Di Tengah Gempuran Mainan dari China

Sukino Masih Setia Jual Mainan Tradisional

Sukino masih setia berjualan mainan tradisional Jawa yang semakin terpinggirkan karena banyaknya serbuan mainan dari negeri tirai bambu China. (Foto: Santoso/CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Santoso

-----------------------

GEMPURAN mainan anak-anak dari Negeri Tirai Bambu China membuat mainan anak tradisional, khususnya mainan tradisional Jawa semakin terpinggirkan. Anak-anak sekarang lebih suka mainan yang terbuat dari plastik dan bisa lari sendiri, karena dilengkapi Remote Control maupun mesin-mesin semiotomatis.

Meski dalam kondisi hidup segan mati tak mau, namun ternyata masih ada yang mau melestarikan mainan anak tradisional seperti sumpitan, ethel-ethek, gasing maupun suling bambu. Paling tidak Pak Sukino, laki-laki asal Gunung Kidul, Yogyakarta ini, setiap hari masih setia menjajakan mainan macam itu.

Dengan dua bakul yang dipikul kemana-mana, njajah desa milangkori, ia menjajakan dagangannya berupa mainan anak tradisional itu. ‘’Setiap hari jalan dari desa ke desa, menjajakan dagangan ini,’’ kata laki-laki berusia 49  tahun itu.

Dari Gunung Kidul sampai Kota Madiun, ia tidak menyewa kamar atau nge-kos, namun setiap hari tidur di masjid atau poskamling.  Jadi keliling sampai desa mana pun ia tidak perlu pulang kembali ke posnya, langsung saja mencari masjid untuk istirahat dan tidur malam.

‘’Kalau harus nge-kos, duitnya habis. Belum lagi untuk makan sehari 2 kali, jadi harus ngirit’’ akunya.

Bagaimana tidak harus ngirit. Sekali berangkat ia membawa 200 dagangan, dan baru kembali ke rumahnya di Gunung Kidul setengah bulan sekali. Dari dagangan 200 biji yang dihargai Rp 10 ribu per mainan, kalau laku semua hanya terkumpul uang Rp 2 juta. Kalau dari perajinnya seharga Rp 5 ribu saja, maka dalam setengah bulan terkumpul keuntungan kotor Rp 1 juta, belum dipotong makan dan ongkos transportasi.

‘’Dari Jogja saya naik bus, bahkan kadang sampai Kediri,’’ katanya.

Jadi bisa dibayangkan, berapa penghasilan Pak Sukino yang masih dengan setia memikul 2 bakul. Untungnya sang juragan mengerti. Sukino tak harus membayar dulu barang yang dibawanya.

‘’Bayarnya nanti setelah kembali ke desa,’’ akunya.

Menurut dia, Gunung Kidul memang banyak perajin mainan anak-anak yang terbuat dari bambu, hingga ramah lingkungan. Sistem pemasarannya melalui warga desa setempat, seperti Sukino yang njajah desa milangkori. Ia yang sejak tahun sembilanpuluhan  menjajakan mainan anak-anak tradisional ini, sekarang merasa semakin susah menjualnya.

‘’Kalau sehari laku 2 – 3 biji itu sudah bagus. Kecuali kalau ada keramaian, baru lumayan, bisa sampai 10 biji,’’katanya.

sukinoYTpQX.jpg

TAK MAU KALAH: Sukino dengan dagangan mainan tradisionalnya Indonesia (Foto: Santoso/CoWasJP)

Susah??? Ya, demikian yang dirasakan oleh Sukino, sejak semakin membanjirnya mainan modern asal Chinayang bertengger di toko-toko mainan, ia merasakan betapa susahnya menjual dagangannya.

Berbagai macam mainan dengan model dan warna menarik, yang  banyak dijual di toko mainan dinilai jadi biang keroknya. Dari sekian banyak jenis mainan, sangat jarang yang berlabel ‘’made in Indonesia’’, rata-rata made in China. Apalagi mainan anak dari Chinaharganya sangat murah.

Padahal sejak lama sudah di-warning, bahwa mainan dari China banyak yang mengandung zat berbahaya, seperti Mercury.  

Bahkan belum lama ini, Asosiasi Pegiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) mengingatkan bahwa 80% mainan anak produk China berbahaya dan tidak layak digunakan bagi anak-anak Indonesia. Mengingat, bahan bakunya menggunakan bahan baku cat yang berbahaya dan tidak ramah lingkungan. Juga mainan asal Chinaini ditengarai  mengandung racun.

Hasil penelitian yang dilakukan APMETI terhadap produk-produk mainan Chinamenyebutkan 3 dari 4 mainan produk Chinamengandung racun.

‘’Sekitar 80 persen mengandung timbal, sehingga tidak layak digunakan anak-anak,’’ ungkap Ketua Asosiasi Pegiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) Dhanang Sasongko.

Selain membahayakan dan meracuni anak-anak, produk mainan anak dari Negera Shaolin dan Kung Fu ini juga membuat industri mainan Indonesia banyak yang gulung tikar. Saat ini sudah 40 persen perajinan mainan anak Indonesia sudah tak produksi bahkan yang menyedihkan lagi beralih profesi menjual mainan anak dari China.

Namujn tidak semuanya, paling tidak Sukino dan teman-temannya, serta perajin mainan anak di Gunung Kidul tetap bertahan. Entah sampai kapan.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda