COWASJP.COM –
WARGA Perumahan Pondok Buana, Bluru, Sidoarjo, terguncang dan resah. Bakda Sholat Tarawih, Selasa 20 Juni 2017, enam warga berkumpul di rumah Ketua RT 2 RW 12 Pondok Buana, Bambang Ajar Setiadi. Mereka diguncang tarif gila PDAM “Delta Tirta” Kabupaten Sidoarjo.
Warga rumah bertipe 36, sekali lagi bertipe 36, Mei 2017 dikenakan tarif Rp 4,2 juta, ada yang Rp 3,6 juta, dan yang paling kecil Rp 1,2 juta. Tidak masuk akal. Padahal mereka setiap bulan selalu membayar dengan tertib tarif PDAM Delta Tirta.
Tarif PDAM Delta Tirta di kawasan kota Sidoarjo, kata warga, memang termahal di Indonesia. Tapi tidak segila itu! Tiap bulan mereka membayar Rp 100 ribuan sampai Rp 200 ribuan. Bandingkan dengan tarif PDAM di kawasan Tropodo – masuk Kabupaten Sidoarjo, yang hanya Rp 60 ribu sampai Rp 90 ribuan per bulan.
Tapi mengapa untuk Mei 2017 tiba-tiba muncul tarif tambahan jutaan rupiah dan harus dibayar Juni 2017 ini? Ada yang sudah mengangsur, tapi di rekeningnya tertera tulisan REKENING NON AIR. Kalau bukan air yang dibayar, non air yang mana? Aneh.
Rekening non air yang dibebankan kepada warga.
Warga Pondok Buana memang tidak bisa membangkang. Pasalnya, mereka diancam cabut meteran air PDAM-nya bila tak mau bayar! Kekuatan monopoli bisnis air bersih digunakan sepenuhnya oleh PDAM Delta Tirta Kabupaten Sidoarjo. Air adalah kebutuhan vital dan tidak ada satu pun perusahaan air bersih swasta yang menjadi pesaing.
Namun, mereka tidak mampu membayar kontan. Mau tidak mau harus mengangsur. Pertanyaanya adalah: biaya apa gerangan? Biaya NON AIR?
Di kawasan kota Sidoarjo tarif PDAM-nya terbagi empat kategori. Dengan menerapkan tarif progresif:
PEMAKAIAN AIR TARIF PER M3 (meter kubik)
0 – 10 M3 per bulan Rp 3.330/M3
11 – 20 M3 per bulan Rp 5.500/M3
21 – 30 M3 per bulan Rp 7.500/M3
31 M3 ke atas perbulan Rp 14.448/M3
Jadi, Pak Suwoko Rahmad Prasetyo misalnya yang tiba-tiba Mei 2017 dikenakan tarif tambahan Rp 4,2 juta, bila berpatokan pada tarif termahal (Rp 14.448/M3), maka Mei 2017 ini rumahnya telah memakai air sebesar Rp 4,2 juta : Rp 14.448 = 290,69 M3. Edan! Berarti per hari memakai = 290,69 : 30 = 9,69 M3 atau setara satu truk tangki air!
Kalau berpatokan pada tarif medium yaitu Rp 7.500/M3, maka dengan Rp 4,2 juta itu Prasetyo telah memakai air PDAM sebesar 560 M3 di bulan Juni 2017. Per hari memakai = 560 : 30 = 18,66 M3 atau 2 truk tangki air! Wouww.
Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa tarif gila dan pemakaian air tak masuk akal ini bisa terjadi?
“Ada kesalahan yang dilakukan pihak PDAM yang ditimpakan kepada warga Pondok Buana,” tutur Ketua RT 2 RW 12 Pondok Buana, Bambang Ajar Setiadi. Kemudian beliau menceritakan duduk masalahnya:
Menurut pihak PDAM Kabupaten Sidoarjo telah terjadi kesalahan penghitungan pemakaian air yang meliputi 80 persen dari 260 KK Pondok Buana= sekitar 208 KK.
Apa kesalahannya?
Sejak September 2015 sampai Mei 2017 = 21 bulan, petugas PDAM yang menghitung pemakaian air tiap rumah Pondok Buana tidak melakukan tugasnya dengan benar. Selama 21 bulan itu – hampir 2 tahun – petugas pencatat pemakaian air warga, menurut pihak PDAM, tidak bisa memperoleh data akurat dengan alasan tidak bisa melihat alat pengukur pemakaian air.
Mengapa tidak bisa? Petugas pencatat pemakaian air berdalih pagar rumah warga Pondok Buana ditutup waktu siang hari dilakukan pencatatan. Dia tidak bisa masuk dan tidak bisa melihat data di alat meteran air.
Tapi mengapa petugas pencatat pemakaian listrik PLN bisa melakukan tugasnya dengan baik? Karena itu sejauh ini tidak ada masalah apa pun dengan pihak PLN Kabupaten Sidoarjo. Petugas pencatat PLN bisa masuk.
Petugas PLN mengetuk-ngetuk pagar agar penghuni rumah keluar dan membukakan pagarnya. Kalau toh di rumah tersebut tidak ada penghuninya (semuanya pergi), petugas PLN itu meminta tetangga sebagai saksi. Kemudian dia melompat pagar masuk teras rumah, melihat meteran listriknya, dan mencatat akurat pemakaian listrik per bulan.
Dengan begitu, jelaslah sudah kesalahan telah dilakukan oleh pihak PDAM Delta Tirta Kabupaten Sidoarjo sendiri. Dan di sinilah fatalnya, kesalahan itu berlangsung 21 bulan! Hampir dua tahun baru ketahuan. Seburuk itu pengawasannya.
Apa yang dilakukan pihak PDAM setelah mengetahui kesalahan petugasnya sendiri? Pihak PDAM Kabupaten Sidoarjo mengestimasi kerugian yang mereka tanggung akibat kesalahan petugasnya sendiri. Jadi, selama 21 bulan itu – September 2015 sampai Mei 2017 – warga Pondok Buana dinilai membayar tarif air dengan hitungan yang tidak akurat.
Entah bagaimana laporan petugas pencatat kepada pihak penagihan PDAM.
Warga Pondok Buana yang mengeluh, dari kiri: Salim, Suryanto, Heru.
Mereka memotret pagar rumah warga Pondok Buana yang tertutup sebagai bukti untuk menguatkan bahwa wargalah yang salah. Padahal warga di perumahan lain pun tentu tertutup, meskipun di siang hari. Ini demi keamanan. Yang jelas, petugas pencatat meteran listrik PLN bisa melakukan tugasnya dengan baik di Perumahan Pondok Buana.
Lantas keluarlah rekening non air yang jutaan rupiah itu dan ditimpakan kepada warga Pondok Buana. Padahal warga selama 21 bulan itu tetap memenuhi kewajiban membayar tarif air PDAM. Tarifnya berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu.
Menurut warga, pihak PDAM telah memecat petugas pencatat pemakaian air itu. Tapi apakah seperti ini solusi dari kesalahan fatal yang dilakukan PDAM Kabupaten Sidoarjo sendiri? Mengapa PLN Kabupaten Sidoarjo bisa mengelola dengan baik para pelanggannya, sedangkan PDAM Kabupaten Sidoarjo tidak?
**
Sulistiono, 48 tahun, warga Pondok Buana terkena tarif tambahan Rp 1,2 juta. Dia telah membayar angsuran pertama Rp 300.000. Jadi, bulan Juni ini selain membayar tarif bulanan rutin juga membayar lagi biaya non air Rp 300.000. Warga rumah tipe 36 harus bayar air PDAM Rp 450.000 per bulan. Wouww
“La ya, seharusnya PDAM Sidoarjo sudah curiga ketika tiga bulan berturut-turut pemakaian air di satu rumah selalu 30 meter kubik. Pasti ada naik-turunnya. Di bulan ke-4 seharusnya PDAM menegur dan menyidik petugas pencatat meteran airnya. Dengan begitu kesalahan tidak harus terjadi selama 21 bulan,” kata Sulistiono.
Karena itu, diharapkan Bupati H. Saiful Ilah, S.H, M.Hum segera membenahi manajemen PDAM Delta Tirta Kabupaten Sidoarjo. Memang kelihatannya hanya menyangkut duaratusan rumah Pondok Buana.
Tapi bukan tidak mungkin, hal serupa terjadi di kawasan lain Kabupaten Sidoarjo. Ketika warga bisa membeli dengan mudah tiket kereta api secara online, di berbagai outlet Indomaret, PDAM Kabupaten Sidoarjo masih berkutat di kesalahan sendiri yang manual.
Ada Yang Aneh
Pihak PDAM Kabupaten Sidoarjo memberikan solusi kepada warga untuk membayar dengan menyicil. Tapi hakikatnya, kesalahan PDAM tetap ditimpakan pada pelanggan. Pelanggan yang harus membayar jutaan rupiah untuk kesalahan PDAM sendiri.
Kalau per rumah rata-rata harus bayar Rp 1,5 juta, maka dari 208 rumah di Pondok Buana PDAM akan memperoleh dana = 208 x Rp 1,5 juta = Rp 312 juta!
Namun ada yang aneh dalam pembayaran cicilan itu. Suwoko Rahmad Prasetyo menuturkan, bahwa dia bisa membayar lewat transfer ke rekening pribadi salah seorang petugas PDAM. Setelah melakukan negosiasi yang alot, Prasetyo mendapat diskon Rp 700.000.
Dari semula harus bayar Rp 4,2 juta jadi Rp 3,5 juta. Yang Rp 500 ribu telah dibayar . Kemudian yang Rp 3 juta boleh dicicil sampai akhir Desember 2017. Jadi dicicil dalam 6 bulan. Per bulan berikutnya Rp 500.000. Itu biaya tambahan selain tarif air rutin per bulan. “Jadi mungkin saya harus bayar ke PDAM Rp 800 ribuan ke PDAM dari Juni sampai Desember 2017.
Tapi, lihatlah copy japri WA negosiasi Prasetyo dengan petugas PDAM tersebut di bawah ini:
COPY JAPRI WA
Cicilan bisa dibayar ke rekening pribadi di Bank Mandiri. Apakah hal ini bisa dibenarkan secara hukum? Perlu diteliti.
Tiga Usulan Warga
Warga Pondok Buana sebenarnya patuh. Mereka bersedia membayar biaya non air yang menurut PDAM untuk menutup kerugian akibat kesalahan petugasnya sendiri. “Tapi harus menyicil. Tidak bisa bayar lunas,” kata Ketua RT Bambang Ajar Setiadi.
Karena itu, warga Pondok Buana sepakat mengusulkan kepada pihak PDAM:
1.Karena kesalahan hitungan terjadi selama 21 bulan, maka biaya tambahan harus dicicil selama 21 bulan pula ke depan. Cara inilah yang adil dan tidak memberatkan warga.
2.Untuk mencegah terjadinya kesalahan yang sama, warga meminta agar alat meteran air dipasang di luar rumah (tepi jalan). Dengan begitu tidak ada alasan bagi petugas pencatat meteran air tidak bisa melihat langsung meterannya.
3.Pihak PDAM menentukan pada tanggal berapa tiap bulan melakukan pencatatan pemakaian air. Kalau bisa sih tiap hari Sabtu. Maksudnya, saat dilakukan pencatatan pemakaian air di setiap rumah ada orangnya.
Membaca usulan mereka, terkesan betapa kooperatifnya warga Pondok Buana terhadap PDAM Kabupaten Sidoarjo. (*)