Menanti Realisasi Bandara di Karesidenan Kediri

Kanwil X DJKN Surabaya didampingi Bupati Blitar,Perwakilan TNI AU Abdurrahman Saleh dan masyarakat saat dialog di lokasi lahan yang akan dijadikan bandara di Ponggok,Blitar. (Foto: Imam Kusnin Ahmad/CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Imam Kusnin Ahmad

----------------------------------------
 

HARAP-HARAP cemas menghinggapi warga wilayah Karesidenan Kediri. Meliputi warga Blitar Raya, Kediri Raya, Nganjuk, Tulungagung, dan Trenggalek. Pasalnya, hingga kini Bandara (bandar udara) terdekat yang diidam-idamkan di wilayahnya  belum terwujud.

Padahal bandara tersebut sangat  dibutuhkan oleh masyarakat yang masuk wilayah Mataraman itu. Mengapa? Karena perjalanan untuk menuju Surabaya atau Malang sudah terlalu lama dan jauh. Minimal membutuhkan waktu 4 sampai 5 jam. 

Padahal  sejak lama  beberapa kabupaten di  wilayah Karesidenan Kediri berinisiatif untuk mendirikan bandara sendiri di wilayahnya. Misalnya Kabupaten Blitar. Bumi Bung Karno ini lama merancang kembali difungsikannya bekas lapangan terbang milik TNI AU Abdurrahman Saleh Malang yang terletak di Desa Jagoan, Kecamatan Ponggok, Blitar. 

Ketika itu diproyeksikan 40 persen pembangunan Bandara pada tahun 2016 bisa rampung. Direncanakan rute penerbangannya adalah  Blitar - Surabaya, Blitar - Denpasar, Blitar - Jakarta, Blitar - Batam, Blitar - Makassar. Namun hingga kini rencana itu belum terwujud. Bahkan tidak ada tanda-tanda pembangunan di lokasi tersebut.

Luas lokasi yang direncanakan untuk Bandara tersebut 32 hektar. Hingga kini masih ditanami tebu, nanas, belimbing, pepaya dan buah-buahan lainnya. Kemarin siang penulis mengunjungi lokasi tersebut.

Penulis mendapat informasi bahwa pembangunan Lapter (Lapangan Terbang) Ponggok ditunda menyusul adanya keberatan dari pihak Lanud Iswahyudi. Padahal suatu kesempatan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) sudah memberikan lampu hijau atas pemanfaatan lahan milik TNI AU di Ponggok, Blitar, untuk lokasi Bandara. Menurut  Bupati Blitar, H Rijanto, selama ini dari hasil koordinasi Pemkab Blitar dengan TNI AU, tidak pernah ada pernyataan keberatan dari Lanud Iswahyudi.

bupati-blitarmemorandemonlinebyJDc.jpg

Bupati Blitar H. Rijanto. (Foto:memorandumonline)

Berdasarkan Surat KSAU yang diterima Pemkab Blitar, KSAU memperbolehkan lahan milik TNI AU untuk dimanfaatkan sebagai lapangan terbang. Dengan catatan baik pihak Provinsi Jatim dan Pemkab Blitar harus menyerahkan konsep pengelolaan Lapter yang berstandar.

Terkait lahan yang termasuk zona kawasan tempur Lanud Iswahyudi, Pemkab Blitar sudah melakukan koordinasi  dengan sejumlah pihak terkait. Bahkan Pemkab Blitar sudah berancang-ancang memberikan ganti rugi lahan kepada warga yang lahannya terkena dampak proyek lapangan terbang. 

“Kami diberikan 40 patok lahan garapan. Tapi, luasnya belum ditentukan," kata Direktur NGO Solidaritas Masyarakat Desa (Sitas Desa) Farhan Mahfudzi, pada suatu kesempatan kepada penulis.

Sejumlah perwakilan warga Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, yang didampingi NGO memang mengadakan pertemuan dengan Bupati Blitar lengkap dengan institusi di bawahnya serta pihak Lanud Abdurrahman Saleh. Mereka dimediasi oleh Komnas HAM di Malang. Pertemuan sebelumnya juga telah dilakukan di Malang, tapi belum ada jalan keluar.

Rencana lokasi untuk bandar udara itu sekitar 100 hektare. Dari luas lahan itu, sekitar 25 hektare berupa perkampungan padat penduduk.  Di tempat itu, warga tinggal dengan bangunan yang permanen dan bekerja sebagai petani hutan.

Di lahan itu berdiam sekitar 75 kepala keluarga (KK) yang terdampak. Mereka meminta redistribusi lahan seluas 24 hektare dari rencana 100 hektare lahan yang akan dijadikan kawasan lapangan terbang itu. Selain tempat tinggal, mereka juga meminta lahan garapan, karena selama ini mereka hidup sebagai petani.

Farhan mengaku belum mengetahui dengan pasti luas lahan dari 40 patok itu. Namun, lahan seluas itu untuk warga yang terdampak dari proyek pembangunan lapangan terbang tersebut, yaitu 75 KK.

Mariono, koordinator kelompok tani Desa Pojok, Kecamatan Ponggok, mengaku lahan yang disepakati itu berada di Desa Pojok. Saat ini memang belum ada tindak lanjut kesepakatan untuk relokasi, dan masih menunggu proses selanjutnya.

"Untuk sementara kami menunggu kesepakatan untuk relokasi, dan kami akan nego kembali," katanya.

Bupati Blitar Rijanto mengatakan pertemuan itu memang dilakukan untuk mencari jalan keluar terbaik dan sengaja dimediasi oleh Komnas Ham. "Pada intinya tidak ada pihak yang dirugikan. Pertemuan itu untuk mencari kesepahaman," jelas Rijanto.

Pemkab memang berencana untuk membangun lapangan terbang di Kecamatan Ponggok. Lahan itu sebagian milik TNI AU, tanah kas desa, dan lahan milik warga sekitar. Pada 2013 ini rencananya diadakan studi kelayakan dan penyelesaian administrasi. Diharapkan, pada 2016 proyek lapangan terbang itu bisa selesai dan bisa dimanfaatkan.

Untuk pembangunan Bandara, Pemkab Blitar membutuhkan anggaran sekitar Rp 300 miliar. Selain dari APBD Kabupaten Blitar, Pemkab juga akan mengajukan anggaran pembangunan pada Pemprov Jatim dan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan.

“Pemkab Blitar juga sedang komunikasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Surabaya terkait dengan penggunaan lahan terutama dengan TNI AU.  Sampai saat ini belum ada kepastian tentang pola kerjasama untuk tempat itu, apakah menggunakan sistem sewa atau pinjam pakai,’’ Bupati Blitar. 

Pernyataan  Rijanto itu diamini  Gubernur Jawa Timur H Soekarwo (Pakde Karwo). Menurut Pakde Karwo tahun ini Pemprov Jatim merencanakan membangun dua bandara baru. Bandara itu melayani angkutan minyak bumi dan gas (migas) di Bojonegoro dan transportasi komersial di Blitar.

Untuk mendorong pengembangan manajemen aset daerah, Kanwil X DJKN Surabaya menjalin kerjasama dengan beberapa Pemkab di Jatim, salah satunya dengan Pemkab Blitar. Kerjasama tersebut diwujudkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman dalam bentuk MoU antara Kepala Kanwil X DJKN Surabaya, Dr. Lalu Hendry Yujana, S.E. Ak. M.M. dan Pemkab Blitar di  Pendopo Kabupaten Blitar.

Kakanwil menegaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan aset daerah di lingkungan Kabupaten Blitar dan memberikan kepastian hukum terhadap aset-aset yang selama ini dikuasai oleh Pemkab Blitar. Termasuk piutang daerah, lelang barang milik daerah, dan pengembangan SDM di daerah di bidang aset.

Kakanwil X DJKN (Ditjen Kekayaan Negara) Surabaya  juga menyampaikan bahwa penandatanganan MoU dengan Pemkab Blitar merupakan bentuk usaha yang nyata dan serius dari Pemkab Blitar. Membenahi permasalahan aset di Pemkab Blitar guna meraih WTP. 

Kegiatan penandatanganan MoU tersebut dilanjutkan dengan peninjauan langsung ke lokasi Bandara di Desa Pojok, Kecamatan Ponggok. Kakanwil X DJKN didampingi langsung oleh Bupati Blitar, Camat Ponggok, perwakilan Lanud Abdurahman Saleh Detasemen Ponggok, dan beberapa pejabat Pemkab Blitar. Dalam kunjungan langsung tersebut Kakanwil berbincang-bincang dengan aparat pemerintah desa Pojok maupun warga setempat untuk menyerap aspirasi dan tanggapan warga sekitar. 

Kakanwil juga meminta kepada Bupati Blitar agar tetap memperhatikan aspirasi sekitar 61 kepala keluarga yang berada di kawasan yang akan dibebaskan. Ucapan terima kasih juga disampaikan Kakanwil kepada perwakilan warga yang telah mengerti arahan bahwa lahan yang mereka tempati merupakan BMN (bekas milik negara) dan mau bersedia pindah demi kemajuan Blitar melalui pembangunan Bandara.

Kalau bandara di Blitar ini segera terwujud maka Jatim akan memiliki delapan bandara.  Yaitu  Bandar Udara International Juanda di Surabaya, Bandar Udara Internasional Abdul Rachman Saleh di Malang, Bandar Udara Blimbingsari di Banyuwangi, Bandar Udara Notohadinegoro di Jember, Bandar Udara Iswahyudi di Madiun, Bandara Trunojoyo di Sumenep, dan Bandara  Harun Tohir di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.

Sebenarnya tidak hanya Kabupaten Blitar yang mengajukan pembangunan bandara di wilayah karesidenan Kediri.  Kabupaten Trenggalek  dan Kediri juga  mengaku siap jika daerahnya ditempati.

“Kami sudah menyiapkan lahan strategis yang berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung. Bandara yang dicita-citakan ini tidak sebesar Juanda di Sidoarjo, hanya sekelas Bandara Notohadinegoro di Kabupaten Jember dan Bandara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi. Namun keberadaanya akan bermanfaat besar bagi perekonomian masyarakat wilayah selatan," ungkap Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak pada suatu kesempatan.

bupati-trenggalekinfomania2c5Td.jpg

Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak beserta isteri. (Foto: infomania)

Keberadaan bandara, lanjut  bupati yang juga suami dari artis Arumi Bachsin ini , juga sesuai dengan komitmen Presiden Jokowi yang hendak menghidupkan aktivitas maritim, mengembangkan kawasan selatan melalui program Jalur Lingkar Selatan (JLS).

Hal senada juga disampaikan oleh  Pemerintah Kabupaten Kediri. Kabupetan Kediri  juga menyatakan kesediaan sebagai lokasi bandara. Terlebih, Kediri sudah melakukan studi kelayakan perencanaan bandara yang menghabiskan biaya hingga Rp 2 miliar. Lokasi yangditawarkan  bertempat di sebelah timur monumen Simpang Lima Gumul (SLG). 

Rencana tersebut menuai kritikan dari Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK). Ketua KRPK Mohammad Triyanto meminta pemerintah mempertimbangkan kebutuhan dan manfaat bandara tersebut terhadap masyarakat setempat. “Jangan asal membangun kalau tak berdampak pada rakyat kecil,” ujarnya.

ketua-KRPK-istimewac2gy6.jpg

Mohammad Triyanto, Ketua KRPK. (Foto: istimewa)

Mengacu pada Bandara Noto Hadi Negoro, di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, yang kini mangkrak, Mohammad Triyanto meminta pemerintah tak serampangan memboroskan anggaran.

Triyanto juga mencontohkan rencana pembangunan bandara internasional oleh Pemerintah Kabupaten Kediri. Ternyata rencana tersebut, oleh pihak Lanud Iswahjudi Madiun, diingatkan agar tidak dilanjutkan. Sebab kawasan udara Kediri dan sekitarnya merupakan jalur lintasan latihan pesawat tempur.*

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda