COWASJP.COM – Ombudsman RI mengadakan sidak ke kantor Samsat Kedung Cowek, Surabaya Utara, Jumat (3/2). Ada tiga temuan dalam sidak tersebut.
Pertama, belum maksimalnya pemenuhan standar pelayanan sesuai UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kedua, keterbatasan kapasitas pengelola pengaduan internal.
''Dan ketiga, pemenuhan layanan kelompok rentan yang baru sekadar memenuhi aspek formal,'' kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin.
Sidak dilaksanakan pada Jumat (3/2) pukul 09.45 hingga 10.30. Salah satu pimpinan Ombudsman RI Johanes Widijantoro memimpin sidak. Tim beranggotakan Agus Muttaqin, Triyoga Habibi Muchtar (kepala keasistenan pemeriksaan Ombudsman RI Jawa Timur), Fatih Sabilul Islam (asisten), dan Regar Febrianto Ardiansyah (calon asisten).
Saat sidak, tim bertemu dengan Kepala UPT Samsat Surabaya Utara Lilis Handayani, yang juga atlet panahan Indonesia peraih medali perak Olimpiade Seoul 1988.
Tim mengawali sidak di loket pengambilan formulir bagi wajib pajak kendaraan tahunan. ''Lokasi ini memang mendapat perhatian khusus,'' kata Agus. Sebab, lanjut dia, tahun lalu ada warga yang melaporkan adanya pungli atas akses formulir bagi wajib pajak. Mereka kerap dimintai uang Rp 20 ribu -30 ribu per formulir. Padahal, pungutan tersebut seharusnya tidak masuk setoran PNBP.
Ombudsman saat itu minta agar pengelola Samsat membenahi pemenuhan standar pelayanan, khususnya informasi tentang standar biaya. Artinya, kalau bukan PNBP dan gratis, harus ada papan informasi gratis. Selain itu, harus ada informasi tentang mekanisme/tata cara, sarpras (kanal aduan), dan admin pengelola aduan.
Dari hasil pemantauan Ombudsman di loket, sudah ada informasi tentang standar biaya. Ada tulisan gratis. Hanya, belum dilengkapi informasi tentang mekanisme/tata cara, sarpras, dan admin pengelola aduan.
Kepada Kepala UPT, Ombudsman minta agar pengelola Samsat memperbanyak papan informasi/banner tentang kanal pengaduan.
Selanjutnya, sidak berlanjut ke ruang pelayanan. Fokus pada meja pengelola aduan dan layanan disabilitas
Di meja pengelolaan aduan, tim Ombudsman menemukan fakta bahwa admin atau petugas aduan belum pernah dilatih atau mengikuti diklat penerimaan aduan. Informasi tentang kanal aduan juga hanya ada satu nomor WA. Selain itu, ketika diminta dokumen seputar aduan wajib pajak, petugas tidak bisa menunjukkan.
Menurut Agus, Ombudsman minta Samsat membenahi pengelolaan pengaduan sesuai ketentuan Keppres No 76 Tahun 2013. Harapannya, aduan wajib pajak bisa dilokalisir dan bisa diselesaikan di internal, tidak perlu mengadu ke Ombudsman, apalagi sampai memviralkan substansi aduan di media sosial.
Di bagian akhir, tim Ombudsman mendatangi loket layanan disabilitas. Tim menemukan personel yang menangani disabilitas, ternyata tidak memiliki kompetensi melayani disabilitas. Itu karena belum ada bekal penguatan kapasitas pelayanan disabilitas dari pimpinan unit kerja.
Selain itu, tim menemukan sarana-prasarana (sarpras) yang belum sesuai kebutuhan disabilitas. Misalnya, meja layanan dengan ketinggian di atas 80 cm atau relatif tidak bisa dijangkau disabilitas dengan kursi roda, rambatan yang terlalu curam, tidak ada pintu geser pada toilet disabilitas, dan temuan lainnya
''Ombudsman minta Samsat membenahi, agar sarpras-sarpras tersebut lebih ramah dan sesuai kebutuhan disabilitas,'' ujar mantan jurnalis Jawa Pos tersebut .
Pada bagian akhir, lanjut Agus, Ombudsman siap melakukan pendampingan kepada Samsat untuk mematuhi pemenuhan standar pelayanan sesuai UU No 25 Tahun 2009. Sedang soal keterbatasan personel yang membuat pengelolaan aduan dan layanan disabilitas kurang maksimal, Ombudsman menyarankan agar dilakukan analisis beban kerja (ABK) ke Bapenda Pemprov Jatim. (*)