COWASJP.COM – BAYANGKAN orang yang sedang jatuh cinta. Ia mendapat surat dari pujaan hatinya. Maka surat itu akan dibacanya dengan penuh perasaan. Deg-degan. Hatinya bergetar. Seakan-akan si pujaan hati ada di hadapannya. Ketika surat yang lain belum datang, ia rindu. Maka diambilnya surat yang lama. Dibukanya. Dibacanya lagi. Padahal isinya sama. Tapi, ia sudah merasa seakan-akan sang pujaan hati ada di sampingnya.
Bahkan saat rindu memuncak, surat yang telah lama dikirim itu, didekapnya. Saat melihat surat itu, seakan rindunya terobati. Tanpa dibaca pun, kerinduan itu seolah hilang. Begitulah, orang yang jatuh cinta memperlakukan surat dari si dia. Tak peduli lagi apa kata-kata yang ada di dalam surat itu. Yang penting suratnya ada di tangan.
BACA JUGA : Peduli Tetangga
“Begitulah mestinya perasaan kita dengan Alquran. Alquran itu kalam Allah, surat cinta Allah kepada ummatNYA. Mestinya, kita pun rajin menengoknya, membacanya. Jika malas membaca Alquran berarti cintanya palsu, cintanya pada Allah bukan cinta yang sebenarnya,” tegas Dr. Ahmad Rofiq dalam ceramah Nuzulul Quran di Masjid Al Jihad, Gumuk Indah, Sidoarum, Jogja.
Penceramah langganan NetTV ini mengilustrasikan beragam topik turunnya Alquran dengan persoalan kekinian. Kedahsyatan Alquran, tidak hanya pada isi teks. Dari sisi bunyi ketika dibaca pun, bisa memberi dampak yang luar biasa hebat. “Bunyinya melampaui zaman. Karena dengan bunyi bacaan itulah, pada awalnya Alquran dijaga kemurniannya,” tambah dosen UIN Sunan Kalijaga, Jogja ini.
BACA JUGA : Dihafal Jutaan Pembaca
Sayidina Umar, masuk Islam gegara bunyi bacaan Alquran. Ia yang gagah perkasa dan berniat membunuh Muhammad, terjatuh lunglai mendengar ayat suci Alquran yang didengarnya. Umar bin Khattab pun menangis. Hatinya luluh. Ia pun menyatakan diri masuk Islam dan mengakui kenabian Muhammad.
“Maka, Alquran itu akan memberi dampak jika dibaca. Bahkan orang yang tidak mengerti bahasa Arab pun akan mendapatkan manfaat dari membaca Alquran. Alquran bisa menjadi petunjuk bagi seluruh manusia jika dibaca dan diamalkan,” tegas alumni Philadelphia University Amerika ini.
BACA JUGA : Lantunan Alquran sebagai Terapi
Ia mengilustrasikan seorang santri yang diminta mengisi bak mandi dengan mengambil air dari sungai dengan keranjang. Tentu saja, setiap kali keranjang diangkat dan dibawa naik ke atas menuju bak, tak ada air yang tersisa. Begitu terus berulang. Maka, santri itu pun bertanya pada kiainya. “Apakah ini tidak sia-sia Kiai? Saya capek dan tidak ada air yang bisa saya angkut,’’ katanya.
Sang Kiai, sambil tersenyum menjawab. “Tidak ada yang sia-sia. Coba lihat apa yang terjadi pada keranjangmu!” Santrinya pun mengamati keranjang yang dibawanya.
Belum lagi santrinya berkata, Sang Kiai melanjutkan kata-katanya. “Keranjangmu tadi kotor. Tapi, karena kamu pakai berulang-ulang mengambil air, maka kini menjadi bersih. Semakin bersih. Begitulah hati kita. Jika kita terus menerus, berulang-ulang membaca Alquran, meski kita tidak paham bahasa Arab, hati kita pun akan menjadi bersih dan semakin bersih,’’ tegas Sang Kiai.
Begitu cintanya Allah kepada kita, lanjut Ahmad Rofiq, DIA akan memberikan sesuatu yang tidak kita sadari ketika kita rajin membaca Alquran. Surat cinta dariNYA untuk kita, ummatNYA. Akankah kita biarkan “surat cinta” dari Sang Maha Cinta itu sia-sia? Alangkah celakanya kita. (*)