COWASJP.COM – Motif pembunuhan kini kian sepele. Hermawadi Sihotang, 30, hidup serumah dengan ceweknya P, 26, di Cengkareng, Jakarta Barat. Lalu P hamil, mendesak dinikahi. Akhirnya dibunuh Hermawadi, mayat P ditemukan membusuk ditimbun sampah.
***
MOTIF, berdasar pengakuan tersangka kepada polisi, karena tersangka tidak punya uang untuk menikah. Tapi ia ditangkap polisi saat kabur hendak naik pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, Kompol Andri Kurniawan kepada wartawan, Senin (17/7) menjelaskan, usia kehamilan P belum diketahui. Masih dilakukan otopsi.
Kompol Andri: "Dari hasil keterangan tersangka, bahwa yang bersangkutan merasa kesal. Korban hamil, dan meminta pertanggungjawaban. Tetapi tersangka mengaku belum siap secara ekonomi."
Dijelaskan, Hermawadi sekitar setahun hidup serumah dengan P. Di rumah kontrakan, Jalan Cemara IV RT 004 RW 008, Kelurahan Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Kepada pemilik rumah kontrakan, mereka mengaku suami-isteri.
Di Jakarta umumnya pemilik rumah kos atau kontrakan tidak minta surat nikah. Yang penting kontrakan mereka laku. Kepada RT RW cukup melapor dengan foto kopi KTP.
Sejak sekitar tiga pekan sebelum pembunuhan, mereka selalu cekcok. P hamil, menuntut dinikahi. Hermawadi selalu ngeles, dengan alasan tidak punya uang. Puncaknya, Sabtu, 8 Juli 2023 Hermawadi mencekik P sampai mati di rumah itu.
Mayat P digeletakkan di dapur, ditutupi sampah rumah dan pakaian kotor. Hermawadi menghilang.
Rabu, 12 Juli 2023 siang, para tetangga terganggu bau busuk. Lapor polisi. Rumah dibuka paksa, mayat P ditemukan sudah membusuk.
Polisi melakukan olah TKP, memeriksa rekaman CCTV, menghimpun keterangan para saksi. Dari CCTV tampak, tersangka meninggalkan rumah itu Sabtu (8/7). Pelaku dikejar polisi, ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, sebelum naik pesawat.
Hermawadi dikenakan Pasal 338 KUHP, pembunuhan biasa (tidak berencana) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Pembunuhan motif sepele. Pastinya pelaku paham, bahwa berhubungan seks bisa menghamili, rangkaiannya, pacar menuntut dinikahi. Sepele. Pelaku mestinya tahu risiko. Tapi mengapa motif pembunuhan kini semakin sepele?
David M. Buss dan Todd K. Shackelford di karya mereka berjudul “Human aggression in evolutionary psychological perspective” (1997) mencetuskan Homicide Adaptation Theory (HAT) bahwa instink agresi manusia sudah ada sejak manusia purba.
Dari agresi meningkat jadi pembunuhan. Kejadian begitu terjadi berulang-ulang sepanjang sejarah manusia. Itu disebut evolusi adaptasi. Atau HAT. Semakin modern, teknik pembunuhan berkembang.
Buku itu: “Dengan demikian, perspektif ini menunjukkan bahwa selama sejarah evolusi yang mendalam, manusia telah mengembangkan adaptasi untuk perilaku agresif sebagai cara untuk memecahkan berbagai masalah adaptif.”
Kapasitas kekerasan yang dilakukan manusia modern merupakan hasil seleksi yang mendukung kecenderungan agresif. Perilaku agresif muncul sebagai pola solusi untuk banyak problem hidup pelaku.
Semakin modern, problem hidup manusia semakin rumit. Akibatnya, masalah yang kelihatan sepele bisa jadi motif pembunuhan. Bagi pembunuh, tindakan itu untuk menyelesaikan problem.
Tampak dalam kehidupan kita sehari-hari sekarang, motif pembunuhan bisa sangat sepele, dari perspektif bukan pelaku. Sebaliknya, bagi pelaku, pembunuhan dianggap solusi problem mereka.
Di kasus itu, Hermawadi bisa dianggap melakukan pembunuhan berencana. Ada niat sebelumnya. Pelaku dan korban sudah konflik tiga pekan sebelum pembunuhan. Alur logika hukum berikutnya direncanakan pembunuhan, akhirnya dieksekusi.
Beda tipis antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan berencana. Namun efek hukuman beda jauh. Pelaku pembunuhan berencana bisa divonis hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.
WC Mathes dan EJ Devitt dalam karya mereka berjudul "Federal jury practice and instructions: Civil and criminal" (1965) menyatakan, dulu sekali, sebelum tahun 1794, di Amerika Serikat (AS), hukum untuk pembunuhan cuma satu jenis. Belum ada tingkatan. Semua pembunuhan dihukum sangat berat.
Sejak 1794 dirumuskan tingkatan pembunuhan. Tingkat pertama (berencana). Tingkat dua, tidak direncanakan. Beberapa tahun setelah itu, hukum di Inggris juga menentukan tingkat pembunuhan: Berencana dan tidak berencana.
Hukum Inggris kemudian diadopsi Belanda. Dan, hukum Belanda diadopsi Indonesia jadi KUHP, yang kita gunakan sampai sekarang. Di KUHP, pembunuhan berencana di Pasal 340, sedangkan pembunuhan biasa Pasal 338.
Di AS, Pennsylvania adalah negara bagian pertama yang membagi pembunuhan menjadi tingkat pertama dan kedua. Itulah awal pembunuhan dibagi dalam dua tingkat.
Hukum di AS menyatakan, tidak perlu dirinci jarak waktu antara perencanaan dengan pelaksanaan pembunuhan, untuk hakim menentukan pembunuhan berencana. Bisa jangka waktu panjang, bisa pendek. Terpenting adalah mens rea. Berkaitan dengan sikap batin yang jahat (criminal intent).
Jika mens rea seseorang hendak membunuh orang lain, lalu pembunuhan dilakukan, maka itulah pembunuhan berencana.
Sikap batin yang jahat, diikuti dengki yang merasuki pikiran pelaku. Kemudian merencanakan pembunuhan. Akhirnya rencana dilaksanakan.
Jadi, jangka waktu antara perencanaan dengan pelaksanaan, tidak tetap. Tapi, faktor waktu, penting dalam definisi, walaupun interval waktu seberapa pun dibolehkan, atau masuk dalam lingkup pembunuhan berencana.
Hal penting lainnya, pelaku harus memiliki durasi waktu yang cukup untuk menyadari sepenuhnya, apa yang akan mereka lakukan. Pelaku dengan sengaja akan membunuh.
Di AS dan Inggris menggunakan patokan “beberapa menit” antara permulaan konflik dengan pelaksanaan pembunuhan. Dari “beberapa menit” itu dianggap bahwa pelaku punya waktu cukup untuk menimbang-nimbang, apakah pembunuhan dilakukan atau tidak.
Ahli Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali menyatakan, dalam melekatkan pasal 340 tentang pembunuhan berencana dalam peristiwa pidana, perlu memenuhi unsur kesengajaan pelaku melakukan pembunuhan.
Selain itu, perencanaan pelaku pembunuhan tak dibatasi rentang waktu tertentu agar dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
Itu diungkap Mahrus saat memberikan kesaksian sebagai ahli di sidang pembunuhan Brigadir Joshua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2022.
Mahrus: “Kemudian unsur sengaja delik itu berkonsekuensi dan dianggap terbukti perbuatan yang dilarang rumusan pasal. Setiap orang yang merampas nyawa, atau dengan kekerasan, penggunaan itu dilakukan sengaja. Unsur waktu memang bisa dicantumkan atau tidak dicantumkan dalam KUHP yang Neo-klasik bahkan lebih berat ke klasik.”
Di kasus pembunuhan gadis P, rentang waktu antara saat dimulainya konflik dengan pelaksanaan pembunuhan sekitar tiga pekan. Sangat cukup waktu buat tersangka untuk merencanakan pembunuhan.
Hermawadi membunuh P dengan cara dicekik. Pun, di saat pelaksanaan pembunuhan, masih ada waktu bagi pelaku untuk membatalkan pembunuhan. Sebab, pelaku merasakan gerakan tubuh korban.
Tapi polisi sudah menetapkan sangkaan Pasal 338. Semua pihak harus menghormati penyidikan pidana. Kita tunggu proses persidangan yang akan mengungkap proses pembunuhan itu secara detil. (*)