COWASJP.COM – KDRT Rizky Billar-Lesti Kejora, bagai cermin. Jadi cermin masyarakat. Seumpama tersangka Rizky tidak ditahan polisi, hancur hati para isteri, baik yang di-KDRT maupun yang belum. Rizky pun ditahan. Tapi...
***
MENDADAK, setelah Rizky ditahan, Kamis, 13 Oktober 2022 malam, Lesti Kejora mencabut gugatan. Berdamai. Memohon ke polisi, minta Rizky dibebaskan.
Jarang terjadi perkara seperti ini. Sampai Jumat, 14 Oktober 2022 siang, polisi belum bereaksi atas perdamaian itu. Mungkin masih analisis. Rizky masih ditahan.
Kemungkinan, Rizky bakal dilepas. Masuk Restorative Justice. Jika pelaku dan korban sudah ikhlas atas perbuatan tindak pidana ringan (tipiring), proses perkara dihentikan.
Persoalan, polisi menjerat Rizky Billar dengan Pasal 44 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ancaman hukuman 5 tahun penjara. Apakah ini termasuk tipiring?
Ada lagi. KDRT merupakan delik aduan. Jika aduan dicabut, apakah perkara ditutup, meski tersangka sudah ditahan? Inilah yang dianalisis penyidik sekarang.
Kuasa hukum Rizky, Hotma Sitompul sejak awal minta damai. Hotma kepada pers, Kamis, 13 Oktober 2022, meminta polisi tidak menahan Rizky. Tapi, karena perkara sudah memenuhi syarat, dan Rizky tersangka, maka Rizky ditahan, terhitung sejak Rabu, 12 Oktober 2022 malam.
Ketika gelar perkara di depan pers, Kamis malam, Rizky sudah mengenakan pakaian tahanan warna oranye. Tapi tangan tidak diborgol. Ia terus menunduk, tidak bicara.
Sementara, kuasa hukumnya, Hotma Sitompul menyatakan: "Nggak ada penyesalan Rizky, karena kita masih fokus ke perkara."
Perkara ini jadi cermin bagi masyarakat. Bahwa perkara KDRT bisa seperti ini. Korban begitu bimbang. Sudah lapor polisi. Laporan diproses. Polisi menyatakan, memang terjadi KDRT. Rizky tersangka dan ditahan. Lalu, dalam kebimbangan, Lesti mencabut perkara.
Kasus ini bermula dari Rizky ketahuan selingkuh, kemudian mereka bertengkar pada Selasa, 27 September 2022 malam. Berakhir KDRT dua kali pada dini harinya.
Drama itu jadi pembelajaran publik. Pernikahan adalah perjanjian di hadapan Allah SWT. Perpindahan tanggung jawab ayah (atau wali) anak perempuan kepada laki-laki yang menikahi.
Sebelum akad nikah dibacakan, ada tausiah oleh Penghulu. Di situlah diurai nasihat nikah. Serius. Tapi, mayoritas pengantin tidak menyimak, karena terlalu gembira menikah.
Nasihat nikah, antara lain, jangan ada tindak kekerasan, baik fisik maupun psikis. Semuanya berdasar ajaran agama.
Dr Greg Smalley dalam bukunya, "Fight Your Way to A Better Marriage" (2013) menyebutkan, di setiap pernikahan pasti ada peperangan. Judul dan isinya, kontroversial. Itu sebab, buku ini best seller di Amerika.
Judul lengkapnya: "Fight Your Way to a Better Marriage: How Healthy Conflict Can Take You to Deeper Levels of Intimacy". Peperangan suami-isteri justru menambah keintiman.
Seperti nasihat orang Jawa: "Eker-ekeran (konflik) itu bumbunya pernikahan. Ibarat masakan, nikah tanpa eker-ekeran, gak sedep."
Buku Smalley: "Marriage is a battle. But not against each other." Nah, membingungkan, kan?
Ternyata, yang dimaksud adalah: Masing-masing individu yang menikah, wajib berperang melawan egoisme masing-masing. Menekan ego. Sampai titik terendah.
Jika sebelum nikah, suami atau isteri suka main dengan teman, sampai menginap segala, setelah nikah, itu dikurangi. Bergaul dengan sepantasnya saja. Umumnya, setelah menikah, suami atau isteri semakin banyak yang naksir dibanding sebelum nikah. Inilah godaan. Jika kepleset, terjadi selingkuh.
Tapi, buku Smalley juga mengungkap cek-cok suami-isteri. Dan, konflik itu justru baik demi keintiman pernikahan. Syarat: Suami-isteri bisa mengelola cek-cok.
Dr Smalley adalah penasihat nikah di Colorado, Amerika Serikat. Buku itu berdasarkan konseling, penelitian, dan kisah sukses pernikahan Smalley selama puluhan tahun.
Dipaparkan, ketika pasangan bertengkar, mereka justru punya kesempatan membahas masalah sebenarnya, yang semula tersembunyi di bawah permukaan. Pertengkaran bisa soal uang, seks, mertua, anak-anak, apa pun.
Inti dari sumber konflik adalah ketakutan penolakan dari pasangan. Artinya, masing-masing pihak berusaha keras mempertahankan agar kelemahan diri tidak diketahui pasangan. Sebab semua manusia punya kelemahan.
Kalau sampai kelemahan diketahui pasangan, dalam persepsi si pemilik kelemahan, maka pasangan diprediksi bakal kecewa, menjauh, menolak. Maka, pemilik kelemahan takut mengecewakan, dijauhi, apalagi ditolak oleh pasangan.
Dengan ketakutan itulah, masing-masing mempertahankan ego. Di sinilah kesalahan. Lama-lama bisa berakibat fatal. Bisa KDRT. Berakhir cerai. Bahkan bisa dibui.
Saran Smalley, dibuka saja kelemahan-kelemahan itu. Toh sudah suami-isteri. Bahwa pasangan kecewa, atau marah, ya biar saja. Semua orang pasti punya kelemahan. Yang tidak diungkap saat mereka pacaran. Karena, kekecewaan atau kemarahan, bakal menimbulkan kesadaran baru.
Kesadaran baru itulah yang bakal menambah keintiman mereka. Terungkap hasil pertengkaran. Jika tidak bertengkar, malah tidak terungkap.
Di kasus Rizky-Lesti, polisi hanya menyebutkan, Rizky ketahuan selingkuh, lalu Lesti marah. Berakhir KDRT.
Seandainya benar-benar itu penyebabnya, berarti Rizky tidak lulus ujian. Merujuk buku Dr Smalley, salah satu ujian pernikahan, orang yang menikah justru semakin laris dibanding sebelum menikah. Rizky gagal.
Betapa pun, problema pernikahan tidak segampang itu. Rumit bertumpuk-tumpuk. Bahkan, pelaku pun tidak menyadari bahwa problem sangat variatif.
Seumpama Rizky dibebaskan dan perkara ditutup, ada pelajaran baru buat publik. Bahwa isteri korban KDRT punya pertimbangan rumit untuk bersikap. Bimbang yang rumit. (*)