Menulislah, Seperti Sri Mulyani Indrawati

Foto dan Ilustrasi: CoWasJP

COWASJP.COM Saya senang menulis, mengurangi stres dan kekecewaan.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati

ADA sesuatu yang sangat menarik beberapa hari terakhir ini menyangkut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Untuk kedua kalinya, dia  mengirimkan surat untuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Keduanya terkait dengan pajak, meskipun berbeda makna, yaitu apresiasi dan kekecewaan.

Surat kedua ini berawal dari kekecewaan. Ditulis pada 22 November 2016 pasca pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Handang Soekarno yang tertangkap tangan menerima suap dari pengusaha oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kabarnya, Handang sudah terima duit suap Rp 1,9 miliar dari Rp 6 miliar yang dijanjikan seorang pengusaha untuk menghapus utang pajaknya sebesar Rp 78 miliar. 

Kutipan lengkap isi surat yang ditulis tangan sendiri oleh Sri Mulyani yang dikutip dari situs detik.com adalah sebagai berikut:

Seluruh jajaran dan staf Kementerian Keuangan yang saya cintai dan saya banggakan.

Hari ini kita semua telah di kecewakan dengan kejadian penangkapan seorang Kepala Subdit di Direktorat Pajak oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta.

Sebelumnya, kita juga mendapat berita penangkapan aparat Bea Cukai oleh Kepolisian RI di Semarang.

Saya, dan kita semua yang memiliki komitmen untuk menjalankan tugas dan amanah menjaga dan mengelola keuangan negara dengan penuh integritas, kejujuran, profesional, dan dedikasi tinggi pasti merasakan kekecewaan yang mendalam atas tindakan mereka yang mengkhianati nilai-nilai baik dan prinsip integritas yang kita jaga.

Kekecewaan kita harus kita salurkan dengan bekerja lebih baik lagi, dan bekerja keras untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

Kita akan bersama-sama membersihkan Kementerian Keuangan dari oknum-oknum yang telah mencoreng nama baik dan reputasi institusi kita.

Kita bersama-sama akan meneruskan reformasi dan transformasi kelembagaan agar Kementerian Keuangan menjadi institusi yang bersih, profesional, kompeten, dan bermartabat serta kredibel/percaya.

Besok pagi kita akan tetap berdiri tegar, menatap dengan percaya diri, bahwa kita mampu membangun Kementerian Keuangan yang dapat dipercaya dan dibanggakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia.

Karena saya percaya bahwa sebagian besar jajaran dan pegawai Kemenkeu adalah mereka yang jujur dan berintegritas tinggi.

Mereka yang tidak lelah mencintai Indonesia dengan terus setia berbuat baik, dengan membangun negara kita menjadi negara maju, adil, makmur, dan bermartabat.

Kita bersama-sama mampu melawan korupsi!

Sri Mulyani Indrawati

Tertangkapnya pegawai Eselon III di Kementerian Keuangan oleh KPK tersebut jelas membuat Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan kecewa. Apalagi, Sri Mulyani meninggalkan jabatan direktur di Bank Dunia untuk mengemban amanah kembali di Indonesia.

sri-mulyaniwordpresskx6aN.jpg

Menkeu Sri Mulyani Indrawati, (Desaign CoWasJP/Foto: Wordpress)

Rasa kekecewaan itu oleh Sri Mulyani dituangkan dalam tulisan, layaknya wanita-wanita yang tengah gundah gulana karena asmara. Namun, kekecewaan Sri Mulyani bukan karena cinta, melainkan sikap ketamakan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, sehingga berani melakukan tindak korupsi.

"Iya (saya bikin surat untuk pegawai pajak)," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (23/11/2016).

Dikatakan dia, menulis menjadi hal yang mudah untuk menuangkan apa yang tengah dirasakan sekaligus menghilangkan rasa stres dan kekecewaan. Meskipun, Sri Mulyani menyadari di era digital seperti ini bisa mengirim 'surat cinta' melalui pesan elektronik seperti email.

