Bisakah Sekitar Makam Ibunda Gajah Mada Dibangunkan Pusat Olahraga?

Rombongan wisata dari Lamongan yang menyewa VW Safari untuk wisata di kawasan Magelang, Jawa Tengah. (FOTO: Heri Priyono)

COWASJP.COM – Pemikiran atau angan-angan ini muncul begitu saja setelah penulis berwisata ke Kota Magelang. 

Penulis dan keluarga menyewa 5 mobil Volkswagen (VW) yang dulu jadi mobil dinas para Camat. Bisa memuat 4 orang termasuk sopir. 

Kami ingin mengunjungi beberapa desa wisata di wilayah Magelang. Salah satu tujuannya adalah wisata persawahan. Terasa mengecewakan sekaligus mengesankan saat mobil VW yang kami tumpangi menelusuri persawahan. 

Mengecewakan karena melihat panorama persawahan dan pernak-perniknya adalah hal yang sangat biasa bagi saya sejak dari kecil. Mungkin berbeda ya bila saya sejak kecil hidup di kota yang tidak ada kawasan sawahnya. 

Hal yang mengesankan adalah: jalan-jalan di sekitar sawah sudah dicor dengan lebar 2 meter lebih. Alhasil, mobil VW kecil yang kami tumpangi leluasa menelusuri persawahan. Tentunya sangat jauh bila dibandingkan dengan kampung saya di Lamongan. Bagaimana mungkin hijaunya sawah bisa menjadi nilai plus bagi pemerintah daerah  Magelang. Persawahan diandalkan sebagai tujuan wisata. Tapi mungkin ini penilaian subyektif penulis yang kecilnya hidup di pedesaan. Sudah biasa melihat sawah. 

Namun, ada hal lain yang menginspirasi di Magelang. Yaitu UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) di Magelang. Antara lain proses pembuatan rengginang, pawon luwak (luwak kopi) dan  Madu Borobudur.

Namun, di tempat persinggahan terakhir itu ada hal yang membuat saya geli dan kagum. Kami berhenti di tengah lapangan yang tidak berpagar. Lapangannya tidak terlalu luas, ya seluas lapangan sepakbola kampung lah. Dikelilingi rumah warga, persawahan dan panorama Bukit Manoreh. 

Kami diajak berfoto ria, di dalam mobil dan depan mobil dengan berbagai pose. Tidak sampai 10 menit, kita beranjak pulang. 

Nah, di sinilah yang membuat penulis geli. Sebelum keluar lapangan, kami diberi pesan sama sopir untuk memberikan sumbangan sukarela sebagai ganti perawatan lapangan atau pemotongan rumput. Ada bangunan kecil di pintu keluar mobil. Di pintu itu sudah ada dua orang membawa kotak dan kami pun memasukkan uang ke dalamnya. 

Tapi apa sih salahnya kalau kita menyumbang Rp 5.000 atau Rp 10.000 bagi penjaga lapangan tempat parkir. 

Otak saya kemudian membayangkan pengembangan kampung halaman. Berandai-andai. 

Andai Pemkab Lamongan bisa mengadopsi dan mengoptimalkan konsep perekonomian UMKM seperti di Magelang, meski tidak mudah, alangkah bagusnya. 

Sebenarnya Kabupaten Lamongan punya bahan dasar yang marketable. 

Di Lamongan, periode Bupati Bapak Masfuk, berdiri megah wahana wisata WBL (Wisata Bahari Lamongan), mewakili icon wisata di sisi utara. 

MAKAM IBUNDA dari MAHAPATIH GAJAHMADA

Di sisi selatan Lamongan, Masjid Namira menjadi icon wisata religi nasional, dibangun oleh perorangan/keluarga. Ada home industri tikar, wingko, shuttle cock ‘LA’.

Dan, ada makam ibunda Mahapatih Gajah Mada. Yaitu makam Dewi Andongsari yang terletak di puncak bukit Gunung Ratu di Dusun Cancing, Desa Sendangrejo, Kecamatan Lamongan.

Kita tahu, Mahapatih Gajah Mada adalah tokoh sejarah yang sangat legendaris bagi rakyat Indonesia. 

heri1.jpgSawah pun bisa jadi tujuan wisata (FOTO: Heri Priyono)

Dari  ‘’adonan” ini saja bila difasilitasi oleh pemerintah daerah. Bisa menjadi lahan rezeki bagi para tukang becak, Bela (Becak Lamongan – becak bermotor) atau transportasi lain dan masyarakat di wilayah tersebut.  Diciptakan sebagai kawasan tujuan wisata di Lamongan.

Bayangan saya bukan sebatas itu. Ada lahan tidur berupa alam yang sangat potensial. Yang membentang di wilayah Kecamatan Ngimbang, Lamongan, Jawa Timur. Yang belum dimanfaatkan secara optimal. 

Lahan alam itu berupa daerah perbukitan dengan hutan, sendang/danau kecil dan sungainya. Kayaknya kawasan ini menjadi potensi yang sangat luar biasa bila dikelola dengan benar.

Potensi apa yang bisa digali dan diciptakan di wilayah tersebut? 

Penulis membayangkan kawasan itu dibangun menjadi Wisata Sport Center Andongsari. Dibangun sebuah gedung serbaguna dan olahraga di sekitar Gunung Ratu Ngimbang, Lamongan (sekitar makam Ratu Andongsari – ibunda Mahapatih Gadjah Mada). Berskala nasional, bahkan kalau bisa berskala internasional.

Tujuan utama dari pembangunan ini adalah meningkatkan potensi daerah sebagai aset pendapatan asli daerah (PAD). 

Di-package untuk segala aktifitas olahraga dan kegiatan otomatif dengan berbagai fasilitasnya, seperti asrama atlet, hotel/penginapan, kuliner serbaneka, jajanan khas daerah dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan.

Melingkari bangunan utama, ada beberapa tribun dan beberapa lapangan outdoor, seperti tenis lapangan, golf dan lainnya, dengan packaging taman dan hutan kecil yang memberikan kesan alami, keteduhan dan kenyamanan

Di sisi lebih luar, dibangun sirkuit untuk kegiatan otomotif semacam grandprix, superbike, motorcross dan lain-lain. Sirkuit ini tentu saja akan dibangun sesuai kebutuhan dan era saat ini, tanpa meninggalkan unsur keamanan dan kenyamanan pengunjung.

Sebagai penutup area, gagasannya akan dibangun berbagai fasilitas seperti perhotelan/penginapan, asrama atlet, pertokoan dan aneka kuliner serta jajanan khas daerah.

Terlintas di benak penulis, konsep UMKM yang ada di Kota Magelang akan bisa diusung ke Lamongan dengan lebih banyak warga yang terlibat. 

Satu hal lagi yang bergejolak di benak penulis. Baru-baru ini saya melihat sebuah video entah dari mana, hoax atau tidak, belum bisa dipastikan. Yaitu tentang teknologi dari Tiongkok. Di toilet,  saat seseorang buang air kecil, ada sensor urine dan layar yang menunjukkan hasil tes urine tentang kesehatan pemakai toilet. Di layar muncul hasil pemeriksaan seperti diabetes, ginjal, infeksi saluran kencing, penyakit hati, status hidrasi dan wawasan pola makan. Ini sungguh luar biasa bila ditambahkan untuk fasilitas toilet di sana.  

Sungguh megilan (dahsyat). Mungkin belum ada di Indonesia.

Nah bagaimana pendanaannya?

Kalau satu pengusaha di Lamongan mampu membangun Masjid Namira sebagai icon wisata religi yang cukup spektakuler, bagaimana kalau para pengusaha di Lamongan bersatu untuk mewujudkannya? Mustahilkah? Saya berharap bukan sesuatu yang mustahil. 

Atau bisa jadi Bank Daerah ikut terlibat di dalamnya. Hal ini tentu tidak akan mempengaruhi APBD, menurut versi penulis sebagai warga awam.

Penulis sama sekali tidak ingin menggurui, karena memang bukan ahlinya. Soal konsep pembangunan dan pernak-perniknya serta dampak perubahan perekonomian yang terjadi di masyarakat, kita serahkan saja pada ahlinya. 

Simulasi perhitungan keuangan yang berputar, tentu para pakar keuangan bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dan akurat.

Sekali lagi, ini semua hanyalah impian warga awam yang berharap lebih pada kampung halaman. Terlepas tulisan ini bermanfaat, menginspirasi atau bahkan tidak berguna sama sekali. Saya kembalikan sepenuhnya pada para pembaca. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda