COWASJP.COM – Tumben, Presiden Jokowi bicara kasus hukum. Setelah kasus Ferdy Sambo sebulan lalu, kini soal Gubernur Papua, Lukas Enembe tersangka KPK yang ogah diperiksa. "Semua sama di mata hukum," ujar Jokowi.
***
PRESIDEN Jokowi menjawab pertanyaan wartawan soal kasus Enembe, di Lanud Halim Perdanakusumah Jakarta, Senin, 26 September 2022, mengatakan:
"Sama, saya kira proses hukum yang ada di KPK, semuanya harus menghormati. Semua sama di mata hukum."
Dalam konstitusi kita, pihak eksekutif dilarang mencampuri yudikatif. Atau, Presiden RI dilarang intervensi perkara hukum. Tapi, pernyataan Presiden Jokowi itu menjawab pertanyaan wartawan, yang tentunya harus dijawab.
Terpenting, cuma perkara hukum spesifik (bisa pembangkangan, rekayasa perkara, atau macet) yang dikomentari Jokowi. Tanda, bahwa law enforcement belum benar-benar tegak di Indonesia.
Enembe selaku tersangka korupsi, sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada pers, membenarkan hal itu.
Panggilan pertama Enembe diperintahkan datang untuk diperiksa di Mako Brimob Polda Papua, Senin, 12 September 2022. Tapi, Enembe tidak datang.
Panggilan kedua, Enembe diperintahkan datang untuk diperiksa di Gedung KPK Jakarta, Senin, 26 September 2022. Lagi, ia tidak datang dengan alasan sakit.
Malah, ia minta izin berobat ke Singapura. Padahal, Enembe sudah dicegah ke luar negeri selama enam bulan, 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Pihak KPK menanggapi, sesuai hukum, Enembe dilarang ke luar negeri. Jika keadaan mendesak, kondisi kesehatannya harus diperiksa dulu oleh pihak penyidik. Lalu dinilai, apakah layak ia berobat ke luar negeri. Dilarang asal ngomong, sakit.
Karena dua kali panggilan pemeriksaan Enembe tidak hadir, ia bisa dijemput paksa.
Pasal 17 KUHAP: "Penjemputan paksa seseorang harus diawali dengan bukti permulaan yang cukup, untuk membuktikan bahwa orang tersebut melakukan tindak pidana. Bukti permulaan tersebut apabila sekurang-kurangnya memenuhi dua alat bukti yang sah."
"Jemput paksa atau dihadirkan dengan paksa berbeda dengan penahanan. Panggil paksa dapat dilakukan setelah tidak menggubris panggilan sebanyak dua kali, sedangkan penangkapan bisa dilakukan tanpa didahului dengan pemanggilan."
Persoalannya, belum dijemput paksa pun di Papua sudah heboh. Selasa, 20 September 2022 di Jayapura diwarnai demo bela Enembe. Ratusan orang turun ke jalan. Mereka menyatakan, Enembe dikriminalisasi.
Aparat gabungan TNI-Polri menangkap 14 orang pendemo. Dari tangan mereka diamankan barang bukti kapak, busur panah, bom ikan (dopis), aneka senjata tajam, ketapel, dan minuman beralkohol.
Wakapolda Papua, Brigjen Ramdani Hidayat mengatakan, 14 orang itu ditangkap di dua wilayah hukum, yakni Polresta Jayapura Kota dan Polres Jayapura.
Brigjen Ramdani: "Kita sudah menyampaikan dari awal, Papua harus damai. Karena Tanah Papua adalah tanah yang penuh barokah."
Kehebohan itu, mungkin jadi pertimbangan KPK menjemput paksa Enembe. Pertimbangan keamanan. Bisa dibayangkan, betapa hebohnya jika itu dilakukan. Sebaliknya, lembaga negara KPK secara hukum punya wewenang memaksa warga negara yang disangka melanggar hukum.
Main Anggar
Yang terjadi sekarang, malah beradu opini. Bagai main olahraga anggar antara pihak KPK melawan pihak tersangka Lukas Enembe.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman membocorkan lokasi tempat Gubernur Papua Lukas Enembe berjudi kasino. Di Malaysia, Singapura dan Manila, Filipina.
Boyamin kepada pers, Sabtu (24/9/2022) mengatakan: "Tempat-tempat judi yang menjadi langganan Lukas Enembe misalnya di Solaire Resort and Casino di Manila, Genting Highland otomatis itu di Malaysia dan Singapura itu adalah kasino di Crockford Sentosa sampai saya punya fotonya dan juga ada beberapa, baik laki-laki perempuan itu udah jadi pengikutnya Pak Lukas Enembe di luar negeri."
Boyamin memberi foto yang diduga Enembe sedang berjudi. Tertera tanggal 19 Juli 2022 terlihat orang seperti Lukas Enembe duduk di meja bundar seperti berjudi.
Boyamin: "Di saat masyarakat Papua kini masih miskin, kok pemimpinnya berjudi yang diduga bahkan sampai di angka Rp 560 miliar, dan saya yakin PPATK itu nggak mungkin ngawur mengeluarkan statement itu, nilai uangnya itu, meskipun dibantah lawyer Lukas Enembe."
Angka Rp 560 miliar sudah dipublikasi PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
Menanggapi itu, pengacara Lukas Enembe, Stefanus R Rening kepada pers, Minggu (25/9/2022) menangkis, mengatakan:
"Yang disidik oleh KPK adalah delik pidana khusus, bukan delik judi. Sehingga, MAKI sudah menggeser isu yang tidak fokus pada penetapan tersangka Lukas Enembe."
Dilanjut: "Ini delik korupsi gratifikasi Rp 1 miliar, tidak ada kaitannya dengan judi ya. Tidak masuk dalam penyidikan KPK."
Sebaliknya, pihak Lukas Enembe mengajak pihak KPK mengunjungi tambang emas milik Enembe di Papua.
Pengacara Enembe, Stefanus Roy Rening dalam jumpa pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (26/9) mengatakan:
"Jadi begini, itu kan dimulai dengan pernyataan bahwa kalau Pak Lukas bisa membuktikan dia punya tambang emas, maka Pak Lukas bisa dibebaskan. Itu artinya dia mau pakai pembuktian terbalik."
Dilanjut: "Dalam suatu kesempatan, saya tanya ke Bapak (Enembe): Bapak Gubernur, ini ada pernyataan begini (Enembe punya tambang emas). Dengan senyum beliau jawab: 'Itu Freeport saya punya, apa kamu ragukan lagi?"
Dilanjut: "Bukan begitu Bapak, Bapak punya tambang emas nggak? Milik sendiri di kampung? Akhirnya dijawab beliau: Memang punya tambang emas. Di Tolikara, di Mamit. Kami mengajak pihak KPK ke sana."
Menanggapi itu, Jubir KPK, Ali Fikri langsung memberi pernyataan 'menusuk'. Ia kepada pers, Senin (26/9) mengatakan:
"Saya ingin sampaikan kepada saudara penasehat hukum LE, ini yang kami sayangkan, kenapa? Seharusnya sampaikan-lah langsung di hadapan tim penyidik KPK."
Dilanjut: "Kalau memang ingin sebagai pembuktian terbalik, itu sampaikan kepada penegak hukum, jadi bukan di ruang-ruang publik (konferensi pers)."
Terjadilah debat kusir tidak langsung di situ. Tidak face to face. Melainkan jauh-jauhan.
Ali Fikri juga membalas tangkisan pengacara Enembe, soal judi, yang katanya melenceng dari penyidikan korupsi. Ali menyatakan, dalam penyidikan korupsi, ada TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Penyidikan korupsi terkait TPPU.
Ali: "Seringkali dalam perkara korupsi suap dan gratifikasi berkembang pada penerapan TPPU bila kemudian terpenuhi unsur pasal sebagaimana kecukupan alat buktinya."
Dalam penyidikan TPPU, antara lain, larinya uang bisa ke perjudian. Itu sebabnya PPATK menyebutkan dugaan Enembe menyetorkan uang Rp 560 miliar ke tempat perjudian.
Bagai main anggar, antara KPK versus Enembe, saling menangkis. Dan, jika diteruskan, permainan anggar ini bisa panjang. Terus, kapan pemeriksaan tersangka? (*)