COWASJP.COM – PENJELASAN notaris itu membuat saya makin penasaran. Saya mesti terjun sendiri. Kepada notaris itu saya bilang, ”Saya pikir-pikir dulu, Pak. Nanti saja kembali lagi.’’
Dalam perjalanan pulang, rasa penasaran menyungkup. Kemudian saya langsung meluncur ke Kantor BPN Kota Tangerang Selatang. Kantor itu juga tak jauh dari kantor notaris. Hanya 8 menit perjalanan mobil.
Saya langsung ke loket pendaftaran. Petugas loket mengatakan untuk mengurus sertifikat harus mengisi formulir terlebih dahulu. Setelah itu saya diminta untuk menghubungi petugas ukur. Saya juga diminta membuat janji, kapan petugas bersedia mengukur tanah.
Terus terang cukup sulit mencari petugas ukur yang bersedia mengukur tanah teman saya. Maklum saya belum pengalaman. Saya juga belum mengenal petugas ukur. Tapi alhamdulillah akhirnya ada juga petugas ukur yang mau. ‘’Bapak tunggu tiga hari lagi. Jam berapa saya datang, nanti bapak saya hubungi lagi,’’ kata petugas ukur itu.
Kami kemudian bertukar nomor telpon. Setelah menyepakati waktu pengukuran, giliran soal dana.
Saya langsung tanya berapa biaya yang harus disiapkan. Tanpa sungkan-sungkat petugas itu mengatakan, terserah saja. ‘’Kami tidak mematok harga. Tapi kami perlu transportasi dan uang bensin dan rokok,’’ katanya.
Dia juga mengatakan saat pengukuran nanti, dia tidak sendirian. Ada sekitar 3 personel yang akan mendampingi petugas ukur tersebut. Mendengar jawaban petugas ukur itu, saya juga bingung. Berapa saya harus anggarkan untuk pos pengukuran.
PETUGAS UKUR PUNGUT JUTAAN
Saya lantas teringat dengan pos tanda tangan lurah. Staf kelurahan mengatakan, bahwa untuk sertifikat, lurah mematok biaya per meter. ‘’Lurah baru mau tanda tangan untuk sertifikat per meter Rp 5.000. Jadi, kalau tanah bapak ada 200 meter persegi berarti 200 m2 x Rp 5.000 = Rp 1 juta,’’ jelas staf kelurahaan.
Bagaimana jika tanah saya 1.000 m2? Biaya tentu semakin membengkak. Kita kalikan saja 1.000 X Rp 5.000 = Rp 5 juta. Dan bagaimana kalau tanahnya 1 hektar. Waaah hitung saja. Tentu biayanya semangkin membengkak . Akhirnya saya putuskan dana untuk pengukuran sama dengan pos lurah yakni Rp 1 juga. Berarti baru dua pos saja, saya sudah harus mengeluarkan dana Rp 2 juta.
Tiga hari yang dijanjikan petugas ukur dan timnya tiba dengan mobil pukul 15.15 WIB. Kami langsung menuju lokasi tanah yang akan diukur. Tak sampai satu jam pengukuran selesai. Sambil mengucapkan terima kasih, uang Rp 1 juta yang sudah disiapkan dalam amplop saya serahkan.
Petugas itu bergegas pergi. Dia mengatakan masih ada tempat lain yang akan diukur. Paling tidak dalam satu hari mereka bisa mengkur empat sampai lima lokasi. Bejibun juga kocek mereka. Bisa Rp 5 hingga Rp 7 juta per hari. Sebab permintaan pengukuran bervariasi. Ada yang 200 m2, ada yang 500 m2.
Sayang pengukuran tidak dilakukan setiap hari. Kalau tiap hari, wah berapa puluh juta uang masuk. Paling tidak dalam seminggu mereka bisa tiga kali tur mengukur. Yang membuat mereka tidak semangat saat mendapat tugas mengukur proyek Prona. Maklum proyek Prona merupakan program pemerintah untuk warga yang tidak mampu. Jadi beruntunglah warga yang memperoleh jatah Prona. Sebab mereka tak dipungut biaya alias gratis.
Inilah yang membuat mereka sebel. Jika tugas itu dikerjakan mereka jelas tidak dapat uang sampingan. Mereka hanya mendapat uang jalan dari kantor. Besarnya cukup beli besin 10 liter.
Mengurus sertifikat melalui kuasa atau perantara, biayanya memang lebih mahal. Itu kata petugas Badan Pertanahan Nasional. Jika diurus oleh pemiliknya sendiri akan lebih murah. Untuk tanah luas 200 m2 hingga 500 m2 biayanya di bawah Rp 1 juta. Karena ada dua jalur khusus untuk pemohon sendiri dan pemohon dengan kuasa.
Untuk pemohon sendiri, biaya itu resmi tertulis ditanda terima petugas loket begitu berkas kita didaftarkan di BPN. Saya kemudian bertanya bagaimana yang diurus orang lain atau dengan surat kuasa. “Biaya lain pak,” kata petugas itu.
Saya kembali bertanya. ‘’Kira-kira berapa yang harus saya bayar?’’
Petugas itu memandang saya. Dia mulai memperhatikan raut muka saya. Lama sekali wajah saya dipandang. Mungkin dia berpikir, saya ini petugas kantor pusat yang tengah melakukan penyelidikan. Atau mungkin saya dianggap wartawan yang tengah melakukan investigasi.
Sebab beberapa bulan lalu ada kabar dari para pemohon di BPN Tangsel. Mereka mengatakan ada menteri yang kecewa. Menteri itu melaporkan ada petugas BPN Tangsel yang menghambat pengurusan sertipikat miliknya. Menteri mengurus sertifikat melalui kuasa perantara.
Karena sertifikatnya tak selesai-selesai. Pak Menteri melaporkan ke kantor BPN Pusat. Mendengar laporan itu, BPN Pusat langsung menegur kepala BPN Tangsel. Atas teguran itu, Kepala BPN Tangsel langsung memutasi bawahannya. Singkat cerita di BPN Tangsel terjadi mutasi besar-besar.
Meskipun sudah dimutasi, kinerjanya belum berubah banyak. Pengurusan sertifikat tetap lama. Paling tidak setahun. Terkadang dua tahun belum selesai. Entah apa alasannya. Tapi itulah yang terjadi.
Karena lamanya pengurusan sertifikat tanah, maka banyak pemohon yang melakukan terobosan secara diam-diam. Mereka melakukan jalan pintas dengan memberi upeti di masing-masing pos. Tujuannya agar lancar dan cepat selesai.
Kembali ke soal biaya, ternyata masih menggantung. Petugas belum menyebutkan nilainya. Setelah saya desak berapa biaya untuk mengurusan sertifikat, akhirnya dia menyebutkan jumlahnya. Petugas itu kelihatannya tak curiga lagi.
‘’Untuk pemohon yang menggunakan surat kuasa biaya Rp 2,5 juta,’’ katanya.
Petugas kemudian menyebutkan biaya sebesar itu akan dibagi dengan masing-masing bagian. Termasuk bagian ukur dan petugas lainnya. Saya kemudian tanya. Kenapa ada perbedaan dengan pemohon dengan mengurus sendiri dan menggunakan surat kuasa.
Menurut petugas itu, penerima kuasa itu dapat untung dari pengurusan itu. ’’Kami minta bagian. Masak mereka untung sendiri,’’ kata petugas itu.
Selain uang pendaftaran Rp 2,5 juta, ternyata pemohon masih harus membayar lagi. Pemohon kembali akan diminta biaya cek lokasi. Jumlahnya memang tidak disebutkan. Kemudian saya tanya-tanya kepada pegawai notaris, mereka biasanya memberi Rp 500.000.
HARUS SIAP PULUHAN KALI KE BPN
Memang petugas tidak menyebut berapa besarnya tarif cek lokasi. Petugas hanya memberitahu, harap sediakan dana transportasi untuk dua orang. Sebelum cek lokasi – ini hanya diberlakukan untuk pemohon dengan luas tanah 500 m2 ke atas, tiba-tiba diberlakukan aturan baru bahwa semua pemohon diwajibkan cek lokasi. Termasuk luas tanah di bawah 500 m2 yang dulu tak dikenakan kewajiban cek lokasi.
Dengan mahalnya biaya pengurusan sertifikat, hanya orang kaya yang bisa mengajukan permohonan. Sebab untuk biaya pengurusan sertifikat 200 m2 yang diurus pemilik sendiri, harus mengeluarkan biaya Rp 3 juta lebih.
Sedangkan pemohon yang menggunakan surat kuasa Rp 5 juta lebih. Jika menggunakan jasa notaris Rp 27 juta.
Bila permohonan diurus sendiri, risikonya harus siap mundar-mandir. Jika ada berkas yang kurang, harus segera dilengkapi. Pemohon harus siap puluhan kali mendatangi kantor BPN untuk menanyakan perkembangan permohonan. Untuk mengurus sertifikat bukan hitungan bulan, tapi tahunan. Bahkan ada yang dua tahun lebih baru selesai. Wouww reformasi ada di mana? ***