COWASJP.COM – Transaksi mencurigakan, trending topic. Lajunya ekstra cepat. Dari harta Rafael Alun (ayah Mario, tersangka aniaya David) Rp 56,1 miliar, naik jadi setengah triliun rupiah. Kini, di luar kasus itu, Menko Polhukam, Mahfud Md terima laporan Rp 300 triliun.
***
KRIWIKAN dadi grojogan, dalam Bahasa Jawa. Aliran air kecil, gemercik. Berubah jadi air terjun, gemerojok. Bermula dari asmara remaja Mario-Agnes, menimbulkan penganiayaan berat Mario terhadap David, jadi meluas ke problem utama Indonesia: Korupsi.
Dugaan korupsi Rafael masih diusut KPK. Masih rumit. Yang menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan kepada pers, Selasa (7/3) mengatakan: “Bakal makan waktu lama. Sampai gue pensiun, pun jangan-jangan belum terungkap.” Saking rumitnya.
Mendadak, muncul laporan baru, di luar kasus Rafael. Bahwa Prof Mahfud terima laporan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun. Di tempat kerja Rafael juga, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, dan Bea Cukai.
Mahfud kepada pers saat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogya, Rabu (8/3) mengatakan:
"Saya sudah dapat laporan pagi tadi, terbaru, malah ada pergerakan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai."
Dilanjut: "Kemarin ada 69 orang dengan nilai hanya enggak sampai triliunan, hanya ratusan miliar (transaksi mencurigakan Rafael, setengah triliun rupiah). Sekarang, hari ini, sudah ditemukan lagi kira-kira Rp 300 triliun. Itu harus dilacak. Saya sudah sampaikan ke Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan). PPATK juga sudah menyampaikan.”
Sehari kemudian, Kamis, 9 Maret 2023, Mahfud mempertegas pernyataannya di YouTube resmi Kemenko Polhukam, begini:
"Rp 300 triliun itu sejak tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih. Taruhlah 168 laporan sejak itu. Itu tidak ada kemajuan informasi. Sesudah diakumulasikan, semua melibatkan 460 orang (terduga koruptor) lebih ke kementerian itu yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun.”
Stop di sini. Akumulasi transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Oleh 460 orang terduga koruptor. Jika dikalkulasi, terduga koruptor melakukan transaksi mencurigakan (tepatnya terduga mencuri uang negara) rata-rata meraup Rp 652 miliar per terduga koruptor. Seumpama uang itu dibelikan rumah kelas menengah bawah, di perumahan klaster di Jabodetabek seharga Rp 2 miliar, dapat 326 rumah. Ya, lumayan.
Dilanjut: "Tapi sejak 2009, karena laporan tidak di-update, tidak diberi informasi respons. Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus, kayak yang Rafael. Rafael itu jadi kasus, lalu dibuka, lho ini sudah dilaporkan dulu kok didiemin. Baru sekarang diungkap. Dulu Angin Prayitno, sama, ndak ada yang tahu sampai ratusan miliar, diungkap KPK baru dibuka,"
Sementara, transaksi mencurigakan rekening Rafael, eks Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Jakarta Selatan, yang Rp 500 miliar, sedang ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Iya, sedang diselidik KPK,” ujar Mahfud.
Pernyataan Mahfud selalu dahsyat. Tajam menukik. Membela rakyat. Asli. Belum ada pejabat tinggi Indonesia tukang kompor seperti Prof Mahfud. Komporannya berkobar-kobar. Menakutkan para pelanggar keadilan.
Pernyataannya kali ini, segera ditanggapi dua lembaga di bawah Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Inspektur Jenderal Kemenkeu, Awan Nurmawan Nuh, langsung, jumpa pers, Rabu (8/3), mengatakan:
"Memang, sampai saat ini kami belum tahu itu (pernyataan Prof Mahfud), khususnya Inspektorat Jenderal ya, belum tahu. Tapi kami belum menerima informasi yang seperti apa. Nanti akan kami cek. Memang masalah ini sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti akan kami cek."
Sementara, Dirjen Bea Cukai, Askolani juga belum tahu informasi transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu. Askolasi mengatakan, begini:
"Tentunya infonya basisnya adalah dari PPATK. Dari hal itu perlu koordinasi. Tentunya info itu kan belum diterima oleh Pak Irjen (Awan Nurmawan) sehingga masih nanti Pak Irjen akan komunikasi dengan Pak Menko Polhukam."
Intinya belum tahu. Dua lembaga yang disorot ini, para petingginya belum tahu soal Rp 300 triliun. Karena laporan masyarakat pastinya ditujukan ke pejabat yang terkenal proaktif menanggapi laporan rakyat: Prof Mahfud Md. Mungkin, orang mengira, percuma lapor-lapor ke lembaganya langsung, karena pasti didiamkan. Budaya jelek kita.
Semua mengerucut, tanggung jawab Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Belum lagi, laporan Bursok Anthony Marlon, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, mendadak menjadi buah bibir, mendesak Sri Mulyani mundur dari jabatan menteri.
Karena, kata Bursok, ia sudah melaporkan penyimpangan (tepatnya pencurian) keuangan negara sejak 2019, tidak ditanggapi Sri Mulyani. Bahkan, Bursok mengaku sudah menolak suap Rp 25 miliar dari pencurinya. Ditolak mentah-mentah.
Cuma, yang meragukan, LHKPN Bursok 2021 harta Rp 860 juta. Utangnya Rp 1,8 miliar. Minus hampir Rp 1 miliar. Unik. Walaupun, ia mengatakan: Tidak takut dipecat dari jabatannya. Gambling. Demi menyelamatkan uang negara.
Bisa dibayangkan, betapa pusing Sri Mulyani sekarang. Masak dia tenang saja? Gak mungkin. Ratusan juta mata rakyat Indonesia tertuju pada Sri Mulyani. Berharap ada penyelesaian cepat. Rp 300 triliun itu benar atau tidak?
Sri Mulyani tokoh hebat internasional. Dia Menteri Keuangan terbaik Asia tahun 2006 versi Emerging Markets, 18 September 2006, dinyatakan di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Dia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008.
Sri Mulyani Direktur Pelaksana World Bank, 5 Mei 2010 sampai 27 Juli 2016 saat dia diminta pulang oleh Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi Menteri Keuangan RI. Dia tinggalkan jabatan tinggi di World Bank.
Sangat jarang wanita Indonesia sehebat Sri Mulyani. Kini, berawal dari cinta monyet Mario-Agnes, dia terima laporan dugaan penyimpangan uang negara akibat perilaku bawahan, secara bertubi-tubi. Yang, petinggi KPK Pahala Nainggolan, pun mengakui perkaranya rumit. Suatu tantangan berat buat Sri Mulyani.
Ratusan juta rakyat Indonesia paham, Sri Mulyani sudah berkorban diri buat kemajuan Indonesia. Sangat jelas. Dia meninggalkan jabatan top di World Bank, bahkan dia digandoli (sangat disesalkan dia resign) oleh pimpinan World Bank. Tapi, Sri Mulyani tak peduli sesal para petinggi World Bank itu. Dia tegas. Pilih kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Yang terlalu rusak ini. Oleh ratusan, mungkin ribuan, mungkin puluhan ribu koruptor.
Mampukah Sri Mulyani, kelahiran Bandar Lampung itu, melawan ribuan koruptor Indonesia? Kuatkah dia?
Mahfud Md: "Menumpuk sebanyak itu, karena bukan Sri Mulyani. Itu sudah ganti menteri empat kali kalau dari 2009. Enggak bergerak, dan Keirjenan baru memberi laporan kalau dipanggil, kali… sehingga: 'Pak, Bu, itu hanya kecil-kecil, ndak ada masalah. Ternyata, kalau mau dianggap ada masalah, sekarang-lah ada masalah.”
Dilanjut: "Saya kira, kita harus membantu Bu Sri Mulyani sedang menyelesaikan itu dan kita tak bisa menyembunyikan apa pun kepada masyarakat sekarang ini, tidak tahu dari saya, tahu dari orang lain. 'Pak, kok ada data baru Rp 500 M, si Rafael, lalu yang satunya, Pak, ada yang Rp 300 triliun? Sudah tahu semua, kita tak boleh berbohong.”
Semua laporan itu, termasuk penyelidikan Rafael, terkait satu: Pencucian uang. Kalau uang dicuci, maka hanya ada empat penyebab:
1) Korupsi.
2) Hasil narkoba.
3) Dana teroris.
4) Hasil human trafficking. Sedangkan, di kasus ini: Dugaan korupsi.
Dikutip dari International Monetary Fund, bertajuk: "Anti-Money Laundering/Combating the Financing of Terrorism - Topics", disebutkan rincian pencucian uang. Ringkasnya begini:
Tindak pidana seperti perdagangan narkoba, penyelundupan, perdagangan manusia, korupsi, menghasilkan keuntungan yang besar bagi pelaku individu atau kelompok. Mereka penjahat keuangan.
Namun, jika penjahatnya menggunakan dana dari sumber-sumber terlarang tersebut, mereka menarik perhatian pihak berwenang. Gampang ditangkap polisi.
Maka, para penjahat itu bersilat uang, melancarkan jurus-jurus keuangan, untuk mengelabui aparat hukum. Supaya mereka bebas menggunakan uang hasil kejahatan itu. Seolah-olah, itu uang yang didapat secara legal. Bukan hasil kejahatan.
Jurus-jurus silat mengelabui aparat hukum, banyak. Bervariasi. Bisa kombinasi. Memanfaatkan celah hukum. Intinya, rumit dilacak. Sehingga penjahatnya bebas merdeka.
Kini pertanyaannya satu: Apakah kehebohan transaksi Rafael dan transaksi Rp 300 triliun ini bisa diungkap?
Seumpama bisa, hebat luar biasa. Seandainya tidak, tetap luar biasa, asal dijabarkan terbuka deskripsi persoalannya.
Paling tidak menarik adalah, kalau semua ini tanpa tindak lanjut. Mengendap jadi arsip. Lenyap ditelan waktu. Lalu sepi lagi. (*)