COWASJP.COM – Baru ini, ada orang dipenjara, disyukuri tetangga dengan menggelar tasyakuran. Adalah Masriah, 56, dihukum sebulan penjara. Karena selama enam tahun, hampir setiap hari, dia melempari rumah tetangga, Wiwik, dengan tinja dan air kencing.
***
ACARA tasyakuran (bersyukur kepada Allah) disebut juga tumpengan, digelar warga Desa Jogosatru, Sukodono, Sidoarjo, Jatim, Sabtu, 3 Juni 2023 malam. Dihadiri puluhan orang. Artinya, warga gembira setelah Masriah dihukum.
Vonis dijatuhkan Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu, 31 Mei 2023. Terdakwa Masriah terbukti melanggar Perda nomor 10 tahun 2013 pasal 8 ayat 1 C dan F tentang ketertiban umum. Masriah langsung dikirim ke LP Sidoarjo, menjalani hukuman. Tiga hari kemudian, para tetangga tasyakuran.
Konstruksi perkara. Masriah orang lama di desa itu. Turun-temurun. Di RT 1, RW 1, ada gang buntu. Pada gang mentok itu, berderet enam rumah. Paling depan rumah Masriah. Di sebelahnya rumah Wiwik. Nomor tiga dan seterusnya milik saudara-saudara Masriah.
Dulu, rumah nomor dua itu milik adik Masriah. Jadi, sederet rumah itu milik Masriah and her gank. Gang Buntu.
Pada 2015 rumah nomor dua akan dijual, Masriah melarang. Adiknya butuh segera menjual, Masriah mau membeli tapi tak cukup uang. Terpaksa dibeli orang lain, Wiwik. Masriah kecewa, mrongkol hati, tapi apa mau dikata?
Setahun kemudian, Masriah menyampaikan ke Wiwik, ingin membeli rumah itu. Tapi harga murah. Wiwik ogah. Dia katakan: “Jangankan dibeli murah, harga mahal pun gak mau. Saya gak jual rumah ini.”
2017 Masriah mulai beraksi. Melempari pintu depan rumah Wiwik dengan air kencing dan tinja, dibungkus tas kresek. Granat busung, istilah Sidoarjo. Artinya, granat yang tidak meledak, jatuh jrot… tapi ambyar… membuat orang pusing.
Wiwik menegur, Masriah lebih galak lagi. Dilaporkan ke RT juga RW, Masriah ditegur, tetap saja granat busung rutin meluncur. Masriah orang lama. Ketua RT dan RW kalah lama.
Lama-lama dilaporkan ke Polsek Sukodono, para pihak bertikai dipanggil. Didamaikan di Polsek. Masriah janji, tidak akan mengulangi perbuatannya.
Tapi cuma sebentar. Rehat sebentar. Kemudian granat busung meluncur lagi.
Maka, Wiwik membalik posisi rumah. Pintu masuk depan dijadikan belakang, yang belakang dijadikan depan. Tambah hancur. Karena, granat busung dulunya dibersihkan karena di pintu depan, kini dibiarkan. Sampai 2020 pintu kayu itu diganti plat besi, mungkin biar bau busuk tidak masuk rumah Wiwik.
Masriah, pelempar tinja dipenjara, warga Jogosatru kompak tasyakuran. (FOTO: okezone.com)
Akhirnya dipolisikan lagi, disidang, Masriah divonis sebulan penjara. Warga tasyakuran. "Dengan tasyakuran ini, emak-emak di sini berharap Ibu Masriah sadar atas perbuatan itu. Semoga setelah keluar penjara nanti, berubah perilaku," kata salah satu peserta tasyakuran, Raffi kepada wartawan, Sabtu (3/6).
Ternyata tujuan tasyakuran mulia: Mendoakan Masriah jadi baik.
Aslinya, tujuan awal Masriah baik. Sesuai adagium pertunjukan Ludruk, drama khas Surabaya, bunyinya dalam Bahasa Indonesia, begini: “Hidup bertetangga yang baik. Kalau terjadi apa-apa (kedaruratan) yang menolongmu bukan saudaramu yang tinggal jauh. Melainkan tetanggamu di sebelahmu.”
Maka, Masriah memposisikan tetangga adalah saudara, dalam arti sebenarnya. Sehingga, dobel aman.
Ian Robertson dalam bukunya berjudul "Sosiology" (New York, 1981) menyatakan (mirip bahasa Ludruk itu) begini:
“Wawasan dasar sosiologi adalah: Perilaku manusia dibentuk oleh kelompok-kelompok yang menjadi anggotanya dan oleh interaksi sosial yang terjadi di dalam kelompok tersebut. Kelompok paling dekat adalah tetangga rumah.”
Dilanjut: “Termasuk, keamanan individu dijaga oleh kelompok (tetangga) jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Kelompok membentuk ikatan sosial dalam masyarakat.”
Sudah betul Masriah. Yang tidak betul, ya… granat busung itu.
Tasyakuran warga Desa Jogosatru, adalah bentuk hukum adat. Kearifan lokal. Disebut arif, sebab mempermalukan (menghukum) orang, tapi bentuk berdoa. Semoga pelaku kelak tidak jahat lagi. Sekaligus memberi hadiah psikologis kepada korban, yang bertahun-tahun kena granat. Tasyakuran adalah dukungan moral publik, agar korban merasa lega.
Intinya, pelaku dipermalukan, sebaliknya korban di-lega-kan. Ada retribusi yang harus dibayar pelaku kepada korban. Sebagai konsekuensi suatu perbuatan.
Prof Hugo Adam Bedau dalam bukunya bertajuk “Retribution and the Theory of Punishment” (1978) terkenal dengan Teori Retributivisme. Disebutkan begini:
Retributivisme mencakup semua teori yang membenarkan hukuman, karena pelaku pantas mendapatkannya. Ini ditafsirkan dalam dua cara bolak-balik, berikut ini:
Seseorang harus dihukum karena mereka pantas mendapatkannya. Kata ‘pantas’ adalah alasan yang cukup untuk hukuman. Sebaliknya, seseorang tidak boleh dihukum, kecuali pantas mendapatkannya.
Prof Bedau (1926 - 2012) meraih gelar Doctor of Philosophy bidang ilmu hukum pidana, Harvard University, AS, 1961. Lalu, ia jadi guru besar di Dartmouth College, Princeton University, Reed College, terakhir di Tufts University, Boston, AS. Ia anggota pendiri Koalisi Nasional untuk Menghapuskan Hukuman Mati. Sehingga beberapa negara bagian di sana menghapus hukuman mati.
Uraian Bedau tentang Teori Retributivisme ada tujuh, sebagai berikut
1) Pembalasan Intrinsik. Pelanggar hukum pantas dihukum, karena ada kebaikan intrinsik dalam penderitaan orang yang bersalah.
2) Lex Talionis. Fungsi hukuman untuk mengembalikan keseimbangan antara pelaku dan korban.
3) Prinsip Keuntungan yang Tidak Adil. Mengembalikan keseimbangan dengan membebankan beban tambahan pada mereka yang telah merebut lebih dari bagian keuntungan yang adil dari korban.
Fokus Lex Talionis pada sesuatu yang telah hilang dari korban. Fokus Prinsip Keuntungan yang tidak adil, adalah pada sesuatu yang direbut oleh pelaku.
4) Pembalasan Hegelian. Hukuman membatalkan kesalahan yang dilakukan pelaku.
5) Kewajiban. Pelaku memiliki pengetahuan bahwa ia akan dihukum jika ia melakukan tindakan tersebut, dan karena itu ia pantas dihukum jika ia melakukannya.
6) Teori Kontrak Sosial. Ada semacam kontrak. Ketika pelaku melanggar kontrak itu, maka korban berhak untuk mengambil hak-hak mereka.
7) Teori Pengaduan: Pelaku telah menyebabkan keluhan bagi korban. Dengan adanya hukuman terhadap pelaku, akan memuaskan korban. Walaupun kepuasan bersifat relatif. Artinya, bisa saja korban belum puas atas hukuman yang dijatuhkan pada pelaku.
Tasyakuran di Desa Jogosatru secara tidak disadari warga, cocok dengan Teori Retributivisme dalam bentuk tradisional. Sebagai perwujudan hukum adat, yang arif.
Sebenarnya, acara itu bisa diselenggarakan sebelum Masriah diadili. Bahkan, sebelum dilaporkan polisi. Sebab, kalau Masriah sudah dihukum sekarang, berarti dia menerima sanksi dua kali. Sanksi hukum pidana dan sanksi sosial.
Apalagi, nama desa itu Jogosatru. Dalam Bahasa Jawa artinya: Menjaga agar warga jangan sampai satru (konflik).
Tapi, pendapat saya yang terakhir ini saya tarik lagi. Batal. Tidak jadi. Sebab, saya bayangkan, seandainya tumpengan (nasi kuning dan aneka lauk) digelar dulu-dulu, betapa ngamuk Masriah. Ngerinya, dia ‘kan punya granat? (*)