COWASJP.COM – Rencana otopsi dua korban Tragedi Kanjuruhan simpang-siur. Mestinya Kamis, 20 Oktober 2022, akhirnya batal. "Keluarga korban keberatan," kata Kapolda Jatim, Irjen Toni Harmanto kepada pers.
**
PERNYATAAN Irjen Toni kepada pers di Malang, Rabu, 19 Oktober 2022 itu, kebalikan dengan pernyataan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, beberapa waktu lalu.
Kamis, 13 Oktober 2022 Brigjen Andi Rian (kini Kapolda Kalsel) kepada pers, mengatakan: Keluarga korban yang minta dilakukan otopsi. Dan, Polri akan memenuhi permintaan itu.
Brigjen Andi: "Ada orang tuanya yang minta otopsi, insyaallah. Itu disampaikan lewat Pak Menko Polhukam (Mahfud Md)."
Pejabat Polri lainnya, Kabiddokkes Polda Jatim, Kombes drg Erwin Zainul Hakim, kepada pers, Jumat, 14 Oktober 2022, mengatakan: Memang ada dua keluarga yang minta korban diotopsi.
Dilanjut, dua keluarga itu mengajukan permohonan otopsi kepada Menko Polhukam, Mahfud Md, selaku ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Dan, sudah disetujui Polri.
drg Erwin: "Sudah ada dua keluarga sepakat melaksanakan autopsi. Kami sudah bekerjasama dengan PDFI (Persatuan Dokter Forensik Indonesia) yang akan dilibatkan dalam proses autopsi, Kamis 20 Oktober 2022."
Dijadwalkan, otopsi akan dilakukan langsung di lokasi makam. Di bidang kedokteran forensik, itu disebut ekshumasi. Artinya, penggalian jenazah di tempat, dilanjutkan otopsi di lokasi. Lalu jenazah dimakamkan lagi.
Setidaknya, di lokasi dekat makam. Seperti dilakukan terhadap jenazah Brigadir Yosua yang dibunuh dalam perkara Ferdy Sambo, beberapa waktu lalu.
Lha, kok kemudian dinyatakan batal?
Kapolda Jatim, Irjen Toni: "Bagaimanapun pelaksanaan otopsi, kita salah satunya meminta persetujuan keluarga. Dan, hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini keluarga sementara belum menghendaki untuk dilakukan otopsi."
Kapolda membantah isu intimidasi, penyebab batalnya pelaksanaan otopsi. "Tidak benar. Sekali lagi, tidak benar soal intimidasi. Silakan bisa dikonfirmasi untuk itu, semua sudah diketahui oleh publik," ujarnya ke pers, Rabu, 19 Oktober 2022 siang..
Ternyata, orang tua korban Tragedi Kanjuruhan inisial D, yang semula minta dua anaknya, korban tewas Tragedi Kanjuruhan diotopsi, memang membatalkan permintaan otopsi. Ia mengaku, karena tertekan.
D: "Saya eman (sayang) keluarga, kalau ada apa-apa. Saya stres, mas. Berjuang menghadapi sendiri. Tahu sendiri, lawannya siapa."
Tapi, D tidak mau menyebutkan, siapa yang menekan. Karena, ya... stres, kalau ada apa-apa, itu tadi.
Simpang siur. Kemelut. Antara otopsi dan tidak. Masyarakat jadi menebak-nebak, jadi atau tidaknya otopsi. Membuat publik bertanya-tanya: Mengapa perlu otopsi?
Pertanyaan ini mestinya ditujukan kepada keluarga korban yang sudah meminta otopsi lalu dibatalkan, itu. Tapi karena ia stres, jadi tak terjawab.
Sekjen Komisi Kontras, Andi Irfan, yang mendampingi Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania, kepada pers menjelaskan: Otopsi perlu dilakukan untuk menggali penyebab pasti kematian 133 orang itu.
Andi Irfan: “Aremania terutama di gerakan usut tuntas itu, ingin menggali dan mencari fakta yang autentik. Kita akan berdebat kemana-mana penyebab kematian, kalau kita tidak punya hasil otopsi."
Didesak wartawan, tapi mengapa perlu otopsi" 'Kan, Ketua TGIPF, Mahfud MD sudah mengumumkan, pemicu Tragedi Kanjuruhan adalah tembakan gas airmata Polri. Sebelas kali.
Itu berakibat, puluhan ribu penonton semburat, lari bersamaan. Sangat panik. Akhirnya mereka tewas akibat terhimpit, terinjak-injak.
Andi Irfan: “Ada kesamaan ciri-ciri jenazah korban. Membiru, menghitam, mata bengkak. Nah, ini kita harus sepakat dulu bahwa kematiannya tidak wajar."
Dilanjut: “Ketika ada kematian yang tidak wajar, maka sudah semestinya dilakukan otopsi. Supaya kita tidak berdebat penyebab kematian."
Persoalan ini kelihatannya sepele, tapi ruwet. Sebab, melibatkan banyak pihak. Dari sisi korban, maupun dari sisi penyidik. Banyak orang berkepentingan di situ.
Para pihak berada di posisi berhadapan. Keluarga korban ingin ada pertanggung-jawaban. Walaupun sudah banyak polisi diusut bahkan ditahan. Begitu juga panitia pertandingan.
Di pihak penyidik, berharap: "Sudah-lah... Masak gitu aja diperpanjang terus. Sudah... ikhlaskan."
Mestinya, penengahnya TGIPF. Meskipun tidak gampang juga memenuhi rasa keadilan para keluarga korban. Belum lagi, ada kompor dari masyarakat.
Padahal, pemerintah sudah mengumumkan, ada santunan Rp 50 juta buat masing-masing keluarga korban yang tewas. Itu disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD pada jumpa pers daring, Senin, 3 Oktober 2022.
Mahfud MD: "Santunan dari Bapak Presiden Jokowi, sebagai tanda belasungkawa. Meskipun tentu, hilangnya nyawa setiap orang itu tidak bisa dinilai dengan uang, berapa pun harganya."
Santunan kalau jumlahnya kecil, justru bisa membuat warga tersinggung. Nah, angka segitu apakah kecil atau cukup, juga relatif. Walaupun, membahas angka santunan, juga tidak patut.
Betapa pun, Kanjuruhan musibah. Pasti, tidak ada orang berharap peristiwa itu terjadi. Itu musibah. (*)