COWASJP.COM – Tak bisa dilawan, pemotor pelawan arah di Jalan Lenteng Agung (LA), Jakarta Selatan. Meski tujuh pemotor pelawan arah ditabrak truk, Selasa, 22 Agustus 2023, tetap ada ratusan pemotor lawan arah di situ tiap hari. Akhirnya, ketua RW setempat mengusulkan contraflow.
***
CONTRAFLOW, secara harfiah berarti melawan arus. Dalam konteks lalu lintas jalan raya artinya sistem pengaturan lalu lintas, mengubah arah laju kendaraan yang berlawanan dari arah normal.
Pelaksanaannya, jalan Lenteng Agung (lama) yang kini satu arah dari utara ke selatan, pada jam-jam tertentu dijadikan dua arah. Teknisnya, bisa dijaga polisi setiap hari, atau diberi road barrier warna orange.
Maksudnya, sekalian saja pemotor pelawan arus disahkan dengan contraflow. Mengurangi risiko kecelakaan.
Itu diusulkan empat RW di situ. Yakni RW 7, 8, 9 dan 10. Usulan sudah dikirim ke Suku Dinas Perhubungan, Jakarta Selatan.
Ketua RW 8, Kelurahan Lenteng Agung, Taufik Iman Santoso, kepada wartawan, Sabtu (2/9) mengatakan:
"Kita di forum RW kelurahan Lenteng Agung, sebenarnya wacana ini udah lama. Karena kita melihat perkembangan situasi kendaraan khususnya roda dua yang lawan arah itu sudah lama terjadi. Terutama di jam-jam sibuk pagi. Kita prihatin.”
Lokasi pemotor biasa melawan arah tidak di sepanjang jalan Lenteng Agung. Melainkan sejak dari pertigaan Jalan Gardu sampai di depan Halte Wijaya Kusuma (lokasi tujuh pemotor pelawan arah ditabrak truk). Sepanjang sekitar dua kilometer.
Jalan itu berada di wilayah empat RW tersebut. Dan, para ketua RW sudah sepakat mengusulkan contraflow ke Sudin Perhubungan, Jaksel.
Mengapa ratusan pemotor setiap hari membandel, melawan arah?
Taufik: “Di lokasi ini ada 16 sekolah. Dari TK sampai universitas (Universitas Pancasila dan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta - IISIP). Jadi, para orang tua mengantarkan anak-anak, mereka enggak mau ambil jalan muter. Maunya motong, lawan arah.”
Kalau dari 16 tempat pendidikan itu, katakanlah, masing-masing 20 ortu mengantar anak naik motor melawan arah, maka ada sekitar 320 pemotor lawan arah, setiap pagi (jam sibuk).
Ratusan pemotor lawan arah itu kemudian diikuti (ditiru) para karyawan yang berangkat kerja. Juga masyarakat umum. Maka, per hari ada sekitar 700 pemotor lawan arah di situ.
Padahal, seumpama para pemotor pelawan arah itu mengikuti arah yang benar, berarti mengambil jalan memutar dari Jalan Lenteng Agung (lama) lalu berputar di Jalan Lenteng Agung (baru) yang juga searah menuju utara, maka ada tambahan jarak sekitar satu kilometer. Maksimal dua kilometer, atau sepanjang jalan yang dilawan arahnya itu. Mereka ogah mengambil jalan memutar ini.
Taufik: “Kami usulkan ke Sudin Perhubungan supaya dilakukan contraflow. Dari jam 05.00 sampai jam 08.00-lah.”
Kepala Sudin Perhubungan Jaksel, Bernard Octavianus Pasaribu, konfirmasi wartawan, Sabtu (2/9) mengatakan:
"Ya… Memang benar. Ada empat RW di Kelurahan Lenteng Agung (RW 7, 8, 9, 10) mengajukan permintaan contraflow di jalan Lenteng Agung Timur Lama."
Dilanjut: "Karena banyaknya pengendara roda dua yang melawan arah, khususnya di pagi hari. Pengajuan permohonan bersamaan dalam satu surat, karena ada forum RW-nya.”
Menanggapi itu, pihak Sudin Perhubungan Jaksel masih akan mengkaji. “Akan kami kaji dengan pihak terkait,” ujarnya.
Permintaan warga itu juga didukung Kapolsek Jagakarsa, AKP Iwan Gunawan saat dihubungi wartawan, Minggu (3/9) menyatakan:
"Kami akan kawal surat dari ketua RW itu. Idealnya surat ditembuskan ke Kepolisian. Jadi, selain surat dikirim ke Sudin Perhubungan, juga ke Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Polri. Maka, nantinya akan diteruskan ke Polsek Jagakarsa. Sehingga bisa kami kawal.”
Sejarah Jalan Lenteng Agung, berubah sejak 1 Juli 1987. Waktu itu pembangunan kampus Universitas Indonesia (UI) Depok sudah hampir selesai. Kampus UI yang semula di Jakarta (Jalan Salemba) waktu itu akan dipindah ke Depok. Peresmian kampus baru UI di Depok dilakukan Presiden RI, Soeharto, 5 September 1987.
Sebelum ada kampus UI Depok, Jalan Lenteng Agung cuma ada satu, yang sekarang disebut Jalan Lenteng Agung Timur (lama). Yang kini dilewati ratusan pemotor pelawan arah itu.
Jalan itu, dulu dua arah. Sehingga warga dari jalan-jalan kecil yang menuju ke Jalan Lenteng Agung, bisa langsung belok kiri atau kanan. Bentuk konvensional.
Ketika kampus UI Depok dibangun, pun dibangun pula jalan Lenteng Agung Baru. Posisinya di arah barat Jalan Lenteng Agung lama. Masing-masing dibikin satu arah. Jalan lama dari utara ke selatan, sedangkan jalan baru sebaliknya.
Itulah membuat warga pengguna jalan lama merasa keberatan memutar jalan. Mereka main potong jalan, melawan arah.
Pelawan arah cuma pemotor. Karena, lebar jalan itu sekitar lima meter. Nyaris tidak ada mobil pelawan arah di situ. Bagi pemotor, jalan itu dirasa masih cukup lebar untuk dipotong. Toh, para pemotor pelawan arah mengambil jalan mlipir, mepet selokan di pinggir kiri (dari arah normal).
Kini, tiga puluh enam tahun kemudian, Jalan Lenteng Agung sangat ramai. Baik di jam sibuk maupun jam biasa. Baik di jalan lama maupun baru. Sehingga, pelawan arah harus ekstra hati-hati.
Pemotor lawan arah terpaksa mengambil jalan semakin mepet ke beton tutup selokan. Karena di jalan itu tidak ada trotoar. Juga tidak ada jalur hijau taman. Seandainya pemotor naik ke beton penutup selokan, maka bisa sangat bahaya. Sebab, di beberapa titik, selokan terbuka tanpa beton penutup.
Jadi, risiko pemotor lawan arah ada tiga: Pertama, kecebur got atau kesenggol beton penutup got. Bisa fatal, dimakan kendaraan dari arah normal. Kedua, ditabrak kendaraan dari arah normal. Ketiga, ditilang polisi.
Tapi, tilang polisi hanya terjadi pada sekitar tiga puluhan tahun silam. Pada saat itu polisi penilang selalu dilawan warga. Ada ratusan orang pelawan arah. Melawan bersama-sama. Polisi kewalahan menilang. Dibiarkan, pun polisi salah. Polisi tidak menegakkan hukum.
Akhirnya (sudah sangat lama) tak pernah lagi ada tilang di situ. Pemotor bebas melawan arah. Seolah legal. Selama tiga puluh enam tahun.
Sepanjang kurun itu ribuan kecelakaan terjadi di situ. Mungkin ratusan ribu. Tak ada yang menghitung. Termasuk jumlah yang tewas. Kendati, pemotor pelawan arah tidak pernah gentar. Maju terus. Sluman-slumun slamet.
Jangan salah, pemotor lawan arah di Jakarta sangat berani. Berani salah. Jangankan YouTuber yang merekam video pemotor lawan arah, polisi pun dilawan. Dikeroyok. Mereka tidak berani satu lawan satu. Beraninya mengeroyok.
Maka, jika pihak Suku Dinas Perhubungan Jaksel menyatakan, usulan contraflow Lenteng Agung masih akan dikaji, sesungguhnya luar biasa. Luar biasa lelet (malas). Karena problem itu sudah berlangsung tiga puluh enam tahun. Sepertiga abad. Tanpa solusi.
Walaupun, sikap pihak Sudin Perhubungan itu bisa dimaklumi, jika dihubungkan dengan sikap pemotor pelawan arah yang ganas itu. Ada hubungan kausalitas. Sebab-akibat.
Begini: Akibat pengguna jalan galak, sehingga pemangku otoritas jalan jadi lelet. Ataukah sebaliknya? (*)