Apa yang ditulis Sri Mulyani di atas adalah pesan yang efektif bagi jajaran Kemenkeu dan publik secara umum. Ini menunjukkan betapa Menkeu memahami benar strategi-strategi komunikasi dari atasan ke bawahan dengan cara yang elegan.

Dalam tulis-menulis dari sisi lain, khususnya sebagai seorang yang dikenal sebagai pakar ekonomi, Sri Mulyani (54) tak disangsikan juga sangat piawai. Tulisan-tulisan ilmiahnya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berjumlah ratusan sejak 1980-an, sejak lulus FE-UI pada 1986 hingga meraih gelar Ph.D bidang ekonomi dari University Illinois at Urbana-Champaign, Amerika Serikat, pada 1992 dan mengajar sebagai profesor  di  Andrew Young School of Policy Studies di Georgia State University.

Sebelum menjadi wanita sekaligus orang Indonesia  pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani telah pula dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun  2006  oleh Emerging Markets pada 18 September 2006  di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura  (Saat itu Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono). Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.

Orang-orang mungkin bertanya, bagaimana Sri Mulyani bisa menjadi perempuan yang begitu pintar, termasuk pintar dan suka menulis? Jawaban pastinya tentu butuh penggalian lebih lanjut, misalnya dengan wawancara khusus dengan Menkeu Sri Mulyani. Tetapi pengalaman dari para penulis lain perlu rasanya disimak pula.
 
Pelatihan Menulis
 
Syahdan, sebuah iklan suatu saat terpasang di halaman depan The Times (London). Iklan yang tentunya bertarif mahal itu memberikan iming-iming, “Be successful writer, make money writing and earn while you learn.” Disebutkan, The Writing School, yang telah berdiri sejak 1949, akan mengajari mereka yang bergabung dalam menulis artikel, cerita pendek, novel, naskah radio dan TV yang siap dijual. Sangat mudah. All you supply is the ambition to succeed, and spend just a few hours each week.

Dengan nada yang hampir sama, sebuah iklan di Majalah Newsweek  (kini tak ada lagi edisi cetaknya. Pen) pernah menantang pembaca dengan kata-kata,“Why not be a Writer?”. Lembaga pemasangnya, The Writers Bureau, menawarkan pelatihan untuk menjadi penulis freelance yang bisa memberikan penghasilan menarik di antara waktu luang dengan menulis. Millions of pounds are paid annually in fees and royalties. Earning your share can be fun, profitable and creatively fulfilling, begitu antara lain bunyi iklan itu.

Terus terang saya jadi teringat iklan itu ketika seorang teman yang lama tak bertemu mengajak mendirikan semacam lembaga pelatihan menulis. “Saya kira peminatnya akan banyak, Bung. Saya melihat sekarang ini begitu banyak anak muda yang ingin menjadi penulis atau pengarang,” kata teman saya itu.

Tidak salah. Sekarang ini kesadaran makin pentingnya ketrampilan menulis terus meningkat. Ribuan anak sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi mengikuti berbagai pelatihan menulis, khususnya terkait dengan jurnalistik. Sebagian Bupati/Walikota menggalakkan kegiatan literasi di sekolah-sekolah dan mempromosikan budaya membaca dan menulis.

Menyenangkan memang berkumpul dengan anak-anak muda yang bersemangat mengembangkan ketrampilan menulisnya. Anak-anak muda ini rasanya akan mengubah buramnya iklim tulis-menulis generasi sebelumnya.

Mengapa saya katakan demikian? Jawabannya terkait dengan maraknya ketidakjujuran kalangan pendidikan, termasuk di perguruan tinggi, dalam pembuatan karya ilmiah.

Seorang teman menulis di sebuah milis: “Kemarin saya mengikuti rapat di Dikti dengan pejabat Ditnaga, Pak X. Informasi yang disampaikan Pak X tentang kelakukan para dosen di Indonesia, khususnya yang sedang mengajukan kenaikan pangkat, sungguh memalukan. Institusi pendidikan yang diharapkan menjadi benteng terakhir penjaga norma dan kejujuran sudah rusak, bukan oleh segelintir dosen, tetapi oleh sangat banyak dosen berperilaku busuk, dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi.”

Teman itu pun menjelaskan, beberapa kelakuan dosen tersebut yang disampaikan Pak X  adalah memalsukan karya ilmiah. Makalah ilmiah orang, khususnya yang diterbitkan di jurnal ilmiah internasional diganti nama penulis aslinya menjadi nama yang bersangkutan. Dengan membawa ke tempat  percetakan, maka tidak kentara bahwa makalah tersebut adalah makalah orang lain yang dipalsukan. Membuat jurnal palsu. Satu nomor jurnal internasional dimodifikasi.

Caranya adalah mencabutkan satu makalah yang ada dalam jurnal tersebut dan diganti dengan makalah dia. Seolah-olah makalah dia sudah diterbitkan dalam jurnal tersebut.

Dosen tersebut kemudian menjilid ulang jurnal tersebut sehingga tampak sebagai jurnal yang asli. Cara lainnya adalah membuat jurnal nasional palsu, menambahkan nama sendiri pada karya mahasiswa bimbingan, dan membuat makalah palsu dari hasil copy paste di internet. Makalah tersebut diterbitkan di jurnal yang dikelola sendiri.

Siapa pun akan prihatin melihat kenyataan tersebut. Bukti lainnya memang amat banyak, juga terkait sebagian oknum guru sekolah yang ingin naik pangkat. Mereka tidak segan-segan dan tidak malu untuk “membeli” karya tulis. Tetapi saya selalu katakan kepada anak-anak yang belajar menulis, orang-orang yang jujur akan selalu lebih beruntung. Anda beruntung bila memiliki ketrampilan menulis!

Menulis Lebih Sehat

Dalam pernyataannya kepada wartawan, Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, dirinya senang menulis karena hal itu bisa mengurangi stres dan kekecewaan.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa menulis membuat seseorang menjadi lebih sehat. Kekebalan tubuh bisa meningkat akibat aktivitas menulis. Penulis perempuan asal Maroko, Fatima Mernissi, punya pesan menarik. Ia mengatakan, usahakanlah menulis setiap hari, niscaya kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa.

Orang-orang mungkin bertanya-tanya soal omongan Mernissi. Tetapi ternyata pada 1990-an, Dr. James W. Pennebaker, seorang psikolog, menerbitkan buku hasil penelitiannya berjudul Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotion. Pennebaker antara lain mengatakan, menulis tentang hal-hal yang negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.

Namun poin yang paling menarik tentang menulis adalah hal yang terkait dengan “saudara kembarnya” yakni membaca. Menulis memang erat kaitannya dengan membaca.

Penelitian-penelitian telah banyak menunjukkan, mereka yang kuat membacanya akan cenderung membaik ketrampilan menulisnya. Dalam buku ini diungkap hasil-hasil yang mencengangkan dari riset Dr Stephen D. Krashen.

Krashen antara lain mengatakan, hasil-hasil riset dengan jelas mengatakan bahwa kita belajar menulis lewat membaca. Poin ini kiranya sangat penting digarisbawahi. Sebagai salah satu ketrampilan dalam berbahasa, keterampilan menulis merupakan ketrampilan yang “paling tinggi mutunya” di samping ketrampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Ketrampilan ini hanya bisa diperoleh bila seseorang sudah melewati tahap membaca. Bisa dikatakan, tidak mungkin ketrampilan menulis diperoleh tanpa kebiasaan membaca.

Banyak memang buku yang menyebutkan “cara cepat yang bermanfaat” untuk merangsang munculnya potensi menulis. Tetapi tetap saja harus diingat bahwa seseorang harus punya modal kebiasaan membaca. Bagi yang belum memiliki, tidak ada saran lain kecuali segera membiasakan diri membaca.

Seperti dikatakan oleh seorang pujangga, Ralph Waldo Emerson, bakat saja tidak cukup untuk membuat seseorang dapat menjadi penulis. Dia harus membaca buku-buku. (*)
 
Djoko Pitono, adalah veteran jurnalis dan editor buku.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda