Jeritan Pasien-Pasien BPJS

Penulis saat berada di Greatfall, Virginia. (Foto:cowasjp.com)

COWASJP.COM – ockquote>

O l E h: Bambang Indra K.

------------------------------------

BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dibenruk berdasarkan UU No 24 tahun 2011. Dengan membayar iuran premi dalam jumlah tertentu, maka masyarakat dapat menikmatinya.

Benarkah? Bahwa pada ujung masalah kita dibebaskan dari bayaran memang ya. Tetapi, memakai kartu BPJS ini harus ekstra sabar. Sekali lagi ekstra sabar kalau tidak mau gendheng.

Pagi jam 05.00 sudah harus berangkat ke Puskesmas terdekat. Meminta surat rujukan bahwa kita harus berobat ke dokter spesialis atau rumah sakit daerah atau swasta terdekat.

Loket buka jam 07.00. Dengan meletakkan kartu berobat, kita akan dipanggil petugas Puskesmas sesuai dengan urutan tumpukan kartu.

Singkat kata, surat rujukan sudah diperoleh. Giliran menuju RS terdekat. Di sini, ambil nomor antrean untuk pendaftaran. Sekitar pukul 11.00 baru dipanggil karena nomor antrean sudah banyak.

Masuk ke ruang dokter sudah hampir pukul `12.00. Lantas disarankan ke RS yang lebih besar, yakni RS Fatmawati. Memang lebih besar. Dan, pasiennya satu unit klinik bisa ratusan.

Di sini, kedatangan pertama harus daftar lebih dulu. Kemudian dijadwalkan untuk konsultasi atau bertemu dokternya. Sekali lagi, karena pasien BPJS harus bersabar. Daftar di hari ke-1, dijadwalkan bertemu dokter hari ke-8. Tepat seminggu.

Bagaimana kalau kondisi pasien darurat? Sudah modar alias mampus kalee !

Padahal, sesungguhnya BPJS itu tidak gratis. Kita harus membayar premi, sesuai dengan kelas atau kategorinya. Sebagai pasien BPJS, seolah kita dianggap pasien gratisan. Layanannya, sulit digambarkan amat sangat keburukannya. Kita istilahkan layanan entut berot. Bau dan jorok sekali.

Paradigma bahwa sesuatu jasa yang gratis lalu dilayani sak-enake udele (semaunya) seperti sudah membudaya di Indonesia.Mulai dari dokter, jururawat, petugas medis sampai tukang parkir, berubah atau menjelma menjadi Mak Lampir.  Sama sekali tidak ada respek pada pasien. Pasien BPJS seolah menjadi pasien kelas seratus sebelas. 

Nelangsa, itu yang ada di batin semua pasien BPJS. Sudah mbayar tetapi masih dianggap gratis.

Beda sekali dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Sekolah gratis, melahirkan anak gratis, tetap dilayani dengan sangat elegan oleh guru dan para tenaga medis.

Seluruh guru sangat menaruh hormat pada orangtua murid karena setiap orangtua murid dianggap sebagai pembayar pajak (tax payer). Dari pajak, gaji para guru itu berasal.

bik-1oGbRL.jpg

Rumah yang nyaman, serta jaminan sosial yang memadai membuat hidup lebih tenang. (Foto: cowasjp.com)

Bahkan, jika tinggal di Amerika selama tiga tahun berturut-turut di state yang sama, maka ketika anak masuk ke perguruan tinggi berhak mendapatkan diskon hingga 50 persen SPP perguruan tinggi yang super mahal. Karena apa? Karena si orangtua murid pasti membayar pajak selama ini.

Bekerja di Amerika, tidak bisa menghindar dari pajak. Form pajak ada dua, state (negara bagian) dan federal, yang sudah menyatu dengan cek gaji kita.

Jadi gaji dan potongan pajak kita ditembuskan ke kantor pajak (IRS). Pada penghujung tahun pajak (April), warga di Amerika harus melapor ke kantor pajak lagi. Apakah harus membayar lagi, atau mendapat tax return jika tergolong tidak mampu. Tax return jumlahnya bisa melebihi jumlah pajak yang harus dibayar.

Bisa kah ngemplang? Sangat tidak bisa dan berisiko hukum. Pada batas waktu membayar, kita bisa mengajukan prmohonan menyicil jika harus mengangsur karena pada tahun pembayaran, misalnya kita kehilangan pekerjaan. Nyicil sekuatnya.

Jika ngemplang, maka bank akan menyurati yang isinya mendapat wewenang (berdasar ketentuan undang-undang) untuk menggergaji (mendebet) rekening Anda. Jumlahnya langsung, dari total pajak tertunggak. Kapok koen.

Jika itu sampai terjadi, maka akan menjadi track record seumur hidup. Karena itu, banyak pejabat publik jatuh karena cedera pajak seperti ini.

Namun, dari sistem yang ketat seperti itu, warga di sana menikmati benefit lainnya. Amerika bukan negara sosialis, tetapi warganya menikmati kesehatan yang luar biasa hingga pendidikan gratis sampai bangku SMA di sekolah publik.

Di zaman Presiden Barack Obama, asuransi swasta mendapat porsi berkurang. Program pemerintah Medicaid adalah jalan keluar untuk biaya kesehatan yang mahal di sana.

Walau dituding sebagai agen sosialis, Obama tetap menggergaji peran asuransi swasta (diserahkan ke pasar). Kini, boleh dibilang antara swasta dan pemerintah menjadi fifty-fifty dalam menunjang kesehatan masyarakat. 

bik-rumahof9Q.jpg

Rumah yang nyaman, serta jaminan sosial yang memadai membuat hidup lebih tenang. (Foto: cowasjp.com)

Reformasi jaminan kesehatan 2008 (healthcare reform) yang diajukan Obama benar-benar dinikmati masyarakatnya.

Di Indonesia, sejak 1 Januari 2014 BPJS berjalan. Dikumandangkan seolah kesehatan gratis karena ditunggangi kepentingan politik. 

Kita sudah membayar premi BPJS, dan ditambah dengan pajak yang akhir-akhir ini mencekik leher. Tapi, apa benefitnya? Gaji para petinggi PT BPJS yang ratusan juta, serta munculnya Gayus-gayus baru dalam layanan pajak, menempatkan rakyat tetap sebagai korban.

Dalam hal kesehatan, kita memang masih belum mampu melepaskan masyarakat dari pelayanan kesehatan yang over utilization (berlebihan), unnecessary utilization (pelayanan yang sesungguhnya tidak perlu), serta abuse of care (penyalahgunaan pelayanan). 

Pada era BPJS kini menjadi lebih parah, dengan abuse of moral, abuse of power dan abuse-abuse lainnya yang maha brengsek dari pelayanan kesehatan kita. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda