COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: Arif Afandi
-----------------------------------
DALAM sebulan, dua kali saya mengantar dua anak jagoanku ke rumah sakit Islam Surabaya. Keduanya, Nizar Mohammad Afandi dan Nabielkhan F Afandi, harus periksa ke instalasi gawat darurat (IGD) karena demam.
Saya sudah lama tidak berurusan dengan rumah sakit karena memang tidak ada yang sakit. Dulu, setiap ada keluarga yang sakit selalu dirawat di RS dr Soetomo karena banyak kenalan dokter di sana.
Kebiasaan juga datang ke dokter jika ada keluhan. Baru kalau harus rawat inap, dokter tersebut yang merujuk ke rumah sakit. Kebiasaan itu telah berlangsung lama. Tidak pernah periksa ke IGD jika tiba2 ada yang sakit.
Nah, baru ketika anak bungsu saya sakit sebulan lalu, saya terpaksa memeriksakan di IGD. Ketepatan hari itu akhir pekan. Telpon sejumlah dokter kenalan, ternyata sedang di luar kota. Sementara si bungsu sudah tiga hari ada gejala demam.
Akhirnya, terpaksa saya bawa ke IGD RSI Jemursari. Wow, ternyata layanannya oke. Begitu tiba langsung mendaftar. Kemudian masuk ke ruang IGD. Si bungsu langsung disambut perawat untuk pemeriksaan awal. Cek tensi darah dan suhu badan.
Hasil pemeriksaan awal langsung diperiksa dokter jaga. Karena gejala panas dingin sudah tiga hari, dokter langsung meminta dilakukan lab darah. Untuk cek kemungkinan terkena virus DB atau lainnya.
Untuk lab darah butuh waktu satu jam. Hasil lab dipastikan bukan DB. Hanya ada infeksi di tenggorokan. Dokter IGD lantas minta ijin untuk memberi suntikan penurun panas. Juga mmberi resep obat untuk dua hari.
Bang Ijal seorang pasien yang merasakan kenyamanannya di RSI Surabaya saat mainan hape sambil diinfus. (Foto Arif Andi/CoWasJP)
"Jika dua hari tidak sembuh, sebaiknya dibawa lagi ke sini," katanya ramah. Usai urusan di IGD langsung pindah ke apotek RS. Tanpa bawa berkas resep dari dokter. Ternyata, semua bagian layanan sudah terhubung secara online.
Beres. Si bungsu pulang dengan lega. Dua hari berikutnya tidak harus kembali ke RS karena sudah sehat. Tak pagi demam. Si bungsu bisa kembali ke sekolah dan siap untuk ikut ujian tengah semester.
Eh, seminggu kemudian ganti kakaknya, Nizar Mohammad Afandi yang biasa dipanggil Bang Ijal. Jagoanku ini sedang UTS untuk SMA. Dua hari demam. Begitu hari senin ia terpaksa tidak bisa ikut ujian karena badannya masih meriang.
Selasar rawat inap IGD RSI yang bersih dan menghadap taman. (Foto Arif Andi/CoWasJP)
Karena pengalaman dapat layanan baik di IGD RSI, ia pun saya bawa ke sana usai salat maghrib. Setelah diperiksa dan uji lab, ternyata leukositnya turun. Trombositnya masih normal. "Pak, ini saya perlu konsul dengan dokter spesialis," kata dokter IGD.
Ia pun lantas menyebut sejumlah dokter spesialis penyakit dalam yang ada di RSI. Karena tidak ada yang kenal dekat, saya pun minta dipilihkan. Dokter pun menghubungi Dokter Ari Baskoro, ahli penyakit dalam yang juga jago soal virus.
"Dokter spesialis meminta untuk rawat inap. Perlu pemantauan virusnya," tambahnya. Bang Ijal langsung mendapat penanganan lanjutan.
Atas perintah dokter spesialis, jagoanku yang bercita-cita jadi arsitek atau designer grafis ini kemudian diinfus agar tidak dehidrasi. Juga dimasukkan obat antibiotik pembunuh virus.
Salah satu kamar rawat inap VIP type A di IGD RSI (Foto Arif Andi/CoWasJP)
Perawat UGD lantas memeriksa ketersediaan kamar rawat inap melalui komputer. Setelah sepakat memilih kamar, ia lantas mengantar saya ke tempat pendaftatan pasien rawat inap.
Penanganan di IGD selesai dan kamar rawat telah siap, maka Bang Ijal langsung dibawa ke gedung Zahira, kamar inap untuk layanan VIP. Di tempat ini tersedia tiga jenis kamar: A, B, dan C. Levelnya seperti suite room, junior suite room, dan superior dalam hotel.
Kami memilih tipe yang terakhir. Itu sudah cukup nyaman. Dalam kamar ada bed pasien, 1 tempat tidur penunggu, meja dan sofa. Di dalam kamar ada TV 32 Inc. Kamar mandinya bersih dan ada selasar dengan tempat duduk menghadap ke ruang terbuka hijau.
Masuk ke kamar pukul 20.00 WIB. Setiap saat, perawat silih berganti mengecek pasien. Pukul 22.00, malam itu, Dr Ari Baskoro datang ke kamar untuk melakukan visite. Ia melakukan hal itu setelah selesai menangani pasien klinik.
Ketua Yarsis Prof Dr M Nuh.
Kepada kami, dokter Ari menjelaskan langkah2 penanganan untuk Bang Ijal. Juga memeriksa langsung si pasien. "Kami akan pantau lagi perkembangan leukosit dan trombositnya putranda besok," katanya.
Hari kedua di RSI, sudah terdeteksi bukan demam berdarah yang membuat Bang Ijal tepar. Ia terserang virus non spesifik yang memang berkembang di Surabaya. Penanganan pun makin inten. Dokter memberi tahu kami, biasanya butuh seminggu untuk kembali sehat.
Alhamdulillah, hari kelima pagi dokter sudah menyatakan anak saya boleh pulang. Leukosit dan trombositnya sudah kembali normal. Wajah Bang Ijal pun sudah mulai cerah. Ia juga sudah tidak kerasan di RS dan ingin segera pulang.
Sungguh, RSI yang dulu dilihat sebelah mata warga Surabaya kini telah berubah. Layanannya makin keren. Pasiennya makin banyak. "Pasien rawat jalan rata-rata sampai 900 orang per hari. BOR-nya selalu di atas 80 persen," kata Ketua Yayasan RSI Surabaya (Yarsis) Prof Dr Muhamad Nuh.
Ke depan, pasti akan lebih baik lagi karena sejak dua tahun lalu Yarsis melalui UNUSA telah membuka Fakultas Kedokteran. Juga telah punya Fakultas Keperawatan, selain D-3 bidang keperawatan. RSI akan didedikasikan juga sebagai rumah sakit pendidikan.
Sungguh, RSI Surabaya makin keren! (*)