COWASJP.COM – Rumah eks Ketua Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus, 58, dirampok, Selasa (28/3) sore. Tersangka Aditya (35) masuk rumah dengan gampang. Jaja dan puterinya, Rahma Dwi Utami, 22, luka parah dihajar clurit. Kasus ini pelajaran menarik buat publik.
***
KAPOLRESTA Bandung, Kombes Kusworo Wibowo kepada pers, Rabu (29/3) menjelaskan, pelaku Aditya ditangkap dalam 10 jam sejak perampokan. “Tersangka langsung kami tahan,” ujarnya.
Tersangka Aditya, sales pabrik roti di Bandung. Sudah beristeri, punya satu anak. Ia mencuri uang setoran roti Rp 8 juta. Sehingga ia didesak bos agar mengganti uang perusahaan.
Untuk memenuhi itu, Aditya mencuri HP milik keponakannya. Digadaikan laku Rp 3,5 juta. Uangnya diserahkan ke bos roti. Masih kurang. Didesak bos lagi. Maka, ia stres menutup ‘lubang’.
Kombes Kusworo berdasarkan interogasi tersangka, didapat kronologi kejadian, begini:
Selasa, 28 Maret 2023 pukul 11.00 WIB. Aditya dengan motornya mengitari perumahan Kompleks Griya Bandung Asri (GBA) 2, Kecamatan Bojongsoang, Bandung. Ia berbekal clurit, niat cari mangsa, akan merampok. Untuk menutup lubang utang.
Setelah putar-putar empat setengah jam, pukul 15.30 WIB motornya berpapasan dengan mobil dikendarai Jaja sendirian. Aditya sangat tertarik pada calon mangsa ini.
Kombes Kusworo: “Pengakuan tersangka, ia menilai, pengemudi mobil itu berduit dan usia calon mangsa cocok sebagai target. Maka, tersangka putar balik, mengikuti mobil calon korban.”
Jaja tidak merasa diikuti. Tiba di rumahnya, GBA 2 Blok F, dua lantai. Jaja masuk. Parkir mobil di garasi, lalu masuk rumah. Mungkin pintu pagar tidak dikunci. Karena, Aditya bisa langsung masuk rumah itu juga. Membawa clurit.
Aditya mengendap, masuk sebuah kamar. Berpapasan dengan Rahma yang sangat kaget, sehingga menjerit. Aditya memberi kode ke Rahma agar diam. Tapi Rahma ketakutan, menjerit. Maka, clurit digunakan Aditya.
Rahma dibacok, tapi ditangkis, kena tangan. Rahma tambah histeris. Aditya membacok lagi kena kepala dan leher. Jeritan Rahma pun pecah.
Seketika, Jaja turun tangga dari lantai dua. Jaja melihat puterinya berdarah-darah, ia maju. Berhadapan langsung dengan perampok. Tak ayal, Jaja dibabat juga. Tapi ditangkis, kena tangan.
Aditya semakin kalap, membacok Jaja lagi. Cras… cras… Kena kepala dan leher. Darah berhamburan ke lantai.
Di saat tragis itu, isteri Jaja turun dari tangga. Melihat darah berserakan. Dia berteriak sekuat tenaga.
Aditya langsung lari ke pintu keluar. Mengambil motornya, tergopoh-gopoh starter motor.
Tetangga sudah berdatangan. Melihat Aditya. Tapi warga takut, menjauh, karena diancam clurit Aditya. Akhirnya Aditya kabur, tanpa hasil rampokan.
Tim polisi tiba di TKP, setelah ditelepon warga. Polisi melakukan evaluasi TKP. Minta keterangan korban dan para saksi. Memeriksa rekaman CCTV di sekitar rumah korban. Tampak profil Aditya dan plat nomor motor. Segera polisi memburu.
Kusworo: "Kami mendatangi rumah yang kami duga alamat pelaku. Ternyata motor tersangka di situ. Sedang dipakai adik iparnya. Ada juga isteri pelaku.”
Dari keterangan isteri Aditya, bahwa Aditya pulang pukul 17.00 WIB dengan baju penuh darah. Lalu ganti pakaian, dan keluar lagi.
Polisi menyita baju berdarah itu. Segera dicocokkan dengan darah para korban. Hasilnya: Identik. Aditya diburu keras, dan ditangkap di pabrik roti, tempat kerjanya, malam itu juga. Para korban masih dirawat di rumah sakit.
Dari kronologi itu, publik mempelajari banyak hal. Terutama, pola perampokan. Bagaimana suatu perampokan bisa terjadi? Bagaimana perampok memilih mangsa? Apa yang mesti dilakukan, jika terpaksa jadi korban rampok?
Duo kriminolog Belanda, Prof Dr Wim Bernasco dan Prof Paul Nieuwbeerta dalam karya riset mereka bertajuk: “How Do Residential Burglars Select Target Areas? A New Approach to the Analysis of Criminal Location Choice” (dipublikasi di British Journal of Criminology, 2005) dijelaskan, pola perampokan dalam perspektif pelaku.
Mereka melakukan riset di Den Haag, Belanda pada 2005. Menghasilkan teori kriminologi. Dinamakan: Teori Bernasco dan Nieuwbeerta, disingkat B&N. Teori ini banyak dibahas para kriminolog generasi selanjutnya, pasca 2005.
Teori B&N berisi tujuh hipotesis. Menjabarkan detil pola pikir perampok. Sejak jauh sebelum perampokan sampai cara pelaku melarikan diri. Tapi, jika diringkas, intinya perampok mempertimbangkan tiga hal, sebelum merampok. Begini:
1) Hadiah. Pikiran pertama perampok, sebelum merampok, adalah perkiraan nilai hasil rampokan. Harus cukup besar, dalam penilaian perampok.
Tentunya prediksi nilai hasil rampokan bersifat relatif. Baik secara individu maupun kondisi masyarakat di tempat perampokan. Perampok di negara Belanda dibanding di negara berkembang seperti Indonesia, juga beda. Intinya, perampok menganggap nilainya harus signifikan.
2) Perjuangan. Perampok berpikir, hadiah sebesar-besarnya dengan perjuangan sekecil-kecilnya.
Di sini perampok memperhitungkan banyak hal. Antara lain, kohesi lingkungan (ikatan sosial) di sekitar rumah yang akan dirampok. Jika kohesi lingkungan sangat kuat, perampok ogah beroperasi di situ. Contoh kohesi lingkungan kuat, misal, di lingkungan padat penduduk. Saling kenal antar warga. Apalagi, jika ada semacam siskamling, perampok menghindari wilayah itu.
Juga, perhitungan kekuatan target. Jika calon mangsa kelihatan punya fisik kuat, perampok malas mendekati.
Perampok berusaha menghindari wanita. Lebih memilih target pria. Sebab, secara kodrati, wanita gampang berteriak. Meskipun tenaga lebih lemah dibanding pria.
3) Deteksi rendah. Perampok mempelajari sekitar area rumah target.
Misal, adanya CCTV, tempat berkumpulnya orang, dan pos penjagaan satpam. Ini adalah jenis area deteksi tinggi. Perampok ogah main ke situ.
Mereka pilih lingkungan target yang tidak ada hal-hal di atas. Yang paling mereka takutkan adalah kerumunan orang di sekitar lokasi.
Meskipun Teori B&N hasil riset di Belanda, tapi rincian teorinya bersifat universal. Bisa diterapkan di negara-negara berkembang. Buktinya, banyak dipakai kriminolog generasi sesudah teori tersebut lahir.
Dikaitkan dengan perampokan rumah eks Ketua Komisi Yudisial, tampak pada hasil interogasi polisi terhadap tersangka. Dituturkan Kapolresta Bandung di atas.
Bahwa, tersangka Aditya menilai Jaja cukup berduit (teori B&N nomor satu). Juga tersangka menilai Jaja (usia 58) tidak kuat (teori B&N nomor dua). Masuk dalam analisis B&N.
Aditya meleset di teori B&N nomor tiga. Terbukti, polisi sangat terbantu oleh rekaman kamera CCTV. Di situ profil motor terlacak polisi.
Bisa jadi, tersangka tidak memperhatikan CCTV di sekitar area target. Atau, ia terlalu puyeng butuh duit segera. Dan sudah lelah muter-muter empat setengah jam. Sehingga ia memaksakan target.
Polisi menerapkan Pasal 365 KUHP. Pencurian dengan kekerasan. Atau perampokan. Sebab, ia datang ke TKP sudah bersenjata clurit. Ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
Polisi melapisi Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951. Ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Baik kondisi korban maupun tersangka, sama-sama bisa diambil pelajaran oleh publik. Semoga manfaat. (*)