Wakafraiser

Para tokoh gerakan wakaf nasional dalam Rakernas MPW Muhammadiyah di Jakarta menandatangani memorandum of understanding untuk saling berkolaborasi. (FOTO: Joko Intarto)

COWASJP.COMSeperti kata pepatah: Sedang ngantuk-ngantuknya, disorong bantal. Mimpi lama saya untuk membangun jejaring fundraiser zakat mendadak hidup lagi, gara-gara mendapat informasi soal wakafraiser. Apa itu?

***

NAMA aslinya tidak perlu ditulis. Toh tidak akan Anda ingat. Sebut saja dengan nama yang lebih ringkas: ‘’Wakafraiser’’. Dari namanya, Anda sudah bisa menebak artinya. Paling tidak, menerka-nerka maksudnya.

Wakafraiser merupakan gabungan dua kata: ‘’wakaf’’ dan ‘’fundraiser’’. Biar lebih mudah diucapkan, disingkat ‘’wakafraiser’’. Kata ini merujuk pada orang-orang yang menjalankan tugas secara mandiri untuk mengumpulkan dana wakaf dari masyarakat.

Keinginan untuk memfasilitasi pribadi-pribadi yang ingin membantu pengumpulan dana keagamaan sebenarnya sudah muncul sejak 2019. Saat itu, saya mendapat tugas memimpin tim pengembangan ulang website www.lazismu.org, karena website resmi itu ‘’dikuasai’’ mitranya secara tidak bertanggung jawab. 

Jalan ceritanya mirip kisah bangsa Palestina yang dijajah Israel. Awalnya website tersebut baik-baik saja. Kemudian datang tawaran dari perusahaan pengembang website yang menawarkan jasa untuk meningkatkan kinerja website itu. Gratis.

Belakangan, mitra tersebut mulai menguasai akses atas website dan server. Sampai akhirnya admin Lazismu tidak bisa mengunggah berita dan membuat kampanye. Semua tindakan admin Lazismu harus melalui admin mitra. Persis warga Palestina yang kehilangan hak kemerdekaan di atas tanahnya sendiri.

Dalam fase redesign strategi fundraising zakat, terbetik ide untuk menambahkan ‘’zakatraiser’’ yang belum diseriusi Lazismu. Padahal, cukup banyak warga Muhammadiyah yang ingin membantu fundraising secara sukarela, tetapi statusnya part timer. 

Mereka tidak tertarik menjadi eksekutif di Lazismu. Namun mereka punya pengaruh yang luas dalam komunitas atau circle-nya.

Pernah ada artis asal Kalimantan Tengah yang gagal pulang kampung karena jembatan menuju tanah kelahirannya putus tersapu banjir bandang. Ia kemudian nge-vlog di tengah banjir selama 2 menit untuk mengajak follower-nya bergotong-royong membangun kembali jembatan itu. 

Dalam waktu dua hari, ia bisa mengumpulkan dana lebih dari Rp 300 juta. Uang itu kemudian diserahkan ke Lazismu untuk membangun kembali jembatan tersebut.

Ustadz Adi Hidayat lebih ‘gila’ lagi. Hanya dalam waktu 10 menit, ia bisa menggerakkan para peserta Muktamar ke-48 Muhammadiyah tahun 2022 untuk berdonasi hingga miliaran rupiah melalui Lazismu.

Orang-orang bertalenta seperti itu banyak. Mereka bukan petugas amil zakat, infak dan wakaf. Tapi bisa melakukan kerja fundraising yang hebat. Dari situlah gagasan untuk menghadirkan aplikasi zakatraiser. 

WAKAFRAISER YANG MENANTANG

Dalam gerakan wakaf, ide mirip zakatraiser ternyata juga berkembang. Jadilah aplikasi wakafraizer yang diinisiasi bank syariah milik kelompok usaha Astra. 

Product brief aplikasi wakafraiser itu saya terima Kamis siang. Setelah membaca beberapa kali, saya simpulkan bahwa aplikasi ini jauh lebih maju daripada yang saya bayangkan tentang zakatraiser.

Melalui aplikasi tersebut, seorang wakafraiser tidak cuma bisa menjalankan tugas secara pro bono alias gratisan. Bila ingin imbalan atas jerih payahnya, sistem telah membuat rumus besaran ujroh atau fee atas keberhasilannya.

Dari mana ujroh itu berasal? Bukankah prinsip dasar wakaf adalah pokok wakaf tidak boleh berkurang atau hilang? Sebagai orang yang awam terhadap bisnis perbankan, saya menduga ujroh tersebut berasal dari sebagian keuntungan dari penempatan dana di instrumen investasi syariah oleh bank tersebut. 

Dari sisi perbankan, wakaf uang merupakan sumber modal yang sangat aman, karena pemilik dana membutuhkan jasa bank agar menghasilkan manfaat yang akan diwakafkan. Inilah bedanya ketika para ahli keuangan dan investasi terjun menjadi praktisi di lembaga pengelola wakaf (LPW). Bank syariah merupakan nazir wakaf uang dengan produk cash waqf linked sukuk (CWLS) dan cash waqf linked deposito (CWLD).

Saya tidak akan membahas soal ujroh itu terlalu jauh. Ilmu saya tidak cukup. Saya yakin, skema ujroh dan perhitungan manfaat investasinya sudah sesuai, karena telah lulus uji di instansi yang berwenang.

Saya hanya ingin fokus pada masalah ini: Bagaimana strateginya agar banyak orang mau menjadi fundraiser Wakafmu menggunakan aplikasi wakafraiser. Sehabat apa pun aplikasinya, tanpa dibarengi dengan strategi pemasaran yang baik, akan berakhir dengan kecewa.(*)

Penulis adalah anggota Badan Pengurus Wakafmu PP Muhammadiyah
Whatsapp : 081386191010
email: [email protected]

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda