COWASJP.COM – Status tersangka mantan CEO Jawa Pos Dahlan Iskan memasuki pertengahan pekan kedua, sekarang. Belum ada tanda-tanda progres perkara. Macet. Mau dibawa ke mana perkara ini? Belum jelas juga.
Para mantan wartawan Jawa Pos yang tergabung dalam komunitas Manifesto Kopi Oey, dipelopori wartawan Jawa Pos di Washington DC, AS, 1994-2000 Irawan Nugroho, menyayangkan kelambanan ini. Dari menyayangkan, lalu berkembang jadi pertanyaan, begini:
Ada permainan apa ini? Apakah murni perkara hukum? Ataukah serangan opini terbuka Jawa Pos terhadap Dahlan Iskan? Ataukah ada unsur politik juga?
BACA JUGA: Dahlan Iskan, Manifesto Kopi Oey
Bahwa, Dahlan juga politisi berpengaruh tak bisa dipungkiri. Kita masih ingat bertahun silam, Dahlan Iskan adalah pemenang Konvensi Calon Presiden RI yang digelar oleh Partai Demokrat. Sayangnya, namanya tidak jadi diumumkan sebagai capres resmi Partai Demokrat. Entah apa alasannya. Konon karena pemilik partai tidak berkenan atas hasil Konvensi. Who knows? Kita cuma bisa menebak-nebak.
Atau bisa jadi karena kini Demokrat mendukung pemerintah, dan Dahlan dianggap bagian keluarga besar Demokrat, sedangkan Goenawan Mohamad sedang berdiri pada posisi berseberangan. Jadi Dahlan dipakai sebagai sarana melemahkan posisi Prabowo? Mana kita tahu.
BACA JUGA: Persamuhan Kopi Oey 2025
Terkait soal hukum, maka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 ayat (1) berbunyi:
Ada lima jenis alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana di Indonesia, yaitu:
1. Keterangan saksi: Pernyataan yang diberikan oleh seseorang yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana.
2. Keterangan ahli: Pendapat yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang tertentu terkait peristiwa pidana.
3. Surat: Dokumen atau catatan tertulis yang memuat informasi terkait peristiwa pidana.
4. Petunjuk: Peristiwa atau keadaan yang menunjukkan adanya suatu tindak pidana dan pelakunya.
5. Keterangan terdakwa: Pernyataan yang diberikan oleh tersangka atau terdakwa mengenai peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya.
Hanya alat bukti yang tercantum dalam pasal ini yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa dalam persidangan pidana. Dan, penyidik Polri berwenang menetapkan status tersangka seseorang jika memenuhi unsur, minimal dua alat bukti hukum yang kuat.
Polda Jatim pastinya sudah punya, minimal dua alat bukti hukum yang kuat untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka penggelapan. Sebab, status tersangka sudah dipublikasi. Nah apa dua alat bukti itu? Tidak pernah dijlentrehkan.
Tapi mengapa prosesnya lama? Sampai memasuki pekan kedua belum ada perkembangan yang berarti. Publik pun bertanya-tanya. Spekulasi merebak. Tapi polisi tenang saja.
KUHAP tidak mengatur, berapa lama seseorang bisa berstatus tersangka. Tidak diatur batas waktunya. Sampai dengan penyidikan perkara dihentikan. Setelahnya, status tersangka otomatis musnah. Begitulah kita orang awam memahami proses hukum.
Akibatnya, dalam hal ini, nama baik Dahlan Iskan dirugikan. Ia menyandang status tersangka. Keluarga juga merasa dipermalukan. Sementara penyidikan macet. Ia dirugikan secara sosial. Nama baiknya tercemar. Padahal ia guru bagi banyak orang. Dia tokoh terpandang. Mantan Dirut BUMN. Mantan menteri juga. Reputasinya dipertaruhkan.
Maka, kalau kami, komunitas Manifesto Kopi Oey, terus membela guru kami, mestinya wajar bukan? Jadi Pak Polisi, tolong perjelas kasus ini. Jangan gantung nasib orang, dong. Kami semua resah. (*)