COWASJP.COM – Motif pembunuhan Subang belum terungkap, meski dua dari lima tersangka sudah ditahan polisi.. Kini polisi fokus menyelidiki yayasan milik tersangka Yosep Hidayah yang mempekerjakan anggota keluarganya. Diduga motif rebutan uang yayasan.
***
TERNYATA ada temuan baru soal yayasan. Tepatnya pengakuan baru, dari tersangka Muhammad Ramdanu alias Danu. bahwa Yayasan Bina Prestasi Nasional yang membawahi SMP dan SMK di Subang itu, memanipulasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sumbangan pemerintah.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan kepada wartawan, Jumat (27/10/2023) mengatakan, Danu pernah bekerja di yayasan itu. Ia yang kini ditahan di Polda Jabar, mengaku bahwa yayasan itu memanipulir dana BOS. Pengakuan itu lantas didalami polisi.
Surawan: "Berdasarkan temuan-temuan kita di TKP (Yayasan Bina Prestasi Nasional) dan tempat keluarga, ada beberapa data siswa yang fiktif. Di samping itu kita juga melakukan pemblokiran beberapa rekening yayasan yang digunakan untuk menerima dana BOS maupun bantuan lainnya.”
Dilanjut: "Kita juga sudah bersurat dengan Disdik Provinsi Jabar dan Kabupaten Subang, untuk sementara bantuan dana ke yayasan harap dihentikan dulu. Karena, sampai sekarang bantuan masih berjalan. Kita juga melakukan pemblokiran, terhadap empat rekening terkait yayasan."
Hasil penyidikan polisi, yayasan itu legal. Surat izin pendirian, sah. Membawahi SMP dan SMK. Tapi, jumlah siswa digelembungkan, agar dapat bantuan dana BOS besar. Berarti ada siswa fiktif. Nama-nama siswa yang sudah keluar dimasukkan lagi. Sebagian nama yang benar-benar fiktif.
Seperti diberitakan, yayasan ini mempekerjakan anggota keluarga Yosep. Baik dari isteri pertama maupun isteri ke dua. Diduga, inilah sumber konflik, sehingga membuat Yosep disangka membunuh isteri, Tuti Suhartini dan anaknya, Amelia Mustika Ratu.
Biar jelas, soal yayasan itu begini: Didirikan Yosep dan isteri muda, Mimin Mintarsih pada 2009. Saat itu Yosep menjabat ketua, Mimin bendahara. Penempatan Mimin jadi bendahara, membuat Tuti (isteri pertama Yosep) marah, karena tak dilibatkan di yayasan.
2011 posisi bendahara Mimin digantikan Tuti. Sebaliknya, Mimin tak dilibatkan di yayasan lagi. Tapi, beberapa kerabat Mimin sudah terlanjur pegang beberapa posisi di situ. Dan, Mimin (selaku isteri Yosep) juga diberi hak minta uang yayasan, Mintanya ke bendahara Tuti (isteri tua Yosep). Di situ potensi konflik.
Komposisi pengelola yayasan: Yosep Dewan Pembina. Membawahi Yories, anak sulung Yosep dan Tuti, selaku ketua yayasan. Lalu, Tuti bendahara. Sekretaris yayasan adalah Amelia Mustika Ratu alias Amel, yang juga tewas diduga dibunuh Yosep.
Dari pihak isteri kedua, Mimin, anak-anak Mimin dari suami terdahulu juga bekerja di situ. Juga, Danu, keponakan Yosep dan Tuti bekerja di situ. Intinya, pengurus yayasan tersebut adalah anggota keluarga Yosep dan isteri pertama dan ke dua.
Tuti dan Amel digaji sana, masing-masing Rp 10 juta per bulan. Yoris juga Rp 10 juta per bulan. Sedangkan Yosef, mendapat uang dari yang diberikan oleh bendahara Tuti. Besaran uang tidak menentu.
Tidak tentu pula besaran uang yang diminta Mimin ke bendahara setiap bulan.
Tuti (kiri) dan Amel, korban Pembunuhan di Subang. (SUMBER: Menyingkap Tabir tvOne)
Dari pengaturan gaji itu tampak seperti ideologi sosialis, sama rata. Mungkin, karena ini perusahaan keluarga, maksudnya supaya tidak terjadi konflik, gaji disamakan, apa pun jabatannya.
Sejak 2011 sampai pembunuhan Tuti dan Amel di rumah mereka di Subang, 18 Agustus 2021, memang tidak terjadi konflik hebat. Sepuluh tahun lancar.
Belakangan, sebelum pembunuhan, Mimin sering mengeluh. Setiap kali dia minta uang jatah ke yayasan, lewat bendahara Tuti, selalu tidak dikasih.
Itu dari keterangan para saksi yang dimintai keterangan polisi. Itu pula Mimin dan dua anaknya dari suami terdahulu, Arighi Reksa Pratama dan Abi, jadi tersangka. Motif uang. Total tersangka lima orang. Yosep dan Danu sudah ditahan, sisanya belum ditahan.
Perusahaan keluarga umumnya minim konflik. Sebab, masing-masing orang di perusahaan itu berusaha keras menghindari konflik.
Dikutip dari Harvard Business Review, 26 Desember 2018, berjudul Why Family Businesses Need to Find the Right Level of Conflict? Karya Josh Baron, dipaparkan, bahwa semua personil perusahaan pasti konflik. Termasuk di perusahaan keluarga. Cuma, di perusahaan keluarga, masing-masing pengurus berusaha menghindari konflik.
Mimin (tengah, isteri kedua Yosep) dan kedua anaknya Arighi dan Abi.(FOTO: Dwiky Maulana Vellayati/detikJabar).
Itu artikel ilmiah bisnis. Josh Baron adalah pendiri Banyan Global Family Business Advisors dan Dosen Tamu Pendidikan Eksekutif di Harvard Business School, Amerika Serikat.
Baron menggambarkan konflik dalam perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, ada dua: Konflik besar dan kecil.
Besar adalah yang menimbulkan kemarahan meluap, sampai terjadi PHK atau mengundurkan diri dari salah satu personil perusahaan. Kecil adalah, konflik harian biasa, yang umumnya terjadi dalam setiap perusahaan.
Tingkat bahayanya sama. Konflik besar menimbulkan perpecahan. Konflik kecil bakal menumpuk dan terpendam, suatu saat bakal meledak jadi kemarahan besar.
Baron: “Konflik adalah masalah Goldilocks. Kedua ujung spektrum pada akhirnya tidak berkelanjutan. Sehingga posisi terbaik adalah di tengah-tengah.”
Goldilocks adalah dongeng anak-anak Amerika. Tentang gadis kecil pemilih yang cerewet. Dia bersikeras bahwa buburnya harus tepat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Dongeng itu ada bernilai filosofis: Bahwa sikap hidup manusia harus ada di tengah-tengah. Bukan pemarah, tapi juga tidak boleh terlalu sabar. Dermawan tapi tidak gampang ditipu orang.
Baron menarik kesimpulan Goldilocks lebih jauh. Bumi berada di tempat yang oleh para astronom disebut sebagai Zona Goldilocks. Tidak dekat dengan matahari, tapi juga tidak terlalu jauh. Seumpama terlalu dekat, maka bumi dan seisinya bakal terbakar. Seandainya terlalu jauh, semuanya membeku yang makhluk apa pun bakal mati. Jadi, posisi bumi dan matahari harus tepat, meskipun keduanya sama-sama berputar.
Begitu juga konflik antar orang dalam perusahaan. Konflik besar menimbulkan pecah. Konflik kecil menumpuk terpendam, suatu saat bakal meledak jadi perpecahan juga.
Baron: “Di antara kedua ekstrem ini terdapat jalan tengah yang sehat, di mana isu-isu sulit dapat diangkat, diatasi, dan diselesaikan tanpa menimbulkan kerusakan jangka panjang terhadap hubungan atau aset bersama. Itulah manajemen.”
Dilanjut: “Kenyataannya adalah jika kepentingan sebuah keluarga tidak selaras, suatu kejadian yang jarang terjadi dalam pengalaman saya, konflik tidak dapat dihindari.”
Di kasus pembunuhan Subang, terkait yayasan, sejak awal sudah potensial konflik. Yosep mendirikan yayasan bersama isteri muda. Rupanya Yosep mengatasi itu dengan cara, memberi gaji yang sama rata di posisi jabatan vital. Tapi itu tidak mampu meredam konflik.
Bahkan, yayasan diduga memanipulir dana BOS. Berarti, konflik motif rebutan uang berakibat uang yayasan terkuras. Dan untuk menutupinya, dengan cara melaporkan ke Dinas Pendidikan nama siswa fiktif, agar dapat dana BOS lebih besar.
Itu pun belum mengatasi persoalan. Sampai diduga mengakibatkan pembunuhan Tuti dan Amel. Ini baru dugaan, yang akan dibuktikan polisi. (*)