COWASJP.COM – MENGURUS sertifikat tanah 200 meter persegi, biayanya Rp 27 Juta. Koq bisa? Berapa sih biaya resmi pengurusan sertifikat tanah? Sebenarnya tak mahal. Biaya resmi yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya ratusan ribu rupiah. Untuk pengurusan tanah yang luasnya 100 m2 hingga 500 m2.
Tapi kenapa tiba-tiba mencapai puluhan juta? Saya pun jadi penasaran. Di usia kepala 6, saya coba investigasi. Apa benar biayanya puluhan juta?
Tapi bagaimana caranya? Saya tidak memiliki tanah. Ternyata pucuk dicinta ulam tiba. Kebetulan teman saya minta tolong untuk mengurus sertifikat. Dia memiliki sebidang tanah, luasnya 200 m2. Di atas tanah itu berdiri bangunan luasnya 70 m2. Tanah tersebut belum bersertifikat. Status tanah masih berupa Akta Jual Beli (AJB) alias girik.
Saya kemudian mendatangi Notaris. Tapi tak perlu saya sebut nama notarisnya. Saya khawatir akan berdampak tidak baik. Saya berharap notaris itu bisa meningkatkan status tanah dari AJB menjadi sertifikat hak milik (SHM). Notaris di wilayah tempat saya tinggal Serpong masuk Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, kini cukup subur. Sejak dibangunnya kawasan Kota Mandiri, Bumi Serpong Damai transaksi jual beli tanah meningkat tajam. Padahal sebelumnya wilayah ini tempat “jin buang anak.”
Serpong dulu masih indetik dengan kebun karet milik PTP. Bahkan di zaman Orde Baru, konon menjadi tempat pembuangan mayat korban penembak misterius (Petrus). Kala itu pemerintah menyatakan perang terhadap preman. Banyak preman tewas didor oleh Petrus.
SERPONG BERUBAH TOTAL
Sekarang kebun karet tinggal kenangan. Kini wilayah Serpong berubah total. Harga tanah meningkat luar biasa. Dulu tak ada harganya. Tahun 1985 harga tanah hanya Rp 30.000 per m2. Meskipun harga yang ditawarkan bergitu murah tak ada yang mau beli. Mengapa? Waktu itu Serpong masih sangat sepi. Akses jalan terbatas.
Sekarang, setelah pembangunan besar-besaran yang dilakukan PT Sinarmas Group, harga tanah melonjak. Harga per m2 di pinggir jalan raya rata-rata Rp 5 juta lebih. Begitu meningkatnya transaksi itu, memaksa BTN Kota Tangerang Selatan ingin memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Selama ini aktivitas permohonan sertifikat di Kantor BPN Kabupaten Tangerang lebih banyak didominasi pemohon dari Tangsel.
Dengan pemisahan ini yang sangat diuntungkan adalah warga Tangsel. Selama ini warga di wilayah tersebut jika ingin mengurus sertifikat harus berjalan cukup jauh. Kantor BTN Kabupaten Tangerang di Tigaraksa. Sekitar 40 Km dari Serpong.
Kembali ke soal notaris. Kebetulan kantor notaris tak jauh dari rumah. Perjalanan dengan mobil hanya 5 menit. Saya kemudian diterima salah seorang pegawai notaris.
Dia menanyakan berkas-berkas yang saya bawa. Langsung saya serahkan. Petugas meneliti satu per satu berkas. Termasuk pajak-pajak, di antara Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Surat Setoran Pajak (SSP). BPHTB adalah pajak untuk pembeli tanah, sedangkan SSP adalah pajak dari transaksi jual beli tanah.
Apa yang ditanyakan oleh notaris, semua ada dalam berkas yang saya bawa. Setelah berkas lengkap, saya menanyakan biaya pengurusan. Pihak notaris menetapkan biayanya sekitar Rp 27.000.000 !!
‘’Apa nggak terlalu mahal pak. Saya kira biayanya bisa di bawah Rp 10 juta,’’ tanya saya kaget.
Notaris itu kemudian menjelaskan, bahwa harga yang dipatok itu sudah standar. Dia mengatakan harga itu tidak mahal. ‘’Terus terang nggak mahal. Sebab biaya yang kami keluarkan juga besar,’’ dalih notaris tersebut.
Dia kemudian merinci biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Misalnya untuk lurah, untuk petugas ukur dari BPN, loket BPN, dan masih ada lagi biaya-biaya lainnya. ‘’Jadi inilah yang memaksa kami menetapkan harga puluhan juta,’’ kata notaris tersebut.
Namun, ketika saya tanya berapa biaya untuk lurah dan petugas BPN, notaris itu tak mau menjelaskan. ‘’Pokoknya kami harus meyediakan dana untuk pos-pos tersebut. Sebab kalau tidak, permohonan untuk urus sertifikat tidak akan dilayani,’’ jelasnya.***