COWASJP.COM – Sudah diduga sebelumnya, majelis hakim PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) DKI Jakarta menolak gugatan PDIP terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum dalam proses penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Keputusan penolakan itu disampaikan melalui elektronik (e-court). SIPP (Sistem Informasi Pelayanan Publik) PTUN Jakarta menjelaskan, putusan dengan perkara nomor: 133/G/TF/2024/PTUN.JKT ini dibacakan oleh majelis hakim PTUN Jakarta, Kamis 24 Oktober 2024. Hakim menerima eksepsi tergugat.
"Menerima eksepsi tergugat dan tergugat II intervensi mengenai kewenangan/kompetensi absolut Pengadilan. Dalam pokok perkara menyatakan gugatan penggugat tidak diterima, " tulis SIPP.
Hakim menyatakan tidak menerima permohonan gugatan yang diajukan PDIP. Hakim memerintahkan PDIP membayar biaya perkara sebesar Rp 342 ribu.
PDIP melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI) diketahui melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta dengan perkara perbuatan melawan hukum terkait penetapan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Gugatan PDIP itu terdaftar dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUN.JKT dengan pihak penggugat PDIP diwakili oleh Megawati Soekarnoputri.
Gayus mengatakan, perbuatan melawan hukum KPU karena instansi yang dipimpin Hasyim Asy'ari itu meloloskan putra Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," kata Gayus, Selasa 2 April 2024 lalu.
Setidaknya, tim PDIP memohonkan empat hal diputuskan pengadilan ketika menggugat KPU ke PTUN. Tim PDIP meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.
"Memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024," kata Erna tim lainnya.
Kemudian Tim PDIP meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Dalam pokok permohonan, kami meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya," ujar Erna.
"Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya, serta yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024," imbuhnya.
HORMATI KEPUTUSAN PTUN
Ketua DPP PDIP Ronny Berty Talapessy mengatakan, partainya menghormati keputusan PTUN.
"Kita hormati putusan pengadilan atas gugatan kami. Soal langkah selanjutnya dari partai, kami akan bermusyawarah terlebih dulu," kata Ronny kepada media.
Ronny mengaku belum bisa memberikan komentar lebih jauh atas putusan gugatan itu.
"Saya belum bisa memberikan komentar apapun, karena belum menerima dan membaca secara lengkap putusan tersebut," imbuhnya. "Terutama soal pertimbangan majelis terkait gugatan kami. Itu saja dari saya," pungkasnya.
Amar putusan perkara ini dibacakan secara elektronik (e-court) oleh majelis hakim PTUN Jakarta pada Kamis 24 Oktober 2024. "Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," demikian bunyi amar putusan tersebut dilansir laman SIPP PTUN Jakarta.
Dengan adanya putusan PTUN ini, maka Gibran Rakabuming Raka tetap sah sebagai Wapres yang mendampingi Presiden Prabowo Subianto.
PENJELASAN JUBIR PTUN
Jubir PTUN Jakarta Irvan Mawardi mengungkapkan pertimbangan sehingga menolak gugatan PDIP. Dia menjelaskan, berdasarkan fakta hukum yang diuraikan majelis hakim, PTUN menilai karakteristik permasalahan hukum itu berada dalam sengketa proses Pemilu.
Diketahui, penyelesaian sengketa Pemilu secara khusus telah diatur dalam Pasal 470 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu juncto Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum di PTUN.
“Sehingga sengketa ini tak dapat dimaknai sebagai tindakan atau perbuatan melawan hukum, sebagaimana Pasal 1 Angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, dan juga tak termasuk sengketa hasil, bukan sengketa hasil Pemilu sebagaimana ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1986,” jelas dia.
Adapun putusan tidak diterima itu bermakna formil tidak terpenuhi. Irvan mengulas, untuk formilnya sendiri ada tiga, yakni tentang kewenangan pengadilan, tentang tenggat waktu, dan tentang kepentingan dirugikan.
Majelis hakim pun berpendapat objek sengketa yang diajukan PDIP bukan menjadi kewenangan PTUN lantaran pengujian itu masuk di ranah sengketa Pemilu.
“Seperti itulah pokok-pokok dari putusan hari ini. Intinya tak diterima dan ini merupakan bukan jenis berada dalam sengketa proses Pemilu yang dalam sengketa proses Pemilu itu ada ranahnya sendiri, jadi ketika Pemilu sedang berlangsung,“ ungkapnya.
“Putusan ini di tingkat pertama, masih bisa dilakukan upaya hukum lainnya apabila ada pihak merasa tak puas dengan hasil majelis hakim,” Irvan menandaskan.(*)