'Me Too' Gaya Indonesia

Pengasuh pesantren inisial S di Jombang digelandang polisi karena memperkosa 15 santriwati, 21 Februari 2021. (Foto: tribunnews.com)

COWASJP.COMHujan perkosaan di Indonesia. Herry Wirawan (36) memperkosa 12 santriwati. Ada, Ustadz Muhammad Marin Surya (57) memperkosa 10 santriwati usia 12 - 15 di Depok. Juga, dosen Universitas Negeri Jakarta inisial DA meleceh seks 10 mahasiswi.

***

Semua kasus itu sedang diproses hukum. Kasus tersangka Herry di Bandung. Tersangka Marin Surya dan dosen DA di bawah jajaran Polda Metro Jaya.

Ada juga di Semarang. Seorang mahasiswi diperkosa dosen pembimbing. Perkosaan berulang selama setahun sejak September 2020, dengan ancaman nilai kuliah.

Korban mahasiswi perguruan tinggi swasta di Semarang, didampingi Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Citra Ayu Kurniawati. "Dosen pemerkosa sudah dipecat pihak kampus. Korban masih menenangkan jiwa, akan lapor ke polisi," katanya kepada wartawan.

Hujan kasus pemerkosaan ini mengherankan. Karena, baru sekarang begitu gencar diusut. Padahal, sepanjang 2021 ratusan kasus terpencar se Indonesia, sebagian kecil terdata, sebagian besar tidak.

Khusus di Semarang, Data LRC-KJHAM di 2021 tercatat 80 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 120 perempuan menjadi korban dan 88 pelaku kekerasan.

Kasus tertinggi adalah kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban 89 atau 74 persen perempuan.

Lain lagi, LBH Semarang di 2021 mencatat ada 18 kasus kekerasan seksual dan diantaranya terdapat kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Beda lagi, Sahabat Perempuan Magelang mencatat ada 64 kasus kekerasan terhadap perempuan, 19 kasus diantaranya adalah kasus kekerasan seksual anak.

BACA JUGA: Etos Kerja Oknum Polisi di Jakarta, Begini...

Media massa asing menyebut, budaya patriaki di Indonesia, memarakkan pelecehan seks dan perkosaan. Sementara, penegakan hukum dianggap tidak berpihak ke korban.

Dikutip dari The Conversation, 8 Maret 2019, Baiq Nuril, guru di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018 melaporkan pelecehan yang dilakukan atasannya. Tapi, justru Baiq Nuril dipenjara tuduhan melanggar UU ITE.

PERINTAH TITO: TANYA KORBAN APA NYAMAN SELAMA PERKOSAAN?

The Conversation (media massa news analysis) melaporkan, pada November 2017, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, mengatakan, penyidik harus bertanya kepada perempuan yang melaporkan kasus kekerasan seksual: Apakah "korban nyaman selama perkosaan?”.

The Conversation: "Pernyataan mengejutkan ini menyebabkan banyak korban merasa putus asa. Jika pimpinan kepolisian Indonesia, wujud dari perlindungan hukum negara, menganggap bahwa perkosaan bisa dinikmati, bagaimana perempuan bisa percaya bahwa kepolisian ada di pihak mereka?" 

Tapi kini tidak begitu lagi. Kini Indonesia kehujanan kasus perkosaan. Yang semuanya (asalkan korban melapor polisi)

BACA JUGA: Pemerkosa Santriwati Mestinya Jadi si Kasim

Dunia demam gerakan "Me Too" sejak 2017, diawali dari Amerika. Gerakan ini muncul akibat kasus produser film, Harvey Weinstein di New York dan Los Angeles, meleceh seks ratusan perempuan dan memperkosa puluhan perempuan. Umumnya para artis perempuan.

Dikutip dari The New York Times, 30 April 2021, kasus Harvey Weinstein bermula dari 27 Maret 2015. Model cantik asal Italia, Ambra Battilana, yang jadi bintang film produksi Harvey Weinsten, melapor ke polisi New York. 

Si cantik Battilana mempolisikan, bahwa Weinstein meraba payudaranyi ketika pertemuan bisnis di kantor Weinstein, kawasan TriBeCa Manhattan. Tapi, tidak ada bukti atas laporan tersebut. Sehingga polisi mengabaikan.

Esoknya, 28 Maret 2015 Battilana bekerja sama dengan penyelidik New York, menggali bukti. 

Caranya, Battilana minta waktu ketemu Weinstein. Yang disambut gembira Weinstein, memerintahkan Battilana mengunjungi Weinstein di TriBeCa Grand Hotel. Battilana pun mendatangi kamar Weinstein.

Di kamar, Battilana memancing, dengan cara marah, agar Weinstein meminta maaf ketika meraba payudara pada pertemuan sebelumnya. Dan, diam-diam, Battilana merekam pembicaraan tersebut.

pelecehan-jombang.jpg1.jpgInilah sosok kiai SB (49 tahun), kiai yang mencabuli, sex oral hingga menyetubuhi belasan santriwatinya di sebuah pondok pesantren di wilayah Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. (FOTO: YouTube - indozone.id)

Weinstein memang meminta maaf. Diharapkan Battilana, rekaman itulah bukti hukum. Lalu kasusnya diproses polisi.

Tetapi setelah penyelidikan dua minggu oleh jaksa kejahatan seks, jaksa wilayah Manhattan, Cyrus R. Vance Jr., mengumumkan bahwa bukti tidak mendukung tuntutan kejahatan seks terhadap Weinstein.

Di kasus itu Weinstein lolos jerat hukum. Tapi, kasus itu mendapat liputan media massa. Sehingga memicu ratusan perempuan yang pernah dilecehkan Weinstein, satu demi satu melapor polisi. Ada yang punya bukti hukum, ada yang tidak.

Gencarnya laporan itu, akhirnya Weinstein benar-benar dihukum. Itulah munculnya gerakan "Me Too" yang kemudian meluas, mendunia.

Hujan deras kasus perkosaan di Indonesia sekarang, barangkali tidak terkait "Me Too". Karena gerakan ini hanya popular di masyarakat menengah ke atas.

Sedangkan, para korban perkosaan Herry Wirawan semuanya orang miskin. Ortu mereka buruh tani, tukang bangunan, kang sayur, kang ojek, buruh serabutan. 

Tapi, pelaporan polisi kasus perkosaan, kini berentet. Ambyar berhamburan. Seperti mengikuti tren "Me  Too". Jadi, beginilah "Me Too" Indonesia. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda