COWASJP.COM – KELUARGA yang tewas dalam tragedi macet luar biasa di Brebes harus memperoleh Retroactive insurance dari pihak-pihak bertanggung jawab terkait.
Mereka tewas jelas-jelas karena manajemen transportasi yg kacau, bukan karena kecelakaaan.
Mereka tewas akibat manajemen contigency yg tak jalan. Guard dari udara tak ada. Pusat pelaporan darurat tidak ada.
Ke mana heli kepolisian, badan penanggulangan bencana, TNI. Ini juga jelas-jelas tersedia, tapi tak ada komando dari Presiden. Pada saat peristiwa, Presiden selaku manajer tertinggi malah sibuk bagi-bagi buku dan sembako. Jadi jelas lini komando tak jalan.
Ini sudah kesekian kalinya presiden abai terhadap protokoler kepala pemerintahan. Tak ada perintah pada saat momentum krisis, adalah kesalahan fatal.
Presiden senang-senang sendiri dan tidak melaksanakan wewemang dan tugasnya.
Semua tahu, momentum yg bersifat massa adalah event beresiko tinggi yang melibatkan banyak orang. Mengapa presiden malah bersenang senang sendiri?
Selaku kepala pemerintahan, Presiden membawahi manajemen TNI dan Polri. Tugas pokok TNI cuma dua: melindungi rakyat dari bencana perang dan bencana alam, termasuk situasi darurat yang mengancam keselamatan rakyat. Tugas pokok kepolisian adalah melindungi rakyat dari kejahatan dan ancaman ketertiban termasuk penyelamatan situasi krisis. Kedua tugas pokok tersebut di bawah Presiden lengkap dengan protokol pemerintahan.
Ilustrasi kemacetan di pintu gerbang tol (okezone)
Untuk itu, Presiden diberikan hak fries ermesson (kebebasan melawan hukum demi kepentingan publik). Jika hak ini tidak dijalankan, Presiden salah berat, diancam sebagai penyalahgunaan wewenang (detournament of pavoir).
Karena sudah terdapat korban, Presiden diancam sebagai penyalahgunaan kekuasaan (excess du pavoir), otomatis Presiden melakukan perbuatan melawan hukum dan pidana (tort).
Poin-poin itu menjadi alasan pengajuan hak interpelasi diikuti dengan hak angket utk membuktikan bahwa presiden bersalah, dan selanjutnya menjadi dasar pemakzulan.
Hak angket selanjutnya menggunakan UU no 6 tahun 1954 tentang Hak angket DPR, di mana pansus secara mandiri dapat melakukan lidik sidik, baik sendiri maupun menggunakan kekuasaan kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman
Proses ini penting, yang jika gagal memakzulkan Presiden dapat menjadi pelajaran agar Presiden tidak lagi melanggar UU protokoler, dan berhenti pasang citra dengan mengabaikan tugas pokoknya.
Tak bisa. Nawacita adalah bukan UU, bukan protokoler, bukan tugas pokok.
Pelanggaran UU protokoler dan tugas pokok diajukan ke MK untuk memperoleh kepastian hukum. Baru dari MK diajukan ke MPR. Jokowi sudah pantas dimakzulkan akibat Brexit (Brebes Exit): berak, kencing, buang sampah di tol, 12 tewas.
Berikut merupakan data korban yang meninggal dunia karena kelelahan:
1. Azizah (1) meninggal dalam perjalanan ke Puskesmas Tanjung pada tanggal 3 Juli 2016. Dia diduga meninggal akibat keracunan karbon dioksida setelah mobil yang ditumpanginya terjebak macet lebih dari enam jam menjelang pintu keluar Tol Brebes Timur.
2. Yuni Yati (50), warga Magelang, meninggal dunia setelah dalam kondisi sakit keras terjebak macet di Tol Brebes, pada tanggal 3 Juli. Yuni sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhakti Asih, namun tak tertolong.
3. Turinah (53), warga Kebumen, meninggal di Rumah Makan Minang Karangbale pada tanggal 3 Juli 2016.
4. Sundari (58), warga Kendal, meninggal dunia karena sakit di Bus Pahala Kencana yang terjebak macet pada tanggal 4 Juli 2016.
5. Susyani (36), warga Bogor, pingsan saat turun dari Bus Rosalia Indah. Korban mengeluh pusing karena bus yang ia tumpangi kena macet di Tol Brebes. Susyani sempat dibawa ke Puskesmas Larangan sebelum meninggal dunia pada 4 Juli 2016.
6. Sariyem (45), warga Banyumas, diturunkan dari mobil travel di Klinik dr Desy Wanacala. Sariyem sebelumnya pingsan karena kelelahan, setelah itu diperiksa kemudian meninggal dunia pada 4 Juli 2016.
7. Suharyati (50) turun dari Bus Sumber Alam karena tidak kuat menghadapi macet. Saat turun, ia pingsan dan muntah-muntah. Dalam perjalanan ke rumah sakit dia meninggal pada 4 Juli 2016.
8. Poniatun (46), warga Kebumen, turun dari Bus Zaki Trans di Rumah Makan Mustika Indah, Kecamatan Tonjong. Tak lama kemudian dirinya meninggal dunia pada 4 Juli 2016.
9. Rizaldi Wibowo (17), seorang warga Kendal, meninggal di dalam bus pada 5 Juli 2016.
10. Sumiatun (67), warga Serpong, Tangerang, meninggal dunia di dalam bus pada 5 Juli 2016.
11. Sri (40) warga Wonogiri, meninggal dalam perjalanan saat menggunakan mobil pribadi. Sri meninggal karena serangan jantung pada 4 Juli 2016.
12. Suhartiningsih (49) warga Jakarta, meninggal di dalam mobil pribadi pada tanggal 5 Juli 2016. *