COWASJP.COM – PERNAH beranjangsana ke Kunstkring di bilangan Menteng, Jakarta Pusat? Gedung berusia 102 tahun itu (dibangun 1914 oleh arsitek Belanda P.A. J. Moojen), pernah menjadi kantor Imigrasi Jakarta Pusat (1950 – 1997). Bangunan dua lantai yang sangat artistik, kini dikelola grup Tugu dan diberinya nama Tugu Kunstkring Paleis.
Peci Soekarno. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Terletak di ujung Jalan Tengku Umar, tak jauh dari Masjid Cut Meutia, Menteng, Tugu Kunstkring Paleis selain berfungsi sebagai restoran, juga galeri. Di lantai dua, galeri Kunstkring tengah digelar pameran lukisan Sohieb Toyaroja bertajuk "The Spiritual Journey" - Manusia, Sarana, Suasana Indonesia Tempo Dulu. Pameran sebulan penuh itu akan berakhir 14 April 2016.
Cerutu Soeharto. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Tak kurang dari 38 karya Sohieb dipajang memenuhi ruangan berukuran 10 x 20 meter itu. Bertindak selaku promotor adalah Ali Akbar, rekan jurnalis yang sempat merambah dunia showbiz dan beberapa kali menggelar konser musik kelas dunia, seperti Sepultura (1992) dan Metallica (1993). Tak kurang dari 20 lagu gubahan Ali dinyanyikan God Bless dan Gong 2000. Ia terbilang dekat dengan Setiawan Djody.
Salah satu ruang pameran. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Nah, untuk pameran kali ini, Ali Akbar menggandeng mantan petinggi Partai Amanat Nasional (PAN), Sutrisno Bachir, yang kini menjabat Ketua Komite Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN). “Saya sangat mendukung pameran karya Sohieb ini. Ada getaran khusus setiap saya menikmati lukisan dia,” ujar pengusaha asal Pekalongan itu
Goyang Perkusi. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Bahkan, Sutrisno mengisahkan... setiap kali membawa pulang lukisan “potret diri” dan memajangnya di ruang keluarga, sang istri Anita Rosana Dewi, tak lama kemudian memintanya untuk menurunkan. “Nggak pas,” celetuk istrinya.
Hingga suatu hari, Sutrisno membawa pulang lukisan diri karya Sohieb Toyaroja. “Tadinya enggan memajang... Pikir saya, buat apa dipajang, kalau akhirnya diturunkan lagi (oleh istri). Tapi anehnya, ketika istri saya melihat lukisan itu, dia berkata, ‘lho... ini bagus... pasang dong di ruang tengah’....” papar Sutrisno.
Tugu Kunstkring Paleis. (Foto: istimewa)
Singkat cerita, pameran lukisan yang dihadiri tiga orang menteri Kabinet Gotong Royong itu, terbilang sukses. Bukan saja karena banyaknya kolektor yang tertarik mengoleksi karya pelukis asal Kediri – Jatim itu, tetapi karena kurator berhasil menyajikan satu pameran lukisan yang berbeda.
Pada lukisan karya pelukis kelahiran 15 Maret 1968 itu, nuansa “tempo dulu” tidak saja tergambar melalui pilihan warna dominan coklat dan pastel, tetapi penempatan komposisi objek pada bidang kanvas yang sangat proporsional. Sebagai pelukis otodidak, Sohieb sudah melewati jauh pakem-pakem komposisi, anatomi, pewarnaan, hingga ke soal teknik berkarya.
Roro Jonggrang. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Dunia kuas sudah menjadi masa lalu Sohieb. Kini dia mengutamakan palet sebagai alat berekspresi. Tengok karyanya berjudul “Roro Jonggrang”... detil objek bisa dimunculkan dengan sempurna. Ingat, ia melukis dengan palet. Juga pada lukisan “Pasar Bogor”, “Tugu Yogya”, “Kapal Besar Priok”, serta lukisan tokoh “Peci Sukarno” dan “Cerutu Soeharto”.
Di sela menikmati karya-karya Sohieb malam itu, Ali Akbar dan Sohieb Toyaroja berkenan bincang-bincang ringan di teras balkon lantai 2, Galeri Kunstkring. Sambil menyeruput kopi hitam, pembicaraan mengalir ke banyak penjuru. Termasuk gagasan Ali Akbar untuk memberi makna yang berbeda pada peringatan 71 tahun Indonesia merdeka Agustus mendatang.
Foto: Roso Daras/CoWasJP.com
“Saya akan meminta Sohieb untuk berkenan melukis tokoh-tokoh. Kalau bisa jumlahnya 71, sejak era pra kemerdekaan hingga sekarang,” ujar Ali Akbar, seraya menambahkan, “ini saya benar-benar minta ke Sohieb. Soalnya, dia ini kalau mau ya mau, kalau tidak ya tidak.... he...he...he....”
Sohieb pun terkekeh. Ia menyambar permintaan Ali Akbar dengan berkisah. Betapa banyak permintaan, ajakan, yang kemudian dengan berat hati tidak bisa dia kabulkan. “Entahlah, saya dari dulu ya begitu. Kalau perasaan bilang tidak, ya tidak, meski teman-teman ngatain saya goblok..,” ujar pelukis gondrong itu.
Dari kiri, Penulis, Sohieb Toyaroja, dan Ali Akbar. (Foto: Roso Daras/CoWasJP.com)
Tapi terkait pamer karya “71 tokoh Indonesia”, Sohieb mengapresiasi. “Saya kira bagus. Saya kebetulan senang mengapresiasi masa lalu. Tidak ada masa lalu, maka tidak akan ada masa kini,” ujar Sohieb, yang bahkan mengaku, punya obsesi melukis raja-raja Nusantara. ***