COWASJP.COM – SELAMA ini, pengelolaan sampah dilakukan dengan 3R, Reduce, Reuse dan Recycle. Reduce berupa tindakan mengurangi munculnya sampah. Reuse adalah tindakan menggunakan kembali barang yang masih layak dipakai. Sedangkan recycle merupakan upaya untuk mengolah kembali atau mendaur ulang barang menjadi sesuatu yang lebih bernilai.
Semakin banyak pihak yang melakukan langkah 3R. Sejumlah bank sampah berdiri menggiatkan gerakan 3R. Bahkan Fatwa MUI pun dikeluarkan untuk melengkapi upaya pengelolaan sampah. Namun, upaya pengelolaan sampah dengan metode 3R ini tidak cukup untuk mengatasi pertumbuhan sampah. Setidaknya begitulah yang terlihat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Masih ada kenaikan volume sampah sebesar 10% dari tahun kemarin,” ungkap Kasubdit Pengembangan Kapasitas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Daerah Istimewa Yogyakarta Drs Jito.
Kenaikan sebesar itu menunjukkan bahwa metode 3R yang dianjurkan para “provokator” pengelolaan sampah masih diperlukan. Mereka yang peduli dengan pengelolaan sampah harus semakin banyak. Masih adanya kenaikan volume sampah itu menunjukkan bahwa langkah reduce (mengurangi) sampah masih kalah dengan pertumbuhan produksi sampah. Langkah 3R harus diganti dengan 5R. Tak cukup lagi 3R. Tapi, apa itu 5R?
“R yang pertama Reduce. Mengurangi timbulan sampah. R yang kedua Reduce. Mengurangi munculnya sampah tambah serius. R yang ketiga Reduce. Upaya dalam mengurangi munculnya sampah harus benar-benar lebih serius. Baru berikutnya Reuse dan Recylce. Jadi, 5R itu 3Reduce tambah Reuse dan Recycle,” papar Jito.
Siapa yang harus melakukan 5R? Semua orang harus melakukannya. Semua orang merupakan produsen sampah. Upaya pengurangan sampah bisa secara individual, bisa secara organisasi. Membentuk organisasi pengeloaan sampah bisa berupa bank sampah, sedekah sampah, koperasi sampah, TPS 3R dan sebagainya. “Yang penting bisa jalan. Ada komitmen dan konsistensi,” ingat Jito.
Ya, semua orang adalah produsen sampah. Data di BPS menyebutkan setiap orang menghasilkan sampah rata-rata 0,66 kg/hari. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup malah lebih tinggi angkanya, 0,8 kg/hari. Bahkan data dari Bank Dunia menyebutkan setiap orang rata-rata menghasilkan sampah 1,5 hingga 2,5 kg per hari.
Bagaimana dengan Daerah Istimewa Yogyakarta? Apakah angkanya juga sebesar 0,66 kg/hari?
Hasil penelitian BLH DIY dengan UGM di lima wilayah kabupaten dan kota se-DIY menunjukkan angka keberhasilan. Penelitian dengan sampel wilayah perkotaan dengan responden kalangan menengah ke atas (Sleman diambil wilayah Depok dan Sleman, Kota Jogja diambil sampel kecamatan Umbulharjo dan Danurejan) memperlihatkan produksi sampah rata-rata per orang di DIY menurun dari 0,66 kg/hari menjadi 0,44 kg/hari.
“Terima kasih untuk para provokator,” ujar Jito disambut gerrr dan tepuk tangan dari 105 orang anggota Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Sehati Kabupaten Sleman yang hadir dalam pertemuan akir tahun, Jumat (16/12).
Mengenai organisasi pengelola sampah, Jito berharap agar ditegaskan mengenai periode pengurus, program kerja, serta transparansi laporan kinerja dan keuangannya. “Harus ditata dengan lebih baik agar lebih berkembang. Tahun 2017 harus lebih baik,” tandasnya. (erwan widyarto)