lurah Darmodjo.

Bagi peziarah yang mau masuk Alas Ketonggo pasti lewat dan mampir rumah Mbah Lurah. Mbah Lurah Babadan itu memang dikenal sebagai ‘’wong winasis’’ (supranatural), selain itu karena dia sebagai pemangku wilayah itu.

Dalam kesempatan berbincang dengan Mbah Lurah, saya pun coba menelisik keberadaan Alas Ketonggo. 
Pun termasuk Presiden RI pertama Soekarno yang konon sering bermeditasi di situ. ‘’Pak Karno sering ke sini,’’ katanya. Bahkan bagi yang terkabul niatnya ada yang wayangan di rumah Mbah Lurah. 

santoso-Alas-Ketonggo-4.jpg

Usai ngobrol dengan Mbah Lurah saya dan seorang teman wartawan yang ikut dipersilakan masuk hutan melalui Kali Tempuran. Karena tak membawa pakaian ganti, akhirnya kami hanya cuci muka saja sebagai syarat. Karena sebelum masuk, badan disucikan dulu di sungai kecil.
Saat itu benar-benar seperti masuk hutan. Tak ada jalan penghubung menuju setiap petilasan. Kalau toh ada hanya berupa lajur jalan yang biasa dilalui orang.
Kori gapit (pintu) yang konon sebagai tempat keluar masuknya penghuni bangsa astral di situ, hanyalah berupa pepohonan jati. Hanya ada gubuk kayu sebagai penanda. Termasuk juga tanah yang tumbuh dan mengembang, saat itu hanyalah berupa gundukan tanah. 

DESTINASI WISATA

Alas Ketonggo kini jadi salah satu destinasi wisata di Ngawi. Dibuka 24 jam dengan tiket masuk Rp 10.000 per orang. Itulah sebabnya Alas Ketonggo dibenahi. Jalan ke tempat-tempat petilasan pun sudah dibuat saling berhubungan. Sehingga sudah tidak seperti dulu saat saya ke sana. 

Kini, sepeda motor pun bisa masuk sampai petilasan yang dituju.
Untuk sampai ke Umbul Jambe pun tak perlu harus turun ke sungai. Sudah dibuatkan jembatan gantung. 

santoso-Alas-Ketonggo-5.jpgJembatan gantung di atas Kali Tempuran. (Foto-foto: Santoso)

Semua petilasan pun sudah dibuatkan bangunan. Termasuk tempat meditasi Bung Karno.

Dengan pembenahan itu, hutan Alas Ketonggo sudah menjadi destinasi wisata. Tidak sekadar destinasi wisata spiritual. Siapa pun, baik yang mau ngalab berkah maupun sekadar berwisata, bisa menikmati keindahan alam hutan di situ. 

Apalagi sekarang juga sudah banyak berdiri warung makan disepanjang jalan pintu masuknya. (*)

Pewarta : Santoso
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda