COWASJP.COM – AKHIR pekan lalu kami sekeluarga punya agenda ke Jakarta lewat jalan darat. Ada dua pilihan jalur yang hendak kami lalui. Lewat jalur selatan Surabaya-Madiun-Solo dan seterusnya. Atau jalur utara yang lebih dekat dan dikenal Jalur Pantura (Pantai Utara)
Jika jadi berangkat tanggal 16 Juni, maka kami harus memilih jalur selatan, karena masih punya waktu luang, mengingat acara keluarga besar kami di Jakarta berlangsung tanggal 20 Juni. Sehingga kami masih bisa menikmati perjalanan sambil singgah di Solo atau Jogja.
Jika tidak menggunakan mobil pribadi, kami juga suka naik kerata api lewat jalur selatan ini. Tapi situasi akhir pekan lalu itu berubah, lantaran ibu kami meninggal di awal bulan Ramadan. Kami pun lantas memutuskan ke Jakarta tanggal 18 Juni saja, lewat jalur lebih cepat dan dekat. Jalur Pantura!
Sesaat sebelum melakukan perjalanan dari Surabaya, kami dikejutkan dengan pemberitahuan dari dunia maya. Badan Meteorologi (BMKG) menyebut hujan lebat hingga tanggal 20 Juni akan mengakibatkan angin puting beliung, tanah longsor, banjir andang dan pohon tumbang di beberapa wilayah. Termasuk wilayah yang hendak kami lewati dan kunjungi.
Indikasi itu bisa dilihat dari hangatnya suhu muka laut di atas normal perairan Indonesia barat. Juga masuknya aliran masa udara basah dari Samudera India di maritim kontinen Indonesia, serta lemahnya aliran masa udara dingin Autralia di wilayah Indonesia.
“Kondisi itu diperkirakan memberikan kontribusi pada peningkatan curah hujan," jelas Yunus S Swarinoto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG dalam pernyataannya. Selain itu, adanya daerah perlambatan, pertemuan dan belokan angin di wilayah Sumatera dan Kalimantan mengakibatkan kondisi atmosfer menjadi tidak stabil. Sehingga meningkatkan potensi petir dan angin kencang.
Foto: istimewa
Kabar ini sangat mengejutkan dan mengganggu konsentrasi kami. Apalagi ketika memasuki Tuban, kaca depan mobil sudah dibasi air hujan sepanjang jalan sampai Kudus. Beruntung hujannya tidak terlalu lebat dan diiringi angin yang kencang. Sehingga Jalur Pantura yang kami lewati aman-aman saja.
Jalur yang biasanya padat oleh kendaraan berat dan besar-besar itu praktis tidak menganggu perjalanan kami. Bahkan, jalan yang tahun sebelumnya cukup menganggu pengguna jalan raya kini terasa mulus. Dari Lasem, Rembang, Juwono, Kudus sampai menuju tol Jateng lancar jaya.
Kondisi ini bakal memudahkan para pemudik lebaran nanti. Syukur jika tidak terjadi cuaca ektrim seperti akhir pekan lalu. Yang mengkhawatirkan jika lewat jalur selatan atau yang menggunakan transportasi kereta api. Cuaca ekstrim bisa saja terjadi di awal bulan Juli.
Bila itu terjadi, curah hujan yang deras bisa menggenangi rel kereta api. Sabtu malam lalu itu, ketika beberapa daerah di Jateng tenggelam, Kereta Api Gaya Baru terjebak banjir di Kebumen dan Gombong. “Kami harus menunggu surutnya air berjam-jam,” ujar seoerang rekan yang malam itu juga bepergian ke Jakarta.
Deras hujan yang turun sejak siang hingga malam hari itu, membuat ribuan rumah hancur akibat banjir dan tertimbun longsor. Ada 16 kabupaten dan kota di Jawa Tegah yang mengalami bencana itu. Di antaranya Purworejo, Banjarnegara, Kendal, Sragen, Purbalingga, Banyumas, Sukoharjo, Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Klaten, Magelang, Wonogiri, Cilacap, Karanganyar, dan Kota Solo.
Di Solo, banjir yang diakibatkan hujan deras selama lebih dari lima jam itu menyebabkan sekitar 1.000 jiwa harus dievakuasi ke lokasi yang lebih aman. Selain daerah bantaran Sungai Bengawan Solo, sejumlah jalan di pusat kota juga sempat terendam banjir hingga setinggi betis.
Foto: istimewa
Kondisi di kawasan bantaran Sungai Bengawan Solo lebih parah lagi. Bahkan hingga Minggu siang di daerah bantaran Kampungsewu ketinggian air terlihat belum surut dan masih merendam sejumlah rumah penduduk.
Salah seorang warga bantaran yang mengungsi di Posko Pengungsian Kelurahan Gandekan, Wuryani mengatakan ketinggian banjir pada Sabtu malam sekitar pukul 20.00 WIB, sudah mencapai dada orang dewasa. "Air naik dengan cepat sehingga saya tidak bisa mengamankan barang-barang di rumah. Saya memilih untuk mengungsi di Kelurahan Gandekan," katanya dalam berita media online.
Sementara itu, Sekretaris PMI Solo, Sumartono Hadinoto menyebutkan titik-titik yang terendam banjir terjadi merata di kawasan bantaran Sungai Bengawan Solo yang meliputi Pucangsawit, Kampungsewu, Semanggi, Sangkrah dan Joyontakan.
"Di Pucangsawit, banjir juga meredam rumah pribadi Walikota Solo. Ketinggian air mencapai sepinggang," ucapnya.
Sumartono menyebut, di kawasan bantaran Kampungsewu, Semanggi, dan Sangkrah, ketinggian air mencapai 2,5 meter, hingga rumah-rumah milik warga hanya terlihat atapnya. Dalam taksiran PMI Solo, setidaknya seribu warga harus diungsikan.
"Jumlah pastinya kita sulut menghitung tetapi diatas seribu. Patokannya kita menyiapkan nasi bungkus lebih dari seribu dan habis. Nasi itu untuk warga yang sahur dan tidak puasa," tuturnya.
Selain mengungsi di Posko pengungsian, sejumlah warga juga terlihat menunggui rumahnya yang terendam di sekitar lokasi banjir untuk menjaga harta benda miliknya yang belum sempat diselamatkan.
Hari Minggu (19/6), Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo turun langsung ke beberapa lokasi banjir. "Tadi saya sudah dari Karanganyar untuk memantau banjir di sana. Terus ini ke Solo mengunjungi Kampungsewu untuk meninjau warga yang menjadi korban banjir. Setelah ini ke Sukoharjo," kata dia.
Menurut Ganjar, curah hujan yang tinggi ini memang sudah diprediksikan oleh BMKG dengan keluarnya surat waspada potensi hujan lebat di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya di Jawa Tengah. "Prediksi BMKG terjadi hujan lebat antara tanggal 17 Juni hingga 20 Juni. Kami meminta warga untuk waspada," himbaunya.
Ganjar menyebut, ia sudah berkoordinasi dengan sejumlah kepala daerah yang daerahnya dilanda bencana alam. Ia juga telah meminta kepada semua BPBD serta TNI dan Polri untuk bergerak membantu evakuasi kepada warga yang rumahnya terendam banjir.
Sementara itu, Badan Nasional penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, korban jiwa terbanyak terjadi di Kabupaten Purworejo, yang mencatat 11 orang meninggal dunia dan 26 orang hilang. Di Purworejo, banjir dan longsor terjadi di 30 desa 16 kecamatan. Di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, lima orang tertimbun longsor dan sembilan orang tewas. (*)