COWASJP.COM – NAMA saya Muchammad Arifin, mantan karyawan biasa Divisi Percetakan Jawa Pos. Divisi Percetakan Jawa Pos ini kemudian berubah menjadi PT Temprina.
Saya bukan penulis. Orang jadul. Pegang HP saja bisanya hanya WA dan nelpon. Mohon maaf apabila tulisan saya ini biasa-biasa saja.
Tapi hati saya tergerak setelah membaca tulisan Uneg-Uneg Mantan Karyawan Jawa Pos yang ditayang di cowasjp.com. Saya paksakan untuk menulis sebisa-bisanya.
Mohon maaf kalo ada kata yang kurang berkenan di semua anggota Cowas JP.
Yang saya hormati Tim 9 dan Yayasan Pena Jepe Sejahtera. Anda sekalian benar-benar sangat berat perjuanganya. Tapi saya yakin dengan tekat yg kuat keberhasilan pasti didapat .
Saya masuk Divisi Percetakan Jawa Pos akhir tahun 1986, ketika tiras Jawa Pos sudah menembus 100.000 eksemplar per hari.
Saya bisa masuk Divisi Percetakan Jawa Pos berkat rekomandasi seorang teman baik yg bernama Kanaka. Beliau keponakan dari Bapak Taryanto. Pejabat kepercayaan para pemilik saham di Jakarta.
Kala itu percetakan di komandani Almarhum Bapak Karmaun, dan motori Almarhum Agus Sudarnoto dan Almarhum Sugiono.
Gaji saya waktu itu masih Rp 56.000 per bulan. Lumayan untuk hidup hemat. Harga sepeda motor bebek Honda gres (anyar) masih Rp 650.000 per unit.
Motor dari pengembangan percetakan Jawa Pos adalah Almarhum Sugiono. Hingga Jawa Pos punya percetakan di mana2 di Indonesia. Seandainya gak ada Bom Bali 12 Oktober 2002, Jawa Pos sudah buka percetakan koran di Australia.
Masalah saham karyawan dan deviden baru kita perjuangkan sekarang ya karena selama ini tidak ada Lembaga Karyawan Jawa Pos yang menjadi perwakilan resmi para karyawan Jawa Pos. Bagaimana-bagaimananya kita tidak tahu. Saya dan konco-konco mantan percetakan baru tahu setelah ada perjuangan Tim 9 itu. Kalau tidak diperjuangkan sekarang oleh para mantan karyawan Jawa Pos, kapan lagi. Sekarang inilah semuanya harus jelas hak dan kewajibannya.
Karyawan Harian Kompas bisa mendapatkan deviden. Minimum Rp100 juta per karyawan per tahun Kalau pensiun, wartawannya dapat pesangon Rp2 miliar. Kemudian masih dapat lagi uang pensiun bulanan. Rp 5 juta sampai lebih dari Rp 10 juta per bulan. Uang pensiunan bisa lanjut kepada suami atau isteri, jika pensiunan Kompas tersebut meninggal dunia.
Sedangkan karyawan Jawa Pos, koran terbesar kedua di Indonesia setelah Kompas? Deviden tidak dapat, sejak 2002. Kalau pensiun juga gak dapat uang pensiunan bulanan. Karyawan Jawa Pos hanya dapat pesangon. Rata-rata Rp200 juta.
Kalau kita hitung, berapa dana yang diperoleh pensiunan Kompas setelah pensiun? Dalam 10 tahun terakhir, misalnya, dengan pensiun terendah Rp 5 juta per bulan, seorang pensiunan Kompas bisa mendapatkan uang = Rp 5 juta x 12 x 10 = Rp600 juta. Per orang, minimum.
Pensiunan Jawa Pos nol. Saat aktif tidak dapat deviden, saat pensiun tidak dapat pensiunan.
Ada seorang teman inisial BP yang sudah pensiun. Orang ini baik dengan siapa saja. Dia masuk Jawa Pos rekomandasi Almarhum Pak Imam Suroso, Direktur Pemasaran Jawa Pos. BP kemudian masuk Percetakan Jawa Pos.
Di masa setelah pensiun perjalanan hidupnya memprihatinkan. Hampir sama dengan nasib wartawan Jawa Pos, Mas Santoso yang ada di Madiun. BP masih lebih beruntung karena masih punya warisan rumah dari istrinya. Halaman belakang rumah warisan itu djual untuk kelangsungan hidup. Seumpama tidak punya warisan, nggak tahu bagaimana hidupnya.
Angkat topi untuk Tim 9 dan Yayasan Pena Jepe Sejahtera.
Semoga para pemilik saham Jawa Pos:
1. Pak Goenawan Mohamad (mantan Boss Majalah Tempo).
2. Pak Fikri Jufri.
3. Pak Lukman Setiawan.
4. Pak Haryoko Trisnadi.
5. Bu Eric Samola
6. Pak Dahlan Iskan
7. Bu Ratna Dewi
8. Grafiti Pers (pemegang saham terbesar), para beliau semuanya menerima secara terbuka suara hati para mantan karyawan Jawa Pos.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua adalah mantan boss dan pemimpin kami. Di masa tua kami semuanya, marilah bermusyawarah dengan damai. Berikanlah hak-hak kami.
Andaikata Jawa Pos perusahaan yang bangkrut, kami tahu diri. Tapi faktanya Jawa Pos Holding tetap survive. Bahkan Jawa Pos koran kabarnya menuai laba Rp 80 miliar tahun lalu.
Allah akan melipatgandakan rezeki Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semuanya. Aamiin ya Rabbalalamin. (*).
Penulis: Muchammad Arifin, mantan karyawan Percetakan Jawa Pos (Temprina)