COWASJP.COM – Isu Rp 349 triliun dijelaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Rapat Komisi XI DPR, Senin (27/3). Dengan enteng. Tanpa kata ‘transaksi mencurigakan’. Melainkan, itu isi surat Kepala PPATK kepada Menkeu.
***
TAK sepadan antara kehebohannya dengan penjelasan Sri Mulyani yang datar, enteng. Padahal, publik menduga angka itu adalah akumulasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kalau TPPU sangat mungkin hasil korupsi.
Ternyata cuma segitu saja. Isunya ndlosor. Jatuh tersungkur.
Malah, Sri Mulyani menyebut surat PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) itu di luar pakem. Atau tidak biasanya. Dikatakan Sri Mulyani, begini:
"Ini juga baru pertama kali PPATK menyampaikan sebuah kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan. Biasanya surat-surat antara Kemenkeu dengan PPATK kalau ada penyelidikan. Tidak pernah (PPATK) melakukan suatu kompilasi keseluruhan seperti ini. Apalagi dari tahun 2009 hingga 2023. Jadi, ini agak di luar pakem memang.”
Sri Mulyani malah cerita kronologi kehebohan Rp 349 triliun. Dari awal. Ternyata lebih dulu publikasi dibanding surat PPATK ke Kemenkeu. Dikatakan begini:
"Rabu, 8 Maret 2023 Pak Mahfud (Menko Polhukam merangkap Ketua Komite Nasional TPPU) menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media massa. Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana) tidak ada surat tanggal 8 Maret ke Kementerian Keuangan.”
Dilanjut: "Kamis, 9 Maret 2023, PPATK baru mengirim surat nomornya SR/2748/AT.01.01/III/2023 surat itu tertanggal 7 Maret 2023. Tapi baru kami terima by hand tanggal 9. Namun surat ini berisi 36 halaman lampiran mengenai surat-surat PPATK ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan periode 2009-2023. Ada 196 surat di dalam 36 halaman lampiran. Di situ tidak ada data mengenai nilai uang. Jadi, hanya surat ini kami pernah kirim tanggal sekian nomor sekian dengan nama orang-orang yang tercantum di dalam surat tersebut atau yang disebutkan diselidiki oleh PPATK atau yang dicantumkan PPATK.”
Lantas, Sri Mulyani meminta Ivan mengirimkan surat yang berisi angka. Namun, keburu Mahfud menyambangi Sri Mulyani di Kemenkeu. Sedangkan, Sri Mulyani belum menerima surat yang diminta.
"Sabtu, 11 Maret 2023 Pak Mahfud datang ke kantor kami untuk menjelaskan transaksi Rp 300 triliun. Bukan transaksi di Kementerian Keuangan. Tapi kami belum menerima suratnya jadi saya juga belum bisa komentar.”
Senin, 13 Maret 2023 Sri Mulyani menerima surat dari PPATK. Berisi lampiran 43 halaman. Memuat 300 surat dengan total nilai Rp 349 triliun, bukan Rp 300 triliun seperti sebelumnya.
Terus, Sri Mulyani memilah-milah 300 surat itu. Jadi tiga kelompok. Yaitu 100 surat, 135 surat, dan 65 surat.
1) Kelompok 100 surat, nilai transaksi Rp 74 triliun dari periode 2009-2023 yang ditujukan PPATK ke aparat penegak hukum.
2) Kelompok 65 surat, nilai transaksi Rp 253 triliun. Isinya transaksi debit/kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang disebut Sri Mulyani tidak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu. Di antara 65 surat itu ada satu surat paling menonjol, karena angkanya paling tinggi, Rp 189 triliun.
3) Kelompok 135 surat, nilai Rp 22 triliun. Isinya transaksi-transaksi yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.
Sri Mulyani: "Yang benar-benar berhubungan dengan kami, ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun. Dari Rp 22 triliun ini, Rp 18,7 triliun menyangkut transaksi korporasi yang tidak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu. Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu Rp 3,3 triliun, ini 2009-2023. Itu seluruh transaksi debit kredit. Termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah. Total Rp 3,3 triliun dari 2009-2023.”
Selesai. Sri Mulyani tidak menyebut ‘transaksi mencurigakan’ Atau, seperti tidak ada yang salah dalam transaksi tersebut. Transaksi legal.
Malah, pembahasan rapat belok ke soal Sri Mulyani naik mobil Alphard, masuk ke Apron Bandara Soekarno-Hatta, akhir pekan lalu. Anggota DPR tanya soal ‘Alphard’ yang viral itu.
Ternyata penumpang Alphard memang Sri Mulyani. Tapi bukan problem. Sri Mulyani bilang begini:
"Udah dijelasin ya ke Angkasa Pura. Pertama, itu adalah protokol yang diberikan kepada saya. Kalau saya di Cengkareng (Bandara Soekarno-Hatta) itu biasanya memang sengaja ke kantor Bea Cukai (di bawah Kemenkeu) untuk sekaligus menanyakan anak buah: Hari ini bagaimana?"
Dilanjut: "Sebagai pimpinan, saya ada kantor di sana. Untuk bisa berkomunikasi, berdiskusi dengan mereka (petugas Bea Cukai). Sehingga kalau saya masuk bandara, tetap mengikuti protokol bandara. Gitu ya.”
Selesai. Gak ada masalah. Bahkan, di rapat itu Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Mekeng bicara membela Sri Mulyani. Begini:
"Sampai-sampai ibu (Sri Mulyani) naik Alphard aja disorot, Yang naik Alphard kayak ibu, bukan hanya ibu. Seluruh menteri, seluruh pengusaha, banyak saya lihat, Bu. Turun dari pesawat langsung nyelonong ke bawah, saya lihat di bawah ditunggu. Cuma sekarang karena ibu diserang, apapun yang ibu lakukan pasti disorot (gegara kasus eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun, bersumber dari anak Rafael, Mario menganiaya David).”
Nah, isu Rp 349 triliun semakin redup. Bagai lampu kelap-kelip. Jauh. Seolah, rapat itu jadi anti-klimaks Rp 349 triliun. Apakah memang tidak ada masalah?
Jawabnya, belum tentu. Sebab, masih ada Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana selaku pembuka persoalan. Malah, Ivan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 27 Maret 2023.
Usai Ivan bertemu Presiden Jokowi, langsung Ivan ditanya wartawan. Tapi ia tak menjawab isi pembicaraan dengan Jokowi. Ia mengatakan pendek: “Saya dapat arahan dari beliau.”
Kini tergantung pada Ivan. Benarkah Rp 349 triliun itu mencurigakan? Atau, lenyap ditiup angin? (*)