COWASJP.COM – Pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menyelidiki putusan MK yang menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, ditanggapi Menko Polhukam, Mahfud Md sangat ajam: “Jangan terlalu optimistis. Majelis bisa dibeli.”
***
ITU dikatakan Mahfud dalam acara diskusi bersama Milenial di kawasan M Bloc, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023). Awalnya, Mahfud ditanya peserta terkait putusan MK yang dinilai kontroversial, menguntungkan Gibran. Karena, Ketua MK, Anwar Usman adalah pamannya Gibran. Anwar menikahi Idayati, adik kandung Jokowi, atau bibinya Gibran.
Jawaban Mahfud, seperti di atas. Jawaban itu sesuai pengetahuan dan pengalaman Mahfud selaku Ketua MK periode 2008-2013. Tapi jawaban itu sekaligus, mau tidak mau, atau tanpa sengaja, menyodok Presiden Jokowi. Sebab, menyangkut adik ipar Jokowi (Ketua MK, Anwar Usman) dan anak Jokowi (Gibran).
Padahal, selama ini Mahfud (dalam kapasitas Menko Polhukam) selalu kompak dengan Jokowi. Kompak dan selaras. Kali ini Mahfud berseberangan dengan Jokowi.
Tapi, lanjut Mahfud, betapa pun keputusan MK itu sudah terjadi. Putusan telah dijatuhkan. Hukum bersifat mengikat dan harus dilaksanakan. Masyarakat wajib menerima putusan itu.
Mahfud: "Kalau kita berdebat lagi soal itu, nanti malah ada alasan untuk membuat sesuatu yang lebih berbahaya bagi bangsa ini.”
Intinya, Mahfud, yang kini Calon Wakil Presiden RI mendampingi Ganjar Pranowo selaku Capres, mengajak masyarakat tidak perlu protes hal itu. Kalau suatu putusan hukum sudah dijatuhkan hakim lalu didebat lagi, maka bisa berbahaya. Orang bisa mendebat semua putusan yang sudah dijatuhkan. Ini bisa menimbulkan chaos atau kekacauan masyarakat.
Inti masalah ini sudah dihebohkan masyarakat. Bahkan digugat beberapa pihak. Tentang majelis hakim MK pimpinan Anwar Usman dalam memutuskan gugatan uji materi peraturan batas usia Capres Cawapres minimal 40 tahun. Perkara ini terdaftar di MK nomor 93/PUU-XXI/2023 dan Nomor 96/PUU-XXI/2023.
Hasil sidang MK, Senin, 16 Oktober 2023, memutuskan menolak uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal Capres dan Cawapres. Artinya, putusan MK itu menguntungkan Gibran yang akan maju sebagai Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto.
Putusan MK itu diprotes, sehingga MK membentuk Majelis Kehormatan MK, beranggotakan Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams. MKMK akan bertugas menyelidiki putusan MK yang menguntungkan Gibran itu. Tugas MKMK juga mengadili secara etik hakim-hakim yang diduga melakukan pelanggaran.
MKMK inilah yang menurut Mahfud, bisa dibeli. Artinya, Mahfud meragukan kejujuran MKMK.
Mahfud: "Yang sudah terjadi, harus dilaksanakan. Tapi itu tidak boleh terjadi lagi ke depannya. Karena dalam pengadilan, ada asas-asas sebenarnya, misalnya, yang paling terkenal itu kalau satu perkara terkait dengan kepentingan diri sendiri, keluarga, punya ikatan kekeluargaan, maupun hubungan kepentingan politik, itu hakim tidak boleh mengadili.”
Pernyataan Mahfud terakhir ini jelas mengarah: Anwar Usman selaku hakim MK di perkara uji materi itu, punya hubungan keluarga dengan orang yang diuntungkan, yakni Gibran Rakabuming Raka yang sampai dengan Senin (23/10) masih bakal Cawapres mendampingi Prabowo.
Di kasus itu ada tiga orang yang terkait hubungan keluarga: Jokowi, Anwar Usman dan Gibran. Dugaannya begini: Karena Jokowi adalah kakak ipar Anwar, maka Anwar sebagai hakim MK membuat keputusan yang menguntungkan ananda Gibran.
Akibatnya, beredar di media sosial plesetan kependekan MK. bukan Mahkamah Konstitusi lagi, melainkan Mahkamah Keluarga.
Kendati, Ketua MK Anwar Usman sudah membantah tudingan itu. Anwar dalam jumpa pers soal pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/10) mengatakan:
"Saya perlu sampaikan, bahwa saya menjadi hakim mulai 1985. Itu sudah menjadi calon hakim sampai sekarang. Jadi sudah 30 sekian tahun. Ya alhamdulillah, saya memegang teguh sumpah saya sebagai hakim. Memegang teguh amanah dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar, amanah dalam agama saya yang ada dalam Al-Qur'an.”
Anwar menyitir kisah Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, Nabi Muhammad pernah didatangi seorang utusan bangsawan Quraisy, agar Nabi melakukan intervensi dan bangsawan Quraisy itu meminta perlakuan khusus. Saat itu, ada salah satu anak bangsawan Quraisy melakukan tindak pidana.
Anwar: "Apa jawaban Rasulullah SAW? Beliau tidak mengatakan menolak atau mengabulkan permohonan dari utusan bangsawan Quraisy ini. Beliau mengatakan, 'andaikan Fatimah anakku mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya'.”
Dilanjut: “Maka, dalam hukum, tak boleh ada intervensi dan harus tegak lurus. Hal itulah yang selalu saya lakukan sebagai hakim, setiap kali mengambil keputusan.”
Intinya, Anwar membantah putusan MK itu karena ada intervensi. Putusan itu murni sesuai hukum.
Anwar mengakhiri: "Di kasus ini, sekali lagi, yang diadili adalah norma, pengujian undang-undang. Jadi norma itu abstrak. Bukan mengadili fakta atau sebuah kasus.”
Tapi bagaimana pun, pendapat Mahfud Md selaku begawan hukum, menohok dengan telak. Bahwa jika dalam suatu perkara hakim punya hubungan keluarga dengan pihak yang diuntungkan, maka seharusnya si hakim mundur. Atau tidak boleh mengadili.
Walaupun, pendapat Mahfud itu terkontaminasi dengan posisinya sekarang sebagai Cawapres dari Capres Ganjar Pranowo. Mereka bakal berhadapan dengan pasangan Capres Cawapres Prabowo-Gibran. Jadi, bagi Mahfud, Gibran adalah kompetitor politik di Pilpres 2024.
Maka, pendapat Mahfud itu pun juga bias dengan kepentingan politiknya selaku Cawapres. Begitulah, jika hukum teraduk dengan kepentingan politik. Belit-membelit. (*)