COWASJP.COM – Keamanan Papua pasca penangkapan Lukas Enembe oleh KPK, di silang informasi. Menko Polhukam, Mahfud MD menyatakan: Aman. Pihak Komnas HAM menyatakan, ada eskalagi kekerasan. Mana yang benar?
***
UNIKNYA, dua pernyataan kontradiktif itu dikatakan pada hari yang sama, Sabtu, 14 Januari 2023. Mahfud di Surabaya, Komnas HAM via YouTube.
Prof Mahfud mengatakan itu saat jadi narasumber acara dialog kebangsaan di Gedung Grahadi, Surabaya, Sabtu (14/1), begini:
"Aman tuh Papua. Sangat kondusif di Papua setelah Lukas Enembe ditangkap."
Isu bahwa rakyat Papua berontak jika Gubernur Papua, Lukas Enembe ditangkap, tidak terbukti. Isu tersebut disiarkan simpatisan Lukas, beberapa waktu lalu. Padahal, Lukas sudah tersangka korupsi sejak 5 September 2022.
"Dulu ditakut-takuti, kalau (Lukas) ditangkap, katanya seluruh rakyat Papua turun. Iya, ada ribuan orang simpatisan menghalangi penangkapan di rumah (Lukas). Pada hari pertama penetapan tersangka, ada sekitar 2.000-3.000 orang turun. Empat hari kemudian, tinggal seribu. Terus sampai akhirnya turun jadi 60 orang. Sampai akhirnya nol."
Pihak KPK tahu itu, melalui pantauan pembelian nasi bungkus buat penjaga Lukas. Di sekitar rumah Lukas.
Selasa, 10 Januari 2023 Lukas ditangkap KPK didukung Polri di luar rumah, saat ia dan rombongan makan siang di Restoran Sendok Garpu di Kotaraja, Jayapura, Papua.
Situasi di Papua aman.
Sebaliknya, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro di YouTube Humas Komnas HAM RI, Sabtu (14/1) mengatakan yang sebaliknya:
"Komnas HAM menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua, terutama pascapenangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe."
Komnas HAM meminta Kapolda Papua, Pangdam 17 Cenderawasih, dan pemerintah daerah Papua menciptakan situasi kondusif dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, meredam ketegangan di Papua.
Atnike: "Komnas HAM berharap TNI dan Polri dapat memberi rasa aman bagi para pengungsi untuk kembali ke rumahnya."
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro.
Komnas HAM ini lembaga resmi negara. Bukan LSM atau individu. Pernyataan Komnas HAM mewakili negara. Mengapa pengumumannya tidak disertai bukti-bukti otentik?
Sekda Papua, Ridwan Rumasukun usai menggelar rapat koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Papua kepada pers, Jumat (13.1) menyatakan, Papua aman. Roda pemerintahan berjalan baik.
Ridwan: “Pada 11 Januari 2023 saya diberi surat penugasan oleh Mendagri untuk melaksanakan tugas sebagai Plh Gubernur Papua, sambil menunggu Penjabat Gubernur yang ditunjuk pemerintah. Hari ini kami berkomunikasi membahas situasi Papua. Kondisi Papua aman."
Mungkin, yang dimaksud Komnas HAM, kerusuhan di Kabupaten Pengunungan Bintang (Pegubin) Papua. Sejak Rabu, 11 Januari 2023 sampai Jumat, 13 Januari 2023, terjadi pengungsian warga dari sana ke Jayapura.
Warga yang bukan asli Papua, khususnya dari Sulawesi dan Jawa, berbondong ke Jayapura dengan Smart Air, juga ada yang naik Pesawat Hercules. Itu tidak terkait penangkapan Lukas Enembe. Itu karena ulah kerusuhan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua, kelompok separatis yang sejak lama mengganggu keamanan Papua.
Tapi, soal KKB sudah ditangani Polri dan Kodam Cenderawasih.
Wakil Kapolda Papua, Brigjen Ramdani Hidayat kepada pers, Jumat (13/1) mengatakan:
"Situasi kini di Pegunungan Bintang aman dan terkendali. Namun terus dilakukan tindakan tegas, terukur dalam kerangka hukum dengan pelibatan institusi TNI."
Panglima Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen Muhammad Saleh Musafa kepada pers di hari yang sama, mengatakan:
"Kami sudah lakukan penguatan pasukan di Oksibil Papua. Jadi amanlah."
Nah, mengapa warga Pegubin mengungsi ke Jayapura?
Mayjen Saleh: "Itu mereka mengamankan diri, sementara. Namun kami juga selektif. Karena pesawat terbatas, yang kami prioritaskan adalah ibu-ibu dan anak-anak."
Diakui, memang ada warga Pegubin mengungsi. Pengungsian warga karena takut KKB, yang keluar dari hutan, mendekati warga.
"Tadinya KKB mendekat, sekarang sudah menjauh, sudah mulai keluar. Karena aparat TNI/Polri kita perkuat. Kita lakukan tindakan tegas."
Jadi, tak ada eskalasi kekerasan seperti diumumkan pihak Komnas HAM. Meskipun, boleh saja Komnas HAM mengumumkan begitu. Semua orang bebas bicara, sesuai Undang-undang.
Ada beberapa undang-undang mengatur kebebasan berpendapat. Orang bebas bicara. Ini bukan negara otoriter lagi, seperti era Orde Baru.
Pasal 28 UUD 1945 berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang-undang.”
Lanjut, Pasal 28E Ayat 3 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Ada lagi, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kebebasan berpendapat tertuang di Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 25.
Pasal 23 Ayat 2: "Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan, melalui media cetak maupun elektronik, dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa."
Pasal 25: "Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada lagi, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum. Isinya kurang-lebih sama dengan di atas. Undang-undang kita bertumpuk-tumpuk, meski isinya mirip saja.
Tapi, semua kebebasan bicara dan menulis, diikuti kata: "Bertanggung jawab." Jika tidak, pastinya semua orang bicara apa saja, mengumumkan apa saja. Bakal kacau negara.
Pengumuman Komnas HAM itu tidak disertai bukti-bukti. Tidak juga menyebutkan lokasi terjadinya 'eskalasi kerusuhan'. Tanpa keterangan waktu, dan siapa yang bikin rusuh?
Informasi itu bisa membingungkan masyarakat. Bisa juga menakutkan. Warga Pegubin saja mengungsi, karena takut KKB. Sebab, kondisi Papua memang rawan. Komnas HAM tidak perlu merawankan lagi. (*)