COWASJP.COM – Debat Cawapres usai, Ketua KPU bakal dipolisikan mantan Menpora, Roy Suryo. Sebab, usai debat Cawapres, terjadi debat via medsos antara Roy dengan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari. Saling menyodok. Sampai, Roy berencana mempolisikan Hasyim.
***
TIM kuasa hukum Roy Suryo kini sedang mengkaji, akan melaporkan Ketua KPU, Hasyim Asya’ari ke polisi. “Dalam pekan depan ini akan kami putuskan untuk lapor polisi sebagai pencemaran nama baik,” kata Roy.
Ini diawali debat Cawapres, Jumat, 22 Desember 2023. Menurut penglihatan Roy Suryo, Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka mendapat perlakuan istimewa dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Roy dalam unggahan di X, Sabtu (23/12/2023) menulis begini:
"Kemarin sudah saya duga, untuk menghindari cheating, sebaiknya next KPU adil. Kenapa si nomor 2 ini sampai gunakan 3 (tiga) mic sekaligus:
1. Clip-on,
2. Hand-held
3. Head-set?
Apa gunanya juga ada Earphone? Siapa yang bisa feeding ke telinganya? Mengapa 2 calon yang lain beda? Ambyar."
Segera, Ketua KPU, Hasyim Asy;ari menanggapi:
"Semua cawapres pakai alat yang sama. Semua cawapres pake tiga mic untuk antisipasi seandainya ada mic yang mati. Bukan ear feeder. Itu mic yang ditempel di pipi dan di-cantolin di kuping.”
Dilanjut: "Semua cawapres bisa ditanya dan juga stasiun TV penyelenggara debat, dan juga tim paslon yang berada di holding-room saat pemasangan mic, bisa ditanya. Saya sebagai penyelenggara juga tahu dan siap tanggung jawab.”
Dilanjut: "Debat spontan, gak mungkin didekte, dengerin bisikan atau baca contekan. Dasar Roy Suryo tukang fitnah.”
Fokus masalah, Roy mencurigai Gibran mengenakan ear feeder. Alat yang ditempel di telinga Gibran, dan dari situ Gibran mendapat bisikan orang lain. Semacam contekan. Yang menurut Hasyim, tidak mungkin debat langsung pakai contekan melalui ear feeder. Seumpama ya, maka pelakunya bisa plonga-plongo menyimak pertanyaan lawan, sekaligus mendengar contekan dari orang luar di luar debat yang membisiki.
Terpenting, Hasyim tegas menyatakan, semua Cawapres pakai alat yang sama: Tiga mic. Mengantisipasi kalau-kalau mic mati.
Pernyataan Hasyim itu dibenarkan Capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo. Kepada wartawan, Minggu, 24 Desember 2023, mengatakan:
"Waktu saya peserta debat, ada tiga mic, memang. Semuanya (Capres) punya jatah yang sama. Sempat saya tanyakan soal itu, kenapa banyak sekali? Dijawab, jika ada alat yang tidak berfungsi, maka ada pegangan.”
Dilanjut: "Saya juga kaget ketika ada orang (Roy Suryo) yang punya pemikiran lain. Mungkin mereka punya ilmunya sendiri.”
Roy fokus pada pernyataan Hasyim: “Roy tukang fitnah.”
Roy: "Saya sendiri tidak mengetahui, apa dasar, latar belakang dan niat dari Ketua KPU Hasyim Asy'ari, yang mengucapkan atau menuliskan perkataan Roy Suryo tukang fitnah. Itu pencemaran nama baik."
Sehingga Roy akan lapor polisi. Setelah tim kuasa hukumnya mengkaji hal itu. Rencananya, pekan ini pihak Roy akan lapor polisi.
Ricuh terus. Sejak putusan Mahkamah Konstitusi yang menguntungkan Gibran sehingga ia bisa jadi Cawapres, situasi politik terus ricuh. Tapi belum sampai rusuh. Cuma pancingan-pancingan kecil mengarah ke rusuh. Dan, pancingannya terlalu kecil sehingga jauh dari potensi rusuh.
Biarlah Roy lapor polisi. Hak semua orang lapor polisi. Di luar soal mic, pihak pasangan Capres-cawapres nomor urut satu dan tiga, juga protes ke KPU soal pertanyaan dan perilaku Gibran saat debat.
Kubu pasangan Capres-Cawapres, Anies-Muhaimin Iskandar, sudah melaporkan Gibran ke Komisi Pemilihan Umum.
Ketua Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin, Muhammad Syaugi dalam konferensi pers menyatakan: "Kami dari tim sukses 01 memang menyayangkan tentang pertanyaan Gibran. Kami sudah sampaikan ke Ketua KPU.”
Yaitu, pertanyaan Gibran kepada Muhaimin soal SGIE (State of The Global Islamic Economy) dan Muhaimin tidak bisa menjawab itu. Menurut Muhammad Syaugi , Gibran seharusnya menyebutkan kepanjangan SGIE saat bertanya, supaya yang ditanya mengerti maksud pertanyaan.
Sebaliknya, Muhaimin waktu itu juga tidak bertanya ke Gibran, apa kepanjangan SGIE? Tentu saja malu bagi Muhaimin menanyakannya di panggung debat. Akibatnya, pertanyaan itu jadi jebakan yang membuat Muhaimin benar-benar tidak tahu soal itu.
Syaugi: "Mudah mudahan ke depan hal ini bisa diperbaiki dengan baik sehingga debat ini betul-betul menunjukkan kelas calon presiden dan wakil presiden.”
Paslon nomor urut tiga, Ganjar-Mahfud, juga protes terhadap Gibran ke KPU. Terkait pertanyaan Gibran ke Mahfud tentang carbon capture dalam sesi debat. Akibatnya, Mahfud tidak bisa menjawab.
Setelah debat, Mahfud mengatakan kepada wartawan, bahwa carbon capture itu seharusnya ditanyakan pada Debat IV Cawapres 21 Januari 2024 yang bertema pembangunan berkelanjutan.
"Kami sudah membuat catatan agak luas, tapi nanti pada 21 Januari 2024). Jadi, saat ditanyakan di debat kemarin, itu enggak relevan.”
Seru memang. Gibran dikeroyok oleh komentar Roy Suryo, juga Paslon nomor satu dan tiga. Sebaliknya, Gibran memang sengaja membuat jebakan-jebakan pertanyaan saat debat. Ini sudah direncanakan matang. Efeknya membuat lawan kelabakan, tak bisa menjawab.
Itu sama persis yang dilakukan ayah Gibran, Jokowi ketika debat Capres di Pilpres 2019 berhadapan lawan Prabowo Subianto. Waktu itu Jokowi bertanya soal startup dan unicorn. Benar-benar membuat Prabowo blank, tak bisa jawab. Like father like son.
Para kandidat itu paham, bahwa buat mayoritas calon pemilih Indonesia di Pilpres, materi debat tidak penting. Kualitas debat bukan yang utama.
Sebab, rata-rata lama sekolah populasi Indonesia 8,7 tahun pria dan 8,5 tahun perempian (berdasar hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik 2020). Itu artinya, rata-rata lama sekolah rakyat Indonesia adalah setara putus sekolah di kelas tiga SMP, atau kelas sembilan.
Dengan kondisi itu, jika materi debat berkualitas tinggi, justru mayoritas calon pemilih tidak mengerti. Atau sulit mencerna. Atau dianggap publik, tidak seru. Debat berkualitas hanya dimengerti oleh orang yang lama sekolah sekitar 12 tahun ke atas. Yang jumlahnya di Indonesia sekitar 5 persen.
Sedangkan para kandidat di Pemilu atau Pilpres butuh suara rakyat (yang 95 persen dengan rata-rata lama sekolah di bawah 12 tahun). Tidak perlu memikat yang 5 persen itu.
Akibatnya, ya… kandidat pasti memilih pertanyaan jebak-jebakan. Terbukti pada reaksi penonton langsung di lokasi debat. Mereka bersorak-sorak girang, ketika ada kandidat yang tak bisa menjawab pertanyaan. Lalu, itu disebar ke media sosial. Viral. Efeknya, jelas merugikan kandidat yang tak bisa menjawab.
Repotnya, moderator debat tidak cepat mengatasi jika ada pertanyaan jebakan. Misal, SGIE (yang diucapkan Gibran dalam lafal Bahasa Indonesia) didiamkan saja oleh moderator. Mungkin juga, moderator tidak menduga bahwa Muhaimin tak mengerti hal itu.
Dengan adanya pertanyaan jebakan Gibran, mungkin para kandidat kini merancang pertanyaan jebakan untuk debat berikutnya. Mungkin bakal ada kandidat yang balas dendam. Sedangkan, kandidat yang bakal dibalas, juga menyiapkan jebakan baru yang lebih mengejutkan musuh lagi.
Sejatinya, kita cuma menonton pertanyaan jebakan dari para kandidat di debat Capres dan Cawapres. Sebagai seru-seruan. (*)