COWASJP.COM – "Motif pria F (36) membunuh wanita SM (55) karena kesal," kata polisi. Motif kesal, sangat sering. Seumpama pembunuh tidak kesal, berarti pembunuhan tidak terjadi. Bagaimana menurut teori kriminologi?
**
PEMBUNUHAN F terhadap SM terjadi di rumah SM, di Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, Jumat, 21 Oktober 2022 malam.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, Kompol Haris Kurniawan kepada pers, Selasa, 25 Oktober 2022, menceritakan:
F adalah adik ipar suami SM. Atau, F menikah dengan adik suami SM. F tinggal di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Tidak jauh dari rumah SM.
Kompol Haris: "Tersangka F, Jumat (21/10) malam datang ke rumah SM yang kebetulan sendirian. Tujuannya, F hendak mengurus KK (Kartu Keluarga), atau pemisahan KK antara F dengan isteri, yang baru bercerai."
Di rumah tersebut waktu itu, hanya ada mereka berdua.
Di situ SM mengumgkit masa lalu F dan isteri, dulu sebelum cerai. SM menyalahkan F dalam perceraian itu. SM membela isteri F, yang masih adik kandung suami SM.
Terjadi cek-cok. SM menyalahkan F, sebaliknya F membela diri. Cek-cok meningkat jadi saling memaki. Naik lagi jadi pertengkaran. Sampai SM mencakar wajah F.
F kesal. Membanting SM ke lantai. SM masih melawan. F membenturkan kepala SM ke lantai, puluhan kali. "Tersangka F tidak ingat berapa kali. Pokoknya berkali-kali," kata Haris. "Sampai SM berdarah-darah, meninggal."
Ringkasnya: Dituturi malah mateni (dinasihati malah membunuh).
F kini melirik kalung dan anting di tubuh SM. Dicopoti. Diambil. Total perhiasan emas 30 gram. Lalu kabur.
Para tetangga berdatangan, lapor polisi. Lalu polisi menyelidiki. Target polisi jelas: F. Tapi didatangi rumahnya, F sudah kabur ke Tegal, Jateng. Polisi memburu.
F ditangkap polisi di Tegal, Senin, 24Oktober 2022 malam. Perhiasan emas, anting, sudah dijual. Uang curian sudah habis. Kalungnya masih ada.
Kompol Haris: “Uang tidak ada yang diambil, tapi perhiasan diambil 12 gram, dijual harga Rp13.800.000. Digunakan beli HP dan bayar utang, dan masih ada sisa cash."
F dijerat Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Subsider pasal 365 KUHP, pencurian dengan kekerasan. Diancam pidana penjara maksimal 15 tahun. :Motifnya kesal," ujar Haris.
Pembunuhan di Kalideres itu sudah terjadi. Kelihatan jelas, korban melakukan kesalahan. Mayoritas pembunuhan terjadi, akibat kesalahan korban. Meskipun, ini bukan faktor pemaaf bagi pelaku.
Hans von Hentig dalam bukunya, "The Criminal and His Victim" (Yale University Press, 1948) menyebutkan, pembunuhan terjadi atas hasil interaksi antara pembunuh dengan korban. Meski interaksi sangat minim. Kecuali, pembunuh gila yang memilih korban secara acak.
Hans von Hentig (1887 - 1974) psikolog kriminal Jerman. Lahir dan dibesarkan di Berlin, Jerman. Ia pindah ke Amerika Serikat pada 1935, ketika Amerika dilanda krisis ekonomi parah (The Great Depression, 1929 - 1939). Lalu, ia mengajar di Universitas Yale, AS.
Hentig dalam studinya fokus ke victimology. Cabang ilmu kriminologi. Tapi, banyak ahli menyatakan kriminologi dan viktimologi bagai kakak-beradik. Tak dapat dipisahkan. Jika mempelajari kejahatan, wajib mempelajari korban kejahatan.
Viktimologi berasal dari Bahasa Latin: Victima, berarti korban. Logos, berarti ilmu.
Tujuan viktimologi, mengajarkan kepada masyarakat, jangan sampai jadi korban pembunuhan. Pelajari, sebelum dibunuh. Karena hipotesis kriminologi: Mayoritas pembunuhan akibat kesalahan korban.
Teori Hentig kemudian dilanjutkan Martin F. Wolfgang, dalam bukunya,
"Victim Precipitated Criminal Homicide" (1957) yang menganalisis pembunuhan lebih detil.
Barang bukti yang diambil F dari korban SM. Emas perhiasan dan uang. (FOTO: mc-restrojakbar.com)
Wolfgang kriminolog spesialis pembunuhan. Ia mantan polisi Amerika di Divisi Pembunuhan.
Menurutnya, seperti dalam bukunya, suatu pembunuhan bakal terjadi, jika memenuhi empat syarat, sebagai berikut:
1) Harus ada provokasi yang memadai. Dimulai dari topik pembicaraan antara pelaku dengan korban. Kemudian, pembicaraan mereka bertolak-belakang, atau berlawanan.
2) Harus terjadi dalam panasnya nafsu. Pembicaraan antara pelaku dengan korban yang berlawanan, jika diteruskan, kian lama kian panas. Masing-masing bernafsu menyakiti.
Panasnya nafsu (emosional) bisa dari pembicaraan antara pelaku-korban, atau pelaku sudah emosional, sebelum bertemu korban.
3) Harus ada provokasi. Bisa oleh orang lain selain pelaku-korban, atau oleh topik pembicaraan pelaku-korban. Atau adanya benda yang bisa dijadikan menyakiti orang.
4) Harus ada hubungan kausalitas antara provokasi dengan panasnya nafsu. Jika terjadi hubungan sebab-akibat antara provokasi-nafsu, itulah puncak emosi. Terjadilah pembunuhan.
Tapi, empat syarat ini tidak berlaku untuk pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP. Tidak. Ini hanya berlaku untuk pembunuhan biasa, Pasal 338 KUHP.
Karena, pembunuhan berencana sudah dirancang pelaku, dalam kondisi tenang, merancang detil pembunuhan, barulah kemudian pelaku-korban bertemu. Jadi, tidak perlu panasnya nafsu, karena nafsu sudah ada sebelum pelaku-korban bertemu.
Wolfgang merinci lebih detil tentang korban. Dibagi enam jenis korban, sesuai dengan posisinya dalam konteks pembunuhan.
1) Korban yang benar-benar tidak bersalah. Murni, pelaku mengincar korban. Atau pembunuhan oleh orang gila.
2) Koban memiliki sedikit kesalahan akibat ketidaktahuan. Jenis ini yang paling banyak. Orang tidak menyangka, ucapan dan tindakan bisa memicu pembunuhan.
3) Kesalahan korban sama dengan pelaku. Biasanya pada sesama penjahat. Berebut hasil kejahatan.
4) Korban lebih bersalah dari pelaku. Kondisi berbalik. Sebenarnya korban berniat membunuh pelaku. Kemudian kondisi berbalik.
5) Korban sendiri yang paling bersalah. Mirip dengan nomor empat.
6) Korban imajinatif. Rekayasa korban pembunuhan.
Pembunuhan di Kalideres masuk di kriteria nomor dua. Korban SM, secara otomatis membela isteri pelaku F. Karena isteri F adalah adik suami SM. Maka, SM menyalah-salahkan F dalam perceraian F dengan isteri.
Argumen SM membuat F emosional. Berkobar dalam panasnya nafsu. Sebaliknya, SM justru semakin keras menyalahkan F. Atau provokasi. Terjadi perkelahian. Berakhir pembunuhan. (*)