COWASJP.COM – \Mesin cuci produk Korsel, mencuci pakaian sekaligus memeras. Perkara hukum peras-memeras, di Indonesia banyak. Pejabat KPK diduga memeras Syahrul Yasin Limpo. Terbaru, Kepala SDN 10 Malaka Jaya, Jakarta Timur, Junawati, diusut Disdik DKI. Sebab guru mengaku bergaji Rp 300 ibu, teken slip gaji Rp 9 juta.
***
PENGUSUTAN (istilahnya dilakukan Berita Acara Pemeriksaan - BAP) dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jumat (24/11/2023). Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI, Purwosusilo kepada wartawan, Selasa (28/11) mengatakan:
"Iya betul, langsung. Kemudian kemarin, karena ini ada indikasi kasus terkait jabatan Kepsek, maka ditindaklanjuti bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Jakarta. BAP itu untuk melengkapi penyidikan dugaan penyunatan gaji guru yang katanya Rp 300 ribu, tapi tanda tangan di kuitansi bertulisan Rp 9 juta."
Rinciannya, Kepala SDN 10 Malaka Jaya itu pertama kali diperiksa Inspektorat Provinsi DKI Jakarta. Kemudian dilanjut diperiksa pihak Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur.
Purwosusilo: "Pemeriksaan secara marathon, Dinas Pendidikan telah memanggil berbagai pihak, termasuk Kepsek, bendahara sekolah itu, pengawas sekolah itu, Kasatlak kecamatan, Kasi di Sudin, Kasudinnya, bidang SD, dan pada hari ini dilanjutkan oleh bidang PTK."
Pemeriksaan kasus ini terhadap Junawati dan bendahara sekolah, serta guru yang mengungkap, sudah dilakukan beberapa kali oleh berbagai instansi terkait.
Terperiksa, selain Kepala SDN 10 Malaka Jaya dan bendahara sekolah itu, juga guru sekolah itu inisial A yang mengaku di forum rapat DPRD DKI Jakarta, bahwa ia terima gaji Rp 300 ribu per bulan, tapi tanda tangan di slip gaji bertulisan Rp 9 juta.
Kasus ini jadi api. Berkobar, heboh se-Jakarta, bahkan se-Indonesia dari pemberitaan media massa. Juga viral di media sosial.
Itu setelah diungkap Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Johnny Simanjuntak ke pers, Ahad (26/11). Pengungkapan ini berdasar pengakuan guru, saat audiensi Forum Guru Pendidikan Agama Kristen Indonesia (Forgupaki) dengan Komisi E DPRD DKI, Rabu, 22 November 2023, jelang Hari Guru (25 November).
Guru itu selama ini diam, karena kalau ia mengungkap, takut dipecat. Ia berani bicara di depan forum rapat di DPRD DKI Jakarta yang ia rasa aman.
Johnny mengungkap, di audiensi ada guru mengaku terima gaji bulanan Rp 300 ribu, tapi ia tanda tangan di kuitansi gaji yang tertulis Rp 9 juta. Berarti, semestinya penerimaan gaji kurang Rp 8,7 juta per bulan (rutin) selama beberapa tahun.
Pengungkapan kasus ini dipertegas oleh Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah yang juga ikut di rapat audiensi Forgupaki dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta.
Ima: "Iya, slip gaji Rp 9 juta ada buktinya juga kok. Jadi guru yang bersangkutan slipnya, sempat motoin gitu. Jadi memang kepseknya kayaknya bermasalah. Tetapi nanti kan masih di-crosscheck sama Dinas Pendidikan. Jawaban dari Disdik apa? Kalau pihak Disdik lihat sudah jelas yang diterima dari guru inisial A yang mestinya jumlahnya berapa, benarkah Rp 9 juta sesuai slip? Terus habis itu Guru A cuman menerima Rp 300 ribu per bulan selama satu tahun.”
Ternyata Ima mengaku punya data, itu terjadi bukan cuma pada satu guru inisial A. Melainkan dialami puluhan guru di sana, dengan pengalaman yang sama dengan guru A.
Ima: "Saya sudah ada beberapa data, identitas para guru yang gaji mereka dipotong. Tetapi belum kami ungkap ke publik. Nanti kita tunggu dulu dari Dinas Pendidikan. Jangan sampai dinas pendidikan itu melindungi para kepala sekolah yang seperti itu.”
Ditutup: “Kalau saya merekomendasikan agar Kepala SDN itu diganti saja, lebih baik dipecat saja."
Ima kelihatan gemas, karena besaran pemotongan atau pemerasan luar biasa besar. Terhadap guru, profesi mulia yang selayaknya dihormati masyarakat.
Disebut pemerasan, sebab, seumpama kasus itu benar, tentunya guru penerima gaji dipaksa terima dan dipaksa teken slip gaji senilai itu, yang bisa disebut pemerasan. Para guru takut mengungkap, karena mereka seolah bekerja pada si kepala sekolah. Bukan pada negara selaku pihak pembayar gaji.
Cuma guru A yang berani mengungkap itu di forum DPRD DKI. Tapi setelah A mengungkap, lantas Anggota Komisi E menelisik lebih lanjut, sehingga ditemukan puluhan guru yang bernasib sama dengan A.
Seandainya pengakuan guru inisial A itu akurat, maka kasus ini bukan soal gaji guru yang sangat kecil, melainkan ada unsur pidana. Pemotongan, penyunatan, pemerasan, perampasan hak, manipulasi, pokoknya suatu pelanggaran hukum pidana.
Begitu hebohnya kasus ini, sampai-sampai Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono melakukan inspeksi mendadak ke SDN 10 Malaka Jaya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa, 28 November 2023 pagi. Terkait hebohnya pengungkapan perkara tersebut.
Heru Budi Hartono kepada pers: "Iya, tadi pagi kami sidak ke SDN 10 Malaka Jaya 10, terkait kasus itu."
Dilanjut: “Masalah sudah diurus Dinas Pendidikan. Nanti detilnya silakan tanya sama Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur, ya… Saya sudah ke sana tadi."
Bagaimana tanggapan Kepala SDN 10 Malaka Jaya, Junawati?
Ketika dia ditemui wartawan di sekolah itu, Selasa (28/11) dia sedang bersiap berangkat dengan mobil hitam. Ditanya wartawan soal kasus itu, dia tidak menjawab dan berusaha menghindari. Tapi dia bicara begini;
Junawati: “Saya ditunggu inspektorat. Maaf ya, saya ditunggu Inspektorat.” Lantas, dia masuk mobil yang segera berangkat. Wartawan menulisnya: “Dia kabur”.
Jadi, wartawan sudah memberikan kesempatan konfirmasi kepada Junawati untuk cross-check, tapi Junawati sudah memilih, tidak menggunakan kesempatan itu untuk klarifikasi kasus tersebut. Sehingga kasus itu sudah sah dan meyakinkan diberitakan media massa, sesuai pengungkapan Komisi E DPRD DKI Jakarta.
Pengungkapan kasus yang sudah konfirm ini memberi tekanan besar terhadap pihak pemeriksa, yang terdiri dari beberapa instansi itu. Tekanan besar untuk mengungkap hasil BAP perkara ini.
Tekanan publik terhadap pihak pemeriksa, berdampak positif terhadap penegakan hukum. Jika perkara ini terbukti benar, maka tindakan terperiksa luar biasa berani. Di Jakarta ada kasus begini. Kasus ini sangat gampang diungkap korban, tapi mengapa pelaku berani mengungkap?
Karena, Ima Madiah sudah memberi warning: “Jangan sampai dinas pendidikan itu melindungi para….” Yang bernada kecurigaan, bahwa terperiksa kasus itu bakal dilindungi.
Apa pun yang terjadi, masyarakat harus percaya bahwa pihak pemeriksa bekerja secara benar. Maka, masyarakat menunggu hasil BAP di tingkat Disdik DKI Jakarta. Apa pun hasilnya. (*)