COWASJP.COM – Tragedi cinta teronggok di kolong Tol Cibitung-Cilincing, Jakarta Utara. Berbentuk mayat wanita dalam karung inisial T, 43. Diduga dibunuh Willy Aritonang, 54, karena T mendesak minta dinikahi sedangkan Willy punya isteri. Willy kini ditahan polisi.
***
PEMBUNUHAN T diungkap Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Titus Yudho Ully kepada pers, Senin (29/5) begini:
"Korban T menuntut dinikahi tersangka Volly WA (Willy). Namun tersangka sudah beristri. Karena panik dan takut diketahui istrinya, tersangka membekap korban dengan selimut sampai meninggal. Lalu mayatnya dibuang di kolong tol itu."
Kasus ini diawali penemuan mayat dalam karung. Teronggok di kolong Jalan Tol Cibitung-Cilincing. Tepatnya di Sektor 4 tol, kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu, 27 Mei 2023 pagi. Ditemukan pemulung, kemudian warga berkerumun.
Polisi lalu melakukan olah TKP. Sorenya, jenazah dikirim ke RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Diperiksa, ada KTP, sehingga identitas korban langsung diketahui. Hasil otopsi, itu korban pembunuhan dengan cara dicekik.
Polisi menyelidiki. Identitas T tidak diumumkan. Tapi, dia pengangguran.
Polda Metro Jaya mengerahkan tim gabungan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakut. Tim dipimpin tiga orang: AKBP Titus Yudho Ully, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, AKBP Iverson Manossoh dan Kanit 2 Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Maulana Mukarom.
Akhirnya Willy ditangkap polisi di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dalam pemeriksaan awal, Willy mengakui membunuh T. alasannya, itu tadi. Ia didesak T minta dinikahi. Willy menolak, karena punya isteri. Terjadi cekcok.
Willy membekap T dengan selimut sampai mati. Setelah T mati, Willy mengontak adiknya, M Furqon, 52, untuk membuang mayat. Forqon dijanjikan Willy, diberi HP milik korban. Furqon mau. Lalu mereka membuang mayat di kolong tol itu.
AKBP Yudho: “Hasil pemeriksaan, korban disetubuhi pelaku sebelum dibunuh. Hasil itu cocok dengan pengakuan tersangka kepada penyidik.”
Kakak-adik, Willy-Furqon kini ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka pembunuhan. Motif pembunuhan, Willy takut pada isteri jika menikahi T, selingkuhannya itu. Ia lebih berani membunuh T daripada perselingkuhan itu diketahui isterinya.
Kasus beginian sangat banyak. Sebagian berakhir dengan pembunuhan. Korban secara tidak sengaja menempatkan diri pada posisi bahaya. Walaupun hampir semua wanita dewasa paham risiko berselingkuh dengan pria beristeri. Tapi, kalau sudah cinta, apa mau dikata.
Victoria Griffin dalam bukunya bertajuk: “The Mistress, Histories, Myths and Interpretations of the 'Other Woman'' (1999) menuliskan, tragedi semacam itu sangat sering terjadi karena beda perspektif antara pria dan wanita sebagai pelaku perselingkuhan.
Wanita mempersepsikan berselingkuh dengan pria beristeri karena terlanjur cinta. Sebaliknya, persepsi pria beristeri sejak awal hubungan itu sudah menganggap, bahwa itu hubungan seks singkat. Motif petualangan seks. Tidak akan berubah sampai akhir hubungan. Karena umumnya si pria tidak pernah berani menceraikan isteri.
Griffin: “Model hubungan begini sudah dikenal sejak orator ulung Yunani, Demosthenes, dengan selingkuhannya, Neaira, si budak belian yang cantik pada abad ke-4 sebelum Masehi.”
Hubungan Demosthenes dengan Neaira melahirkan seorang anak laki. Neaira berjuang agar anaknya itu diakui sebagai warga negara Yunani. Tapi tak pernah berhasil. Bahkan jadi tragedi di Yunani.
Demosthenes tidak membantu perjuangan Neaira itu, karena kebutuhannya pada Neaira hanya seks semata.
Sejak itu, bahkan hingga kini (sudah 2.400 tahun-an) perselingkuhan model begitu, dideskripsikan sebagai kesimpulan buku Griffin itu. Pria ingin seks, wanita ingin dinikahi untuk melanjutkan keturunan. Perbedaan persepsi ini menimbulkan aneka problem, antara lain, paling ekstrem, pembunuhan.
Demosthenes menuliskan kisah itu di pidatonya, dalam sudut pandang pria: “Kami memiliki (wanita selingkuhan itu). Bukan: ‘Ada Wanita’, tapi Itu Kami Punya.”
Griffin, penulis masalah kewanitaan dari Negara Bagian Tennessee, Amerika Serikat, mendeskripsikan begini: Wanita simpanan harus dinikmati (oleh pria), selir harus melayani (raja), isteri harus melahirkan keturunan yang sah.
Itulah pembagian peran wanita yang disimpulkan sosiolog hingga kini. Griffin menulis, wanita simpanan atau selingkuhan, punya posisi lebih baik daripada selir. Karena, selingkuhan lebih dimanjakan oleh pria dibandingkan posisi selir.
Tapi, posisi paling tinggi adalah isteri, yang bagi pria ditempatkan sebagai peran pelanjut keturunan.
Griffin: “Jadi, pertanyaannya adalah: Apakah semua wanita secara alami termasuk dalam kategori ini? Atau apakah mereka ditempatkan di sana hanya oleh pria?”
Itulah sejarah patriarki. Meskipun Griffin tidak menyimpukan begitu. Dia menyatakan: Selalu sulit ketika mempertimbangkan sikap dalam masyarakat patriarkal untuk mencari tahu, mana yang lahir lebih dulu, apakah sikap pria tentang posisi wanita tersebut di atas, atau patriarki sudah ada sebelum itu?
Griffin: “Seseorang hanya bisa melihat kehidupan dan perannya dari dalam sistem yang berlaku. Sistem itu adalah sistem di mana laki-laki memegang kendali dan telah ada selama berabad-abad, sejak ribuan tahun, dan telah diperdebatkan bahwa salah satu cara mereka mempertahankan kendali adalah dengan ‘memecah' perempuan, sehingga perempuan menjadi kurang utuh. Dan karena itu tidak pernah sama dengan laki-laki.”
Penggambaran Griffin mengambil contoh ribuan tahun silam. Terlalu jauh. Apakah zaman tidak berubah? Tapi di abad ke-20 ada novel karya diktator Italia, Benito Mussolini berjudul: “The Cardinal's Mistress” (1929) juga menggambarkan hal sama dengan pendapat Griffin. Bahkan, Griffin juga mengutip sebagian dari The Cardinal's Mistress.
Novel itu ditulis Mussolini ketika ia masih usia 20-an, jauh sebelum jadi diktator.
Berkisah tentang seorang tokoh sejarah, Emanuel Madruzzo, Kardinal Trent pada masa pemerintahan kepausan Alexander VII (1655-1667). Emanuel Madruzzo punya gundik yang cantik bernama Claudia Particella.
Mussolini muda adalah penulis di Koran Popolo. Saat itulah ia banyak menulis novel dan sejarah. Walaupun banyak kritikus sastra Eropa menilai, tulisan Mussolini jelek untuk setiap novelnya. Karena tokoh-tokoh dalam cerita tidak digambarkan dalam karakter yang konsisten.
Perselingkuhan Kardinal Emanuel Madruzzo dengan Claudia Particella digambarkan berakhir dengan tidak bahagia, bagi Claudia Particella. Karena, sang Kardinal cuma memanfaatkan Claudia Particella untuk memenuhi hasrat seks belaka.
Griffin menyebut novel The Cardinal's Mistress sebagai periodisasi pembagian posisi perempuan sejak zaman sebelum Masehi sampai abad ke-20, yang tidak berkembang. Perempuan tetap pada posisi rendah, jika dia jadi gundik atau selingkuhan.
Persoalannya, sampai sekarang pun cerita abadi itu tetap ada dalam kehidupan nyata. Antara lain, terjadi pada Willy dan selingkuhannya, T. Para pelaku itu, tanpa belajar sejarah pun, mereka tetap masuk dalam teori klasifikasi perempuan karya Griffin.
Tapi, kesalahan T dalam mendesak minta dinikahi, bukan pembenar buat Willy untuk membunuh. Ia akan tetap dihukum sebagai pembunuh. Justru, ia sudah menyakiti T dua kali: Menjerat T dalam cinta terlarang. Lalu membunuh dia.
Dari kronologi ini pastinya jadi pelajaran buat perempuan. Meskipun pelajaran begini sudah banyak, dan tetap saja perempuan mau jadi simpanan. (*)