COWASJP.COM – DALAM bahasan ilmu geografi ada istilah yang disebut dengan toponimi, yakni bahasan ilmiah yang merujuk pada nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya. Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb. Unsur-unsur ini dikenal secara luas sebagai unsur “topografi”, seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dan sebagainya.
Di Jakarta Barat misalnya, ada wilayah yang dinamai Kebon Jeruk. Kenapa? Hal ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah, bahwa di masa lalu daerah ini dipenuhi pohon-pohon jeruk. Kemudian nama kota Surabaya berawal dari gabungan nama ikan Soera (hiu) dan Buaya.
Di Gresik ada daerah yang disebut dengan Kampung Blandongan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran daerah itu di masa lalu yang dikenal sebagai tempat pembuatan atau perbaikan kapal. Jangan lupa, pada kurun waktu abad XIV-XVIII M, tahun 1300-an sampai tahun 1700-an, di Gresik telah tumbuh beragam industri, dari industri skala kecil hingga besar. Di Kampung Balndongan masih terdapat bangunan tua yang besar dengan tembok serta pagar tinggi.
Melimpahnya ikan di sekitar perairan Gresik, memicu tumbuhnya industri terasi serta ikan kering di Desa Kroman dan Lumpur. Industri skala besar diwakili dengan aktivitas pembuatan kapal kecil berukuran 10 hingga 100 ton yang dipakai untuk berlayar ke Maluku sekaligus menyediakan fasilitas reparasi kapal. Di Kampung Blandongan itulah kapal-kapal tersebut di reparasi.
Saat saya masih duduk di bangku SD, daerah ini juga dikenal sebagai daerah pembuat kapal-kapal. Saya pernah menyakisikan bagaimana kapal yang selesai dibuat ditarik ke laut. Caranya masih tradisional. Kapal yang dibuat di daratan ditarik ke laut saat air laut pasang. Menariknya dengan tenaga manusia dengan bantuan bantalan kayu gelondongan panjang yang dalam hal ini berfungsi seperti roda.
Di Kampung Blandongan terdapat Pondok Pesantren Al-Abror. Juga ada Pondok Pesantren Yai Kholil yang didirikan oleh KH. M. Kholil (Gresik). Nama KH Kholil diabadikan menjadi nama jalan di daerah tersebut. Pondok Pesantren itu jaraknya beberapa puluh meter dari Kompleks Perguruan dan Rumah Sakit Muhammdiyah. KH. M. Kholil Gresik merupakan santri dari KH. M. Kholil Madura. KH. M. Kholil bernama asli Marlikhan yang lahir tahun 1881 M. Beliau merupakan putra Syamsudin seorang pekerja kapal antarpulau, sedangkan ibunya bernama Muslikhah.
Beliau hidup dari keluarga serba kekurangan, ketika usianya menginjak 4 tahun ibunya meninggal dunia. Di usia 12 tahun, ayahnya meninggal dalam kapal yang sedang berlayar ke Pulau Sumbawa dan dimakamkan di Sumbawa. Akhirnya Marlikhan diasuh bibinya (adik ibunya) yang bernama Mustiah. Selama masa asuhan bibinya, Marlikhan belajar ilmu agama pada seorang guru bernama Ilyas dan di waktu luangnya beliau mencari nafkah untuk membantu bibinya.
Keinginannya untuk memperdalam ilmu agama begitu tinggi, beliau melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu. Beberapa di antaranya belajar di Pondok Pesantren KH. Zubair (Pekauman, Gresik), Pondok Pesantren Maskumambang (Dukun, Gresik), Pondok Pesantren KH. Muhammad (Pasuruan), Pondok Pesantren Syekhona Kholil (Bangkalan). Salah satu tanda keistimewaan KH. M. Kholil Gresik sudah terlihat saat menuntut ilmu di pesantren.
Harapan para guru KH. M. Kholil ini menjadi kenyataan, pada tahun 1912 M, KH.M. Kholil mendirikan pondok pesantren di Kampung Blandongan yang populer di masyarakat dengan nama Pondok Pesantren Yai Kholil Blandongan. Kala itu KH. M. Kholil menginjak usia 31 tahun, di antara santri-santri beliau adalah KH. Danyalin (Tokoh NU), KH. Ibrahim Tamim (Tokoh NU), KH. Faqih Usman (Tokoh Muhammadiyah yang pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah, tokoh Masyumi dan Menteri Agama), KH. Hasan Basri (Tokoh NU), KH. Syaikhul (Tokoh Muhammadiyah).*