Masyarakat NTB Menunggu Gelar Pahlawan Nasional untuk Maulanasyeikh

ILUSTRASI: Foto-foto Istimewa

COWASJP.COMKESIBUKAN masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) kini bukan hanya menyiapkan dukungan calon gubernurnya. Mereka juga getol mendukung seorang ulama besarnya, Almahfurlah Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai calon pahlawan nasional.

Dukungan itu, terasa begitu solid, ketika masyarakat membentang spanduk dan baliho ukuran mencolok di kawasan strategis. Bahkan, media lkcal terkemuka Lombok Post gencar memberitakan kakek Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi itu, layak menyematkan gelar terhormat tersebut.

Edisi Rabu, 1 November 2017,  media pertama dan terbesar di NTB itu, menulis berita lansiran dari berita sebelumnya dengan judul: “Pemberian Gelar Tinggal Tunggu Presiden.” Judul ini menyusul pernyataan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Nasional (TP2GN) yang baru saja meninjau keberadaan ulama kharismatik itu.

Seorang anggota TP2GN, Dr Sudarnoto Abdul Hakim menyebut sejak Senin lal, ia sudah menghubungi gubernur NTB, keluarga Maulanasyeikh di Lombok Timur, Yayasan Nahdlatul Wathan (NW) dan berziarah ke makamnya.

“Saya ke sini atas nama tim memang ingin melihat antusiasme masyarakat,” jelas dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Ia menilai spirit dan doa masyarakat NTB sangat luar biasa. Mereka mendoakan agar Maulanasyeikh diberi gelar pahlawan. Hal ini terlihat dari spanduk, baliho, pemberitaan media massa dan diskusi tokoh-tokoh yang ditemui di NTB.

Itu sebabnya, dia menyimpulkan bahwa sangat beralasan masyarakat NTB mendapatkan sosok pahlawan ada di daerahnya. Kendati begitu dia belum berani memastikan apakah gelar tersebut bisa diberikan kepada Maulanasyeikh.

Keputusan resmi soal gelar tersebut tergantung dari Presiden Jokowi yang akan diumumkan 9 November nanti atau tanggal 10 November yang dikenal sebagai hari pahlawan itu. Namun pihak TP2GN akan menyampaikan hasil penelitiannya kepada Dewan Nasional.

Di sini lain, kharismatisme TGKH Zainuddin Abdul Madjid, bukan hanya memikat TP2GN. Wakil Ketua DPRD NTB TGH Mahalli Fikri malah mengusulkan nama bandara internasioanl di Praya menjadi ZAMIA (Zainuddin Abdul Madjid Internasional Airport. Nama ini, katanya cukup bagus, karena sinonim dan mudah diucapkan.

Siapa sebenarnya TGKH Zainuddin Abdul Madjid ini?  Memang tidak banyak yang tahu bagaimana ia jatuh bangun dalam perjuangannya. Apa yang dilakukan pendiri Nahdlatul Wathan NW itu, bukan sesuatu yang instan. Butuh waktu panjang, keberanian, dan  dedikasi tinggi.

Dialah pejuang kemerdekaan dari wilayah timur Indonesia yang sesungguhnya. Karena puluhan tahun ia berjuang, sejak pulang dari Makkah 1934 hingga wafat pada 21 Oktober tahun 1997.

Ia berjuang membebaskan masyarakat dari keterbelakangan. Melawan kebodohan. Mengusir penjajah, dan berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Apalagi hidup di masa kolonial Belanda, bukan sesuatu yang mudah untuk tetap bertahan. 

Tidak salah, apa yang dikatakan TGB HM Zainul Majdi, cucunya yang kini menjadi Gubernur NTB. Bahwa perjuangan almagfurulah tidak bisa dianggap sekadarnya. Tapi ia berjuang dengan mengeluarkan banyak pengorbanan jiwa dan raga.

Di awal perjuangannya, tahun 1934, TGKH M Zainuddin Abdul Majid merupakan sosok ulama muda yang gigih menyebarkan agama Islam. Memberi pencerahan ke pelosok-pelosok daerah di Lombok.

Selain mengajarkan ilmu agama, ia juga menanamkan rasa cinta pada tanah air sebagai semangat untuk membebaskan diri dari kolonialisme kala itu.

Ia mendirikan pesantren Al-Mujahidin. Pesantren itu disebut-sebut sebagai benteng pergerakan. Secara etimologi nama pesantren ini berarti “pejuang” dan pada tahun 1946. Ketika terjadi penyerbuan ke markas tentara NICA Belanda, nama masjid ini menjadi salah satu nama pasukan yang menyerbu tentara Belanda di Lombok.

Dari pesantren itulah ia memulai cita-cita perjuangannya. Pesantren menjadi tempat pembelajaran agama bagi kaum muda. Di samping itu, ia juga memiliki misi untuk membebaskan umat dari keterbelakangan, akibat kolonialisme Belanda dan pendudukan kerajaan Hindu yang cukup lama di Lombok.

Melihat antusiasme masyarakat yang tinggi, sang revolusioner mengembangkan pesantren dalam bentuk ruang-ruang kelas. Pesantren Al-Mujahidin menerapkan sistem pembelajaran semi klasikal. Dimana masing-masing kelas dilengkapi dengan papan tulis, sementara santri duduk bersila di lantai. Metode itu baru bagi masyarakat NTB kala itu.

Sehingga menarik perhatian warga untuk belajar agama. Dalam waktu singkat 200 orang santri telah terdaftar.

Dalam perkembangannya, ulama yang juga dikenal dengan nama Kyai Hamzanwadi itu mendirikan madrasah yang dijadikannya sebagai basis perjuangan melawan penjajah Jepang. Dua madrasah itu adalah Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) tahun 1937 dan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) 21 April tahun 1943. Menjadi cikal bakal berdirinya oraganisasi NW.

Meski di bawah pengawasan ketat penjajah, Kyai Hamzanwadi memanfaatkan madrasah sebagai tempat menumbuh kembangkan semangat perjuangan. Sikap patriotisme menghadapi kolonial. Aktibatnya, tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administrations) menutup Madrasah NWDI dan NBDI. Namun sebelum keputusan itu dilaksanakan, terjadi peristiwa 8 Juli 1946. Penyerangan tanki militer NICA di Selong, yang juga diinisiasi Maulanasyeikh.

Meski menghadapi berbagai rintangan, tapi ulama kelahiran Pancor 5 Agustus, 1898 itu tetap berjuang membesarkan madrasah yang kelak melahirkan banyak kyai atau tuan guru. Nama madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sendiri diambil dari bahasa Arab, secara etimologi berasal dari kata Nahdlah yang berarti perjuangan, kebangkitan, dan pergerakan, sedangkan Wathan berarti tanah air, bangsa, dan negara. Sedangkan diniyah islamiyah sendiri berarti agama Islam.

Nama tersebut merefleksikan suasana psikologis dan kondisi sosial pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan jargon-jargon perjuangan untuk meggelorakan semangat patriotisme melawan kolonialisme Belanda dan Jepang. Selain  itu, juga memberikan semangat untuk mencerdaskan masyarakat yang sedang terpuruk dan terbelakang melalui pendidikan.

Nasionalisme Religius

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr Abdul Fattah, dalam makalahnya menyebutkan, Maulanasyeikh memiliki peran strategis pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, perannya bersifat sosial tetap ada. Sebab esensi gerakan tersebut menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik.

Ia menjelaskan, pada masa revolusi rakyat Lombok berjuang melawan penjajah dan terjadi hampir di seluruh wilayah Lombok. Dalam kondisi seperti itu, ketokohan Maulanasyeikh semakin berkibar. Terutama setelah mendirikan NWDI dan NBDI.

Menurutnya, nasionalisme yang dimiliki Maulanasyeikh adalah nasionalime religius, yakni dalam pemikiran dan perjuangannya didasarkan pada ajaran agama. Sehingga Abdul Fattah tidak meragukan idealisme kebangsaan NKRI yang dimiliki Maulanasyeikh.

Tidak hanya aktif merebut kemerdekaan, TGKH M Zainuddin Abdul Madjid juga aktif berperan mengisi kemerdekaan. Atas kecemerlangannya, ia dipercaya menjadi anggota konstituante tahun 1955, sebuah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara menggantikan UUD sementara 1950 kala itu.

pahlawan-ntbaTlLd.jpg

Aktif Isi Kemerdekaan

Dosen Sejarah IAIN Mataram Dr Jamaludin mengatakan, di dalam arsip nasional, tercatat nama HM Zainuddin dari Partai Masyumi sebagai anggota Konstituante nomor 108. Dengan aktif di dalam lembaga tinggi negara, artinya dia telah memberikan kontribusi yang besar bagi negara, khususnya untuk Indonesia wilayah  timur. Dia bicara untuk Indonesia dari sisi politik, pendidikan, dan budaya.

”Segala kepentingan untuk masyarakat Indonesia dia bicarakan di dalam konstituante,” katanya.

Peran aktifnya ini menunjukkan bahwa Maulana Syeikh mendukung kemerdekaan NKRI, apalagi tahun 1955 itukan masa rawan dengan banyaknya pemberontakan. Jadi ia memberikan kontribusi yang luar biasa. Artinya dalam berpolitik, dengan berpihak kepada negara bahwa dia yakin negara memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya. Maka pengajuan sebagai pahlawan nasional baginya sudah sangat pantas.

Ketua Gerakan Pemuda Ansor NTB Zamroni Aziz mengapresiasi pemberian gelar pahlawan pada Maulansyeikh. Karena bagaimana pun almagfurlah sudah banyak berbuat untuk bangsa dan negara. Baik di bidang pendidikan, formal dan non formal. Termasuk dalam politik, dengan aktif anggota konstituante.

”Sudah pas dan layaklah,” kata pemuda Nahdlatul Ulama (NU) itu.

BACA JUGA: 15 Konsulat Uni Eropa Terpesona Eksotisme Lombok-Sumbawa​

Zamroni yakin Maulanasyeikh tidak pernah berpikir untuk menjadi pahlawan nasional. Tapi gelar itu untuk menghargai perjuangan beliau. Ansor menekankan, Maulanasyeikh bukan hanya tokoh NW, tapi juga tokoh bagi semua orang, masyarakat NTB. Bahkan Indonesia. Dengan menjadi pahlawan nasional, ia tidak lagi menjadi milik satu golongan.”Guru dan panutan bagi semua orang,” katanya.

Sementara itu, Organisasi Pemuda Nahdlatul Wathan (NW) di Pancor Sabtu (28/10) malam lalu menggelar Hiziban bersama mendoakan kelancaran pemberian gelar pahlawan nasional kepada pendiri NW tersebut.

“Atas nama pemuda NW, kami menyampaikan syukur dan terima kasih kepada pemerintah khususnya Presiden Jokowi memasukkan Almagfurullah sebagai nominator penerima gelar pahlawan nasional 2017,” terang Ketua Pemuda NW, Muhammad Halqi.

Ini diyakini Halqi, sapaannya, akan menjadi salah satu berkah bagi warga NTB dan Indonesia pada umumnya. Karena, dari NTB terdapat pahlawan nasional yang perjuangannya akan dikenang seluruh bangsa dari generasi ke generasi. Sehingga, akan lahir semangat membangun yang telah dicontohkan oleh Maulanasyaikh.

“Sesungguhnya beliau sejak muda sudah berjuang mengabdikan diri bagi daerahnya. Masa mudanya dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan dan mengobarkan semangat perjuangan meraih kemerdekaan,” terang Halqi.

BACA JUGA: Lolos di ''Tikungan Maut'' Setengah Hari Taklukkan Empat Kabupaten

Pada usia 21 tahun sepulang menimba ilmu dari Makkah, Halqi menceritakan Maulana Syaikh menggalang kekuatan dari kalangan pemuda. Ia menularkan ilmu yang didapatkannya untuk disebar sesama kalangan pemuda. Hingga kemudian mendirikan Lembaga Almujahidin yang menjadi cikal bakal berdirinya NW.

“Beliau menggembleng para pemuda untuk belajar ngaji, ilmu pengetahuan, hingga mengatur strategi untuk memperjuangkan kemederdaakaan bangsa Indonesia yang saat itu dijajah,” tuturnya.

Sehingga, sangat tepat menurut Halqi, anugerah gelar pahlawan nasional diberikan kepada kakek dari Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi tersebut.

“Ini akan memberikan semangat kepada kami di Pemuda NW NTB untuk lebih gigih berjuang membangun daerah. Karena, pelopor dan perintis organisasi ini punya semangat yang akan terus kami kenang,” ucap pria yang juga menjadi dosen di Universitas Hamzanwadi tersebut.

Semangat Maulanasyaikh akan terus diwariskan turun temurun kepada generasi milenial. Khususnya bagi pemuda NW, Halqi menegaskan akan tetap merapatkan barisan, berkontribusi, dan mengabdi pada daerah dengan semangat perjuangan yang diwariskan.

Sebagai salah satu bentuk dukungan para pemuda NW,  500 lebih pemuda menggelar Hiziban di aula YPH PPD NW di Pancor. Selain sebagai bentuk dukungan, hiziban ini juga sekaligus sebagai rasa syukur dan doa dan untuk kelancaran agar anugerah pahlawan nasional bisa diberikan tanpa hambatan pada 10 Nopember mendatang.

“Kami hanya bisa berharap gelar tersebut bisa dimudahkan dan dilancarkan sehingga warga NTB bisa bahagia. Karena ada tokoh kita bisa menjadi pahlawan nasional,” harapnya.

Sementara Rektor Universitas Hamzanwadi Hj Sitti Rohmi Djalillah sendiri saat ini mengaku belum bisa menanggapi terlalu banyak terkait gelar pahlawan nasional yang akan diberikan kepada almarhum kakeknya. Rohmi mengaku masih menunggu penobatan tersebut baru bisa mengomentari lebih jauh.

“Nanti kalau sudah clear semuanya. Kita sama-sama berdoa semoga semua lancar,” ucap kakak dari Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi ini. 

Anugerah gelar Pahlawan Nasional kepada Almagrufullah Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadi kabar yang sangat menggembirakan buat seluruh NTB. Anugerah itu bukti nyata keterlibatan ulama berjuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi yang juga cucu Almagfurullah menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang takzim. Secara khusus sebagai Gubernur NTB dia menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang merespons baik harapan dan aspirasi masyarakat NTB.

”Ini menunjukkan kontribusi NTB untuk Indonesia tak kalah dibanding daerah lain. Putra-putri terbaik NTB selalu berkarya untuk bangsa dan negara,” kata Gubernur TGB kepada Lombok Post, kemarin (27/10).

Bagi dirinya, seperti halnya seluruh masyarakat NTB, kabar pemberian gelar pahlawan tersebut sangat menggembirakan. Dimana putra terbaik NTB ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. ”Penghargaan ini insya Allah akan menjadi pemicu bagi masyarakat NTB untuk terus berbuat yang terbaik untuk bangsa,” kata TGB.

TGB juga mengapresiasi kerja keras semua pihak yang ikut memperjuangkan Anugerah Pahlawan Nasional tersebut. Pencapaian itu adalah buah kerja dan ikhtiar semua pihak. Serta doa masyarakat yang memberikan dukungan pengusulan gelar itu. Jika tak ada aral melintang, pengumuman gelar pahlawan nasional secara resmi tanggal 10 November, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.

”Perjuangan meraih gelar Pahlawan Nasional bukan pekerjaan sederhana. Tetapi cukup berat dan berliku,” kata TGB.

Sementara itu, gelar Pahlawan Nasional untuk Maulanasyeikh mendapat dukungan dari semua kalangan. Di beberapa ruas jalan, spanduk-spanduk dukungan atas kepahlawanan Maulanasyeikh kemarin bertebaran. Seperti di simpang empat Pagesangan, Jalan Gajah Mada hingga Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram.

Ketua Majelis Ulama Indonesia NTB Prof H Saiful Muslim mengatakan, masyarakat NTB sangat mendukung pemberian gelar pahlawan tersebut. Dari berbagai aspek penilaian, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sangat layak mendapat gelar pahlawan. Perjuangannya mendirikan lembaga pendidikan dan pemikiran-pemikiran dalam melawan penjajahan.

Baginya, perjuangan tidak semata-mata dengan mengangkat senjata. Tetapi juga dengan pemikiran dalam memajukan masyarakat, serta menjadi peletak dasar pendidikan agama formal di NTB. ”Almagfurullah mendorong pergerakan-pergerakan melawan penjajah,” ujarnya.

Dalam perjuangannya, Maulanasyeikh berjuang memerdekakan umat dari keterbelakangan. Membebaskan masyarakat dari kebodohan. Dengan mendirikan banyak lembaga pendidikan, itu merupakan bentuk perjuangan yang sangat nyata.

”Itu bagian dari jihad sesungguhnya. Sebab, jihad tidak harus memanggul senjata,” kata Saiful.

Atas perjuangannya selama ini, maka sudah saatnya negara memberikan gelar pahlawan nasional. Bila nanti gelar itu sudah resmi disandang, maka Maulanasyeikh akan menjadi simbol masyarakat NTB. Sehingga ia berharap generasi muda mempelajari dan meneladani perjuangan Maulanasyeikh. Sehingga generasi selanjutnya bisa meneruskan perjuangan itu.
”Kita harus teruskan. Itukan bukan perjuangan yang tidak boleh berhenti,” tegasnya.
Kebanggan atas pahlawan harus diwujudkan dengan melanjutkan perjuangan. Sebab, rasa bangga tidak cukup. Tapi yang telah dilakukan harus dituruti untuk menata kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr H Mutawali mengatakan, sebagai warga NTB, ia sangat berharap gelar itu benar-benar disandang nantinya. UIN sangat mendukung pemberian gelar pahlawanan nasional itu. ”Dedikasinya sangat jelas, telah berkontribusi besar bagi bangsa dan negara, termasuk di dalamnya bidang pendidikan,” ujar Mutawali.

Sebagai orang Nahdlatul Ulama, ia tidak memandang latar belakang organisasi. Sebab, Maulanasyeikh telah memberikan teladan yang nyata bagi warga NTB. Mendirikan lembaga pendidikan, madrasah dan pondok pesantren yang sangat banyak. Termasuk mendidik para tuan guru di NTB. ”Kami tidak meragukan perjuangan beliau,”ujarnya.

Hal serupa diungkapkan Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah NTB H Falahuddin. Secara kelembagaan Muhammadiyah sudah berikap untuk mendukung pemberian gelar pahlawan nasional kepada Maulanasyeikh. Sebab, dia menjadi tokoh kosmopolitan pada masanya, mendirikan Masjid Mujahidin Selong. Itu menjadi simbol perjuangan.

”Sosok beliau ini sangat layak menjadi pahlawan nasional,” katanya.

Ketokohan Tuan Guru Pancor menurutnya multi aspek kehidupan. Dia membangun lembaga pendidikan bagi masyarakat NTB, dia juga aktif di politik. Dia juga membangun masyarakat dengan pemahaman terbelakang menjadi tercerahkan.

Itu semua adalah bentuk perjuangan. Sebab, membangun pendidikan bukan perkara mudah. Sebagai ketua Muhammadiyah di NTB, ia merasa dengan jumlah sekolah yang dirikan Almagfurullah saja, itu sudah sangat luar biasa.

”Tidak mudah orang melakukan seperti itu. Tapi Maulanasyeikh mampu melakukannya,” tandas Falahuddin.  

Biodata: Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5 Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi / 19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Beliau adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB. (sumber: Lombok Post)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda