COWASJP.COM – Ferdy Sambo dihukum mati. Berdasar hukum Indonesia, caranya ditembak regu polisi. Ini paling efektif se-dunia. Anti-gagal. Di Amerika Serikat, sebelum 1985 disetrum. Sering gagal. Ganti disuntik racun. Masih sering gagal juga.
***
GAGAL eksekusi bukan berarti batal eksekusi. Melainkan diulangi. Pastinya sangat menyakitkan bagi terpidana. Contohnya ini:
Dikutip dari Washington Post, 17 Oktober 1985, bertajuk: "Killer's Electrocution Takes 17 Minutes in Indiana Chair". Sangat memilukan.
16 Oktober 1985 tengah hari di Penjara Indiana, AS. Terpidana mati, William E. Vandiver (37 saat itu) akan dieksekusi dengan cara disetrum. Ia pembunuh ayah mertua, Paul Komyatti Sr (65) pada 1983.
Vandiver duduk terikat kaki-tangan-badan di kursi listrik. Kepalanya dicukur botak.
Pada kepala dipasangi besi semacam helm. Di sela antara logam helm dengan batok kepala, dilapisi spon basah. Ini prosedur standar di sana waktu itu. Aliran listrik nantinya menyengat melalui helm itu. Dengan lapisan spon basah, listrik cepat (langsung) menyengat sepenuhnya.
Listrik disalurkan langsung dari gardu listrik Northern Indiana Public Service Co. Berkekuatan 2.300 volt.
Sipir penjara siap-siap menarik handel, menunggu aba-aba eksekutor. Jika handel ditarik, maka listrik mengalir di helm itu. Semua manusia pasti langsung mati disetrum begitu. Kursi listrik itu sudah 72 tahun (dari saat itu) di situ. Terpidana cuma butuh meregang nyawa sekitar lima sampai sepuluh detik saja.
William E. Vandiver sudah dipasangi helm. Penontonnya (disebut saksi) 21 orang. Para pejabat wilayah, aparat hukum dan wartawan. Mereka menonton melalui dinding kaca di ruangan sebelah.
Aba-aba mulai dihitung oleh eksekutor pukul 12.02. Lalu, go.... handel ditarik.
Vandiver terpekik. Badannya menggeliat. Api memercik di kepelanya. Bertubi-tubi. Api berkilat-kilat. Badan Vandiver kejet-kejet, terus menerus. Asap memenuhi ruangan. Bau daging panggang menyebar.
Sampai lebih dari lima menit, terpidana belum mati. Vandiver histeris kesakitan. Para petugas bingung. Mereka lalu menutup gorden, sehingga penonton tidak bisa melihat kejadian itu.
Listrik dimatikan. Alat diperbaiki. Dalam beberapa menit.
Eksekusi siap diulangi lagi. Gorden dibuka lagi. Para saksi sudah meringis ngeri dengan eksekusi yang gagal tadi. Sungguh pemandangan luar biasa kejam.
Kini eksekusi ke dua. Handel listrik ditarik. Blas... Hasilnya, Vandiver kejet-kejet lagi. Tidak bisa mati.
Cepat, petugas menutup gorden lagi. Situasi para saksi panik, apalagi para petugas eksekusi.
Alat listrik diperbaiki lagi. Kali ini oleh ahlinya, yang sudah didatangkan sejak kegagalan eksekusi pertama. Gorden ternyata tidak dibuka, saat eksekusi ke tiga siap dilaksanakan.
Ternyata, eksekusi ke tiga dan empat. Juga gagal. Vandiver baru mati pada eksekusi ke lima. Reporter yang menyaksikan eksekusi itu menghitung, Vandiver menderita kesakitan selama 17 menit. Melalui lima kali sentakan listrik.
Pengacara Vandiver, Herbert Shaps protes. Katanya, itu eksekusi yang kejam. Lebih kejam daripada menyembelih sapi. Kejadian itu heboh. Diberitakan media massa di sana. Kepala Departemen Penjara minta maaf kepada publik. Mengakui, ada kesalahan manusia (human error).
Sejak itu di sebagian besar (dari 50) negara bagian di AS menerapkan hukuman mati suntik. Terpidana disuntik racun. Tapi juga sering gagal. Dari 1985 sampai 2022 ada 46 kali kegagalan eksekusi.
Terpidana tidak segera mati, gegara petugas sering kesulitan menusuk nadi terpidana. Setelah diulang beberapa kali, terpidana akhirnya mati. Tapi kematian menyakitkan.
Di Indonesia, pelaksanaan eksekusi hukuman mati diatur Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Pelaksanaan diatur dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Sebelum dieksekusi mati, terpidana wajib mengetahui mengenai rencana pelaksanaan tersebut, tiga hari sebelum pelaksanaan eksekusi.
Pelaksana, atau algojo eksekusi mati, adalah regu tembak. Dari Polda di wilayah hukum, tempat pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis. Polda membentuk regu tembak.
Regu tembak terdiri atas seorang berpangkat Bintara, dua belas orang Tamtama, dipimpin seorang Perwira.
Eksekutor adalah Jaksa Tinggi di wilayah hukum tempat pengadilan tingkat pertama. Eksekutor bertanggung jawab pelaksanaan eksekusi sampai selesai. Eksekutor yang memberi perintah kepada regu tembak.
Setiap terpidana mati punya hak permintaan terakhir. Ditujukan kepada Jaksa Agung atau Jaksa eksekutor. Itu diatur di Pasal 6 ayat (2) UU No.2/PNPS/1964.
Pelaksanaan eksekusi dirahasiakan untuk umum. Yang berhak hadir dalam eksekusi, berdasar Pasal 8 UU 2/PNPS/1964 adalah penasihat hukum terpidana. Sedangkan, terpidana berhak minta didampingi rohaniawan.
Wartawan dilarang melihat eksekusi. Biasanya, jelang pelaksanaan eksekusi pihak lembaga pemasyarakatan yang mengurung terpidana, membikin strategi untuk mengecoh wartawan. Disusun iring-iringan mobil pengecoh.
Setelah wartawan terkecoh, baru-lah iringan mobil berisi terpidana berangkat. Atau, kalu masih dikejar wartawan juga, dilakukan manuver yang sudah disiapkan.
Berdasar prosedur, regu tembak (12 Tamtama) berdiri pada jarak antara lima hingga sepuluh meter dari terpidana. Posisi terpidana berdiri, diikat pada tiang. Terpidana ditawari kain hitam penutup mata. Boleh ditolak.
Regu tembak membidik jantung terpidana dengan senapan laras panjang. Menunggu aba-aba dari eksekutor. Begitu diberi aba-aba, tembakan menyalak. Dalam 10-15 detik terpidana lunglai, mati.
Bagaimana jika tembakan luput? Atau kena badan terdakwa tapi tidak segera mati?
Berdasarkan aturan, jika itu terjadi, maka bagian komandan regu tembak bertugas. Ia jalan mendatangi terpidana. Dengan pistol komandan, nyawa terpidana diakhiri. Pada tembakan ke kepala.
Prinsipnya, semakin cepat kematian terpidana, semakin baik. Sehingga tidak menderita. Cara ditembak paling efektif se-dunia.
Dikutip dari Amnesty International, 10 Agustus 2015, bertajuk: "Death penalty: Methods of execution used around the world", eksekusi hukuman mati dengan ditembak diterapkan juga di China, Korea Utara, Arab Saudi, Somalia, Taiwan, Yaman.
Disebutkan, cara pelaksanaan eksekusi tembak mirip dengan peraturan di Indonesia. Regu tembak minimal lima orang. Senapan yang diisi peluru cuma satu.
Masing-masing regu tembak, awalnya tidak tahu, apakah senapannya terisi peluru atau tidak. Tapi mereka sniper handal, dan wajib membidik jantung terpidana.
Setelah senapan ditembakkan, masing-masing mereka akan tahu, apakah senapannya berpeluru atau tidak. Tapi, penembak yang tidak berpeluru, tidak tahu, senapan siapa yang berpeluru.
Itu bertujuan meminimalisir beban psikologis regu tembak.
Jika tembakan regu tembak meleset, maka komandan regu tembak yang menembak.
Di situ disebut, di dunia ada lima bentuk pelaksanaan eksekusi hukuman mati. Selain ditembak, juga:
2) Suntik mati. Dilaksanakan di AS, China (menerapkan dua, selain tembak), dan Vietnam.
Amnesty International menyebut, di AS eksekusi suntik mati sering gagal. Contohnya, Maret 2014, terpidana mati Dennis McGuire yang dieksekusi suntik mati di Ohio, dibaringkan di brankar, tangan-kaki-badan terikat. Lalu disuntik racun.
Ternyata McGuire tidak segera mati. Ia kelojotan meronta-ronta. Mungkin suntikan tidak kena nadi. Ia disuntik lagi, dan lagi. Dalam kepanikan petugas.
McGuire mati dalam 26 menit sejak awal disuntik. Posisi kematian Mc Guire, mata terbuka melotot, mulut menganga. Itu disebut kegagalan eksekusi.
3) Disetrum. Meskipun sebagian dari 50 negara bagian di AS sudah tidak menerapkan cara ini sejak kasus William E. Vandiver, tapi sebagian negara bagian masih menerapkan ini.
Disebutkan, pada 1990, terpidana mati Jesse Joseph Tafero menderita tiga sentakan listrik, sampai ia berhenti bernapas. Jika dibanding William E. Vandiver, Tafero masih mending. Vandiver sampai lima kali sentakan listrik.
Lagi-lagi, pihak pemerintah AS menyatakan, eksekusi yang gagal sebagai "kesalahan manusia yang tidak disengaja".
4) Digantung. Diterapkan di: Afghanistan, Bangladesh, Botswana, India, Iran, Irak, Jepang, Kuwait, Malaysia, Nigeria, Otoritas Palestina (otoritas Hamas, Gaza), Sudan Selatan, Sudan.
Di beberapa negara, terpidana ditimbang badan dulu, sehari sebelum eksekusi. Fungsinya menentukan waktu 'penurunan' badan terpidana, untuk memastikan kematian yang cepat. Orang berbobot ringan, lebih lama matinya dibanding berbobot berat.
Beberapa negara, seperti Iran, menggunakan derek untuk menggantung orang yang dihukum di depan umum .
5) Dipenggal. Dilaksanakan di Arab Saudi. Dilakukan di depan umum menggunakan pedang. Biasanya di alun-alun kota atau di dekat penjara. Terhukum, yang matanya ditutup, diborgol dan sering diberi obat penenang, biasanya memakai pakaian putih, sama seperti algojo.
Pelaksanaan hukuman mati terbuka dan tertutup, tergantung kebijakan negara. Terbuka bertujuan ditonton warga. Bisa menimbulkan efek jera. Tertutup, karena negara menganggap eksekusi mati terlalu mengerikan warga.
Sambo sudah divonis hukuman mati di pengadilan tingkat pertama. Berdasar hukum, ia punya kesempatan 14 hari untuk menyatakan naik banding.
Jika hasil pengadilan banding juga belum memuaskan terpidana, maka terpidana bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah putusan Mahkamah Agung pun, masih ada kesempatan PK (Peninjauan Kembali) jika ditemukan novum.
Seumpama hasil pengadilan kasasi belum juga memuaskan terpidana, masih ada satu langkah terakhir: Minta grasi ke Presiden RI. Jalan hukum masih panjang buat Sambo. (*)