COWASJP.COM – Merehab rumah, hobi tiap orang. Tapi rumah dinas anggota DPR dengan gorden Rp43,5 miliar, hehoh. Belum ada yang menuduh kongkalikong, apalagi korupsi. Belum ada. Belum diperiksa KPK, juga. Cuma, harga diributkan.
***
Harga itu bukan untuk satu rumah. Melainkan 505 rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta. Harga gorden per rumah Rp90 juta, termasuk pajak.
Yang juga disoal, lelangnya. Dikutip dari situs LPSE DPR RI, Kamis (5/5), lelang diikuti 49 perusahaan. Tapi yang ditampilkan di situ tiga peserta lelang:
1) PT Sultan Sukses Mandiri, Rp 37.794.795.705 (Rp 37,7 miliar)
2) PT Panderman Jaya, Rp 42 149.350.236 (Rp 42,1 miliar)
3) PT Bertiga Mitra Solusi, Rp 43.577.559.594,23 (Rp 43,5 miliar)
Pemenang, yang harga tertinggi, PT Bertiga Mitra Solusi, alamat di Tangerang, Banten, Rp43,4 miliar.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (5/5) mengatakan:
"Aneh. Pemenang lelang, harga tertinggi. Peserta tidak memenuhi syarat, gugur di fase-fase awal. Misal, barangnya jelek, tidak didukung, atau tidak sesuai spesifikasi, nggak sampai dibuka penawaran."
Dilanjut: "Kain gorden di pasaran 'kan banyak. Panitia mestinya memberikan spesifikasi barang yang gampang dicari di pasar. Enggak boleh dikunci, sehingga hanya satu perusahaan yang bisa menyuplai kain. Itu enggak boleh."
Ditimpali, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada pers, Sabtu (7/5) begini:
"Setelah kami teliti, profil pemenang tender, PT Bertiga Mitra Solusi perusahaan bidang IT (Information & Technology). Dari 7 proyek dia yang dilampirkan pada website terkini, 6 proyek IT. Satu gorden, ya... rumah DPR itu. Jadi, ini perusahaan IT nyangkut di gorden. Aneh sekali."
Bagaimana komen penghuni rumah, calon pemakai gorden? Anggota Komisi III DPR RI yang penghuni rumah dinas DPR, Habiburokhman kepada pers, Sabtu (7/) mengatakan:
"Kami (anggota DPR) tidak pernah mengusulkan, tidak pernah membahas, dan tidak pernah menyetujui pengadaan gorden ini. Apalagi Rp43,5 miliar."
Dilanjut: "Sebagai penghuni RJA (rumah jabatan anggota), saya tegaskan nggak perlu gorden baru semahal itu. Atau malah nggak perlu gorden baru sama sekali."
Lha, kok bisa begitu? Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad kepada pers, Jumat ( 6/5) mengatakan, kini anggota DPR sedang reses.
Dasco: "Persoalan gorden itu ada di kesekjenan DPR. Kita coba cek lagi karena itu domain kesekjenan,"
Ketua Formappi Lucius Karus (FOTO: forumkeadilan - terkini.id)
Dilanjut: "Setelah masuk reses, kita akan rapat DPR. Kita akan tanyakan soal ini kepada kesekjenan DPR."
Sekjen DPR RI, Indra Iskandar kepada wartawan, Jumat (6/5) menjelaskan, begini:
"Sejak tahun 2020 banyak anggota DPR yang minta ganti gorden dan vitrase. Karena gorden di sana sudah jelek. Pergantian terakhir tahun 2009. Lalu tender gorden seperti itu." Ia merinci harga tender gorden.
Jadi, semua pihak sudah bicara. Permasalahan sudah jelas. Sudah terang-benderang.
Walaupun, Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan kepada wartawan, Jumat, 25 Maret 2022, mengatakan: Sektor paling rawan korupsi adalah pengadaan barang atau jasa di lingkungan pemerintahan dan lembaga.
Pahala Nainggolan: "Di temuan KPK, bahwa potensi korupsi paling banyak pertama adalah pengadaan barang dan jasa."
Dilanjut: "Potensi korupsi kedua, perizinan. Ketiga, jual beli jabatan. Seperti mau dipromosikan jabatan, bayar. Mau mutasi, bayar. Mau pindah, bayar. Cuma tiga itu saja paling banyak."
Pengadaan barang dan jasa, berdasarkan Perpres nomor 16 tahun 2018, yaitu:
"Pengadaan barang dan jasa (procurement) diikat dengan sebuah kontrak antara pemerintah (Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah) sebagai pihak pengguna dan perusahaan (baik milik negara atau swasta) bahkan perorangan sebagai penyedia."
Pengadaan barang, menyangkut berbagai hal. Kendaraan, alat tulis kantor, rumah, pintu, AC, perlengkapan, dan tetek-bengek. Jasa, menyangkut konsultan, layanan profesional yang membutuhkan keahlian khusus.
Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Perpres nomor 16 Tahun 2018 disebutkan:
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman: "Saya tegaskan nggak perlu gorden baru semahal itu. Atau nggak perlu sama sekali."(FOTO: Prima/mr - dpr.go.id)
"Pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh Penyedia barang/jasa."
Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, ringkasnya begini:
1) Efisien. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus memperhatikan penggunaan dana APBN/APBD yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
2) Efektif. Harus didasarkan pada kebutuhan yang telah ditetapkan (yang ingin dicapai) dan dapat memberikan manfaat yang tinggi dan sebenar-benarnya sesuai dengan sasaran dimaksud.
3) Transparansi. K/L/PD menyampaikan semua informasi, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, yang terbuka kepada masyarakat.
4) Bersaing. Memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang dan jasa yang setara dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan, untuk menawarkan barang/jasanya, tanpa kecurangan dan praktek KKN.
6) Adil. Pemberian perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa. Tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan.
7) Akuntabel. Pertanggung jawaban pelaksanaan pengadaan barang/jasa kepada pihak yang terkait dan masyarakat.
Gorden rumah anggota DPR sudah memenuhi syarat nomor tiga: Transparansi. Sudah diungkap pemenang dan harganya.
Diungkap pula: Nilai pagu paket Rp 48.745.624.000 (Rp 48,7 miliar). Sedangkan harga Rp43,5 miliar. Bukankah masih tersisa Rp5,2 miliar? (*)