Nostalgia di Reuni, Aku Kok Jadi Sedih

Suasana reuni CoWasJP Se-Jabodetabek pada hari Sabtu, 21 Mei 2022

COWASJP.COMReuni eks JP di rumah Aris Suryati, di Bekasi, Sabtu, 21 Mei 2022, siang meriah. Suasana gembira kekeluargaan. Dari 33 daftar hadir, hampir semua hadir. Bahkan, Ramadhan Pohan hadir ketika masih sepi. Lalu pulang (karena ada urusan mendesak) di saat belum ramai.

***

HIDANGANNYA, jangan tanya. Istimewa. Top. Soto daging, pecel Jatim, sambel, dan aneka krupuk. 

Jajanan kesukaanku masa kecil ada semua. Kacang rebus, pisang rebus, lapis legit, lapis biasa, lemper, lemet, koci2, thok (warna merah kayak kura kecil, dilapisi daun pisang) tahu isi, putri isin, Kalau kucicipi semua bisa mbledos perutku.

Makan melimpah. Istimewa, karena masakan Mbak Aris sendiri. Ditambah, ada door prise tiga unit karpet sangat indah. Sumbangan dari Mas Uha Bahauddin. Semoga Mbak Aris dan Mas Uha selalu dilimpahi rejeki yang barokah. Aamiin...

Dipandu tuan rumah Aris dan Ketua Cowas Jabodetabek, Roso Daras, acara perkenalan diri (walau semua sudah pada kenal) jadi tambah gayeng. Perkenalan (lagi) ternyata perlu.

Sebab, ketika hadirin berdatangan, ada seorang penyusup pria. Dia bertopi hitam. Berkulit gelap. Menyalami kami yang merokok di teras rumah. Lalu dia masuk ke rumah, dengan pede-nya. 

Teman2 berbisik, tanya padaku: "Siapa dia, pak?"

Kujawab ragu: "Aku pangling wajahnya. Aku gak tahu."

Teman2 lain juga mengatakan, tidak kenal. Aku jadi lega. Sebab, dg begitu berarti aku belum pikun. Atau, aku dan teman2 perokok sudah pada pikun semua?

"Wah... ada penyusup ini," ujar lainnya.

Buset.

Penasaran, kuamati saat pria itu masuk rumah, salaman dengan tuan rumah, Aris. Ternyata... kulihat wajah Aris kelihatan bingung. Antara bingung dan heran. Mengamati teliti wajah pria itu. Kepo. Tapi, tetap bingung.

Jangan salah, sebagai wanita Jawa yg santun, Aris cepat ramah. Bingung satu-dua detik, stop. Lalu dia tersenyum lebar. Menyilakan tamu kulit gelap itu langsung makan. Si tamu berterima kasih, ketawa manggut2. Tapi dia pilih duduk di karpet lantai. 

Semakin mencurigakan. Aku mikir, masak dia penyusup? Kok berani? Apa tujuannya?

Semua pertanyaanku ini, juga kepo teman2, terjawab saat acara perkenalan. Ternyata, pria itu salah satu pejuang JP. Tangguh. Perjuangannya keliling Indonesia. Dari barat sampai ke timur.

Namanya... coba tanyakan ke yg hadir. Sebab, dia sebut nama terlalu cepat. Kebetulan, saat saya mengupas daun pisang di jajan thok. Aku mau tanya lagi, gak enak. Nanti dikira aku budhek. Ngisin-isini.

Pokoknya dia bukan penyusup. Bahkan dia pejuang JP.

Di acara itu, orang tua-muda. Tersenior (bukan tua), Nasaruddin Ismail. Mengaku gabung JP sejak zaman kantor Kaliasin (kini Jl Basuki Rahmat, Surabaya). Aku pertama ngantor sebagai wartawan JP, 1 Agustus 1984, sudah di Jl Kembang Jepun. Nasaruddin seniorku. Dan aku hormat pada seniorku ini.

Teryunior, cucunya Aris. Bocah 5 tahun, ganteng, putih, cerdas, lincah menyapa para kakek-nenek (karena semua teman nenek dia). Kami yg disapa jadi tertegun. Mlongo. Sadar, bahwa sekarang sudah tahun 2022. Ibarat sebuah pohon, dan kami adalah daun, warna kami sudah menguning. Sebentar lagi berubah jadi coklat. Pelan tapi pasti, gugur ke tanah. Di gelap malam.

Sudahlah... jangan sedih. Semua pasti menua, lalu gugur (hiburku dalam hati).

Yang aku sedih, sewaktu ngobrol dengan Tubagus Adi. Sambil merokok di teras. Di wajahnya kulihat galau. Lalu dia cerita: "Besok aku menjalani operasi pasang ring jantung."

Ya Allah... kuatkanlah kawan baikku ini, Ya Rab...

Aku sedih, sebab dia masih merokok. OOC, kata Soerjadi. Aku tak mungkin melarangnya merokok, sebab aku sendiri putus-nyambung (rokoknya). 

Jelang pulang, aku diberitahu Roso Daras: "Jari bocah itu putus, kejepit lift."

Alamak... Roso menunjuk cucunya Aris. Bocah ganteng cerdas yang lincah itu. 

Kepo, kudekati bocah itu. Kusapa: "Ayo... salim sama mbah kung (aku, maksudnya)."

Dia salim. Dua jari kanannya, memang putus. Masing-masing putus dua ruas. Ya Allah... semua terjadi atas kehendak-Mu. Tiada secuil peristiwa, tanpa seizin-Mu, Ya Allah... 

Kuyakini, bocah itu pasti dikehendaki Allah, untuk jadi orang yang sangat berguna bagi keluarga, kerabat, teman2, dan bangsanya. Insyaallah...

Di perjalanan pulang, aku nebeng mobilnya Roso Daras, lagi. Entah mengapa, hatiku kok sedih. 

Kuhibur dengan guyon2, bersama Yu Sri dan Anggie Widowati, dua wanita syantik2 yang juga nebeng mobil Roso Daras, tetap saja sedih. Mungkin karena aku sudah tua. Jadinya baper. Atau super sensi? (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda