COWASJP.COM – ockquote>
Penulis adalah mantan wartawan tabloid Nyata, JP Group. Nama samarannya sebagai penulis skenario adalah Andi Atthira. Telah menulis skenario beberapa sinetron sukses, antara lain Ganteng Serigala, Si Boy, juga skenario film novel DWO (Djono W. Oesman, mantan wartawan Jawa Pos), berjudul “Jangan Salahkan Tuhan.” Inilah tulisan perdananya untuk CowasJP.com:
DI DUNIA entertaint, artis-artis hasil audisi konon katanya tidak masuk hitungan artis yang bisa dijadikan pesaing, karena karir mereka hanya seumur jagung. Cerita seperti ini sudah sering saya dengar, dan di kalangan kita sudah tahu sama tahu yang beginian. Coba urutkan nama-nama penyanyi hasil audisi yang masih bertahan sampai sekarang. Tidak banyak. Paling hanya Judika, itu karena dia memiliki 'sesuatu'. Selebihnya timbul, lalu tenggelam.
Kenapa bisa begitu? Karena setiap session audisi akan menghasilkan penyanyi atau artis baru dan yang lama akan tenggelam, tergantikan oleh yang baru, begitu seterusnya. Ketika yang baru menuai sanjungan, yang lama dilupakan. Yang baru tampil di puncak, yang lama hanya jadi bintang tamu. Itu siklus yang harus mereka lewati. Kecuali...!!!!
Setelah jadi alumni, mereka menghasilkan sesuatu yang fenomenal. Misalnya merilis single atau album yang 'meledak', atau main sinetron yang booming. Nah untuk ke sinetron ini yang susah, tampang harus mendukung. Ini Indonesia, bukan Malaysia. Di sana bakat saja cukup.
Artis dan penyanyi penyanyi audisi hanya menunggu status, mati segan hidup pun tak mau, syukur-syukur masih laku di daerahnya. Artis dadakan itu beda sama artis yang ditempa dengan baik dari nol. Sudah banyak contoh di Indonesia. Apa kabar Atik Kodong dan Evi Masamba? Eh Norman Kamaru dan Udin Sedunia ke mana ? Itu hanya sederet contoh artis dadakan, baik karena audisi pilihan pemirsa maupun bintang yang lahir dari sensasi atau artis viral.
Di Indonesia, artis dan penyanyi bukan hanya dituntut berbakat nyanyi dan bersuara bagus, penampilan, performance di atas panggung, tampang (ini tuntutan), sikap dan kepribadian, imej baik, dan masih banyak lagi poin yang harus melekat pada setiap artis, agar selalu dicintai. Ingat dicintai dan disanjung itu beda. Jika Dicintai biasanya karirnya akan panjang, kalau sekadar disanjung, berarti hanya nunggu ada sanjungan baru untuk menggantikannya.
Di Indonesia, artis-artis hasil audisi hanya di kontrak 2 tahun, dalam hal ini Indosiar selaku penyelenggara Dangdut Academy. Artinya selama masa 2 tahun itu, Indosiar akan memforsir habis-habisan si artis, dengan tampil di sana sini, bintang tamu di acara ini itu, selama masih dalam Grup Emtek (SCTV, Indosiar, O Channel, Nexmedia, dan lain-lain). Mereka hanya dapat uang transport setiap kali tampil, bukan honor.
Gitta Cianjur tersenggol D'Academy 3. (Foto: istimewa)
Bagaimana jika mereka kebanjiran tawaran konser dan acara off air? Seluruh job selama masih dalam masa kontrak, harus melalui manajemen artis yg dibentuk Indosiar. Misalnya, Lesti dan Danang, konsernya bukan hanya di Indonesia tapi sampai ke Hong Kong. Saya dua kali lihat poster Danang akan show di negara itu, dan Lesti sekali.
Honornya lumayan besar, bisa sampai Rp 50-100 juta sekali tampil, termasuk ketika tampil di Indonesia. Tapi tunggu dulu, Indosiar mengambil 65 persen dari honor mereka, artinya si artis hanya kebagian 35 %. Jadi kecil banget kan? Indosiar untung besar dari Manajemen artis dadakan seperti ini. Itulah yang mereka manfaatkan selama dua tahun.
Kenapa mereka hanya dikontrak 2 tahun ? Menurut info dari orang dalam Indosiar, setelah lewat masa 2 tahun itu biasanya mereka sudah tidak menghasilkan lagi. Jangankan dua tahun, bahkan banyak yang hanya setahun. Evi Masamba contohnya, sekarang dia sudah tidak dalam manajemen artis Indosiar lagi.
Jadi, dia boleh tampil di TV lain melalui personal manajer atau kontak langsung jika tidak punya manajer pribadi. Beberapa hari lalu, ada artis ngehits cerita, katanya Evi Masamba habis curhat, kasihan sekarang udah sepi job, hanya bisa jadi bintang tamu. Jarang show. Kalau pun show hanya di kampung kampung.
Evi dan Atik Kodong tidak begitu laris tampil di show-show off air di Pulau Jawa khususnya, karena ada sesuatu yang mereka tidak miliki untuk menjadi 'besar.' Ini realistis, kenyataan. Mereka tidak memiliki 'sesuatu' untuk jadi artis nasional, setelah lepas dari sanjungan dan belas kasih selama ikut audisi sampai final. Ini juga akan terjadi pada juara session-session berikutnya.
Salah satu kekurangan penyanyi hasil audisi adalah ketidakmampuan berkomunikasi dengan baik saat di atas panggung, sehingga cenderung 'tampil sendiri'. Seorang penyanyi tidak hanya dituntut bersuara bagus, tapi juga harus memiliki kemampuan entertaint yang baik ke audience.
Peserta seleksi Audisi D'Academi Indosiar (Foto: istimewa)
Awal tahun 2018, Indosiar sudah memulai audisi DA5, akhir tahun ini sudah mulai persiapan audisi ke daerah daerah. Itu artinya, generasi sebelumnya siap-siap untuk tersingkir. Nasib alumni sebelumnya, bergantung pada manajer yang mencarikan job dan simpati yang mereka dapatkan dari publik.
Simpati ini bisa didapatkan dengan sikap yang baik, sesuatu yang istimewa dari si artis, hubungannya dengan sesama artis, karena jangan salah, artis-artis itu banyak yang berteman, tapi sebenarnya mereka 'sikut-sikutan'.
Kenapa artis-artis audisi banyak yang tenggelam? Karena yang support mereka hanya TV yang menemukan bakat mereka, dia tidak bebas ke sana kemari, tidak bisa tampil di acara-acara TV yang rating-nya sedang tinggi. Kalau pun sudah boleh ke mana mana, biasanya popularitasnya sudah tergantikan oleh yang baru, saat kontrak eksklusifnya sudah selesai, saat TV sudah 'memeras' habis nama si artis ketika sedang di puncak.
Itu berarti, setiap bintang kecil yang bersinar terang hasil audisi, harus siap untuk redup dan kembali ke kampung halamannya. Ini fakta, bahwa tidak semua orang bisa berjaya di dunia entertainment tanpa dukungan banyak pihak, termasuk pelaku industri, manajemen yang baik, penggemar, sedikit sensasi dan berita yang harus selalu bagus selama berkarir. (*)