Kisah Baktiono yang Suka Bela Wong Cilik

Baktiono (kiri) dan Nasaruddin Ismail (penulis). (FOTO: Nasaruddin Ismail)

COWASJP.COM – Sejumlah tamu terlihat menunggu di depan pintu ruang tamu Komisi C DPRD Kota Surabaya, Kamis 10/3/2022 siang.

Mereka ingin bertemu dengan Baktiono, Ketua Komisi C, yang sudah lima periode jadi anggota DPRD Kota Surabaya.

Beruntung saya sudah janjian sebelumnya. Bertemu pukul 11.00. Meski baru bisa ngobrol setengah jam kemudian.

Beliau banyak bercerita tentang perjuangannya membela wong cilik di Surabaya.

Misalnya ada warga Surabaya pemegang sertifikat tanah. Tapi, karena dia wong cilik, tetap saja haknya diabaikan.

Dia tak menyerah. Terus maju memperjuangkan haknya. Baktiono mendampingi perjuangan wong cilik ini. Dan berhasil.

Berkat sifatnya yang peduli pada wong cilik itu pula yang membuat pengusaha kerupuk ini susah digeser oleh yang lain. 

Dia mengaku sebagai wakil rakyat harus mau mendengarkan keluhan wong cilik. “Apa pun yang dikeluhkan warga, selalu saya tanggapi serius. Kalau bukan saya, siapa lagi yang bisa memperjuangkan hak mereka,” tutur suami Sri Sunarti yang tinggal di Tambak Segaran Wetan 100 Surabaya itu.

Ketika bercerita tentang membela wong cilik, Baktiono menyelingi dengan humor-humor segarnya. Pengalaman jual kerupuk, yang sekarang diteruskan oleh adiknya.

Dia juga cerita ketika melakukan investigasi soal penarikan uang pendaftaran murid baru dan seragam sekolah.

NASARUDDIN.jpg1.jpgKetua Komisi C DPRD Surabaya, Baktiono. (FOTO: dok - lensaindonesia.com)

Karena sudah dikenal orang, dia memanfaatkan mahasiswa. Dia menyamar dan berlagak jadi pejabat yang berpura-pura ingin mendaftarkan anak, dengan cara menyogok. 

Setumpuk uang sogok dia berikan kepada petugas penerima pendaftaran murid. Padahal sebagian besar uang tunai itu adalah uang mainan anak anak.

“Uang asli hanya beberapa lembar yang di atas. Selebihnya uang mainan anak-anak,” ceritanya sambil tertawa.

Dengan menyamar seperti itu dia berhasil mengungkap kenakalan sekolah yang secara diam-diam menerima uang suap dari orang tua murid.

Padahal, kata putra kelahiran Surabaya 19 Oktober 1962 ini, DPRD Surabaya sudah merekomendasikan bebas uang pendaftaran. Tapi, masih ada juga sekolah yang nakal.

Hal seperti ini merupakan salah satu tugas DPRD untuk melakukan kontrol. “Itu salah satu tugas saya,” komentarnya lagi.

Karena suka mendengar keluhan wong cilik, baik di rumah maupun di kantor anggota dewan yang satu ini tak pernah sepi dengan tamu.
Wartawan pun suka ngobrol dengan Baktiono. Karena tak pernah sepi dengan berita. (*)

Pewarta : Nasaruddin Ismail
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda