COWASJP.COM – Dahlan Iskan dan Ratna Dewi Wonoatmodjo memiliki peran besar atas konflik antara Yayasan Pena Jepe Sejahtera dan Jawa Pos terkait pengelolaan uang Jawa Pos ketika mereka berdua masuk dalam jajaran pimpinan harian Jawa Pos.
"Kasus tersebut tidak akan muncul, jika Dahlan dan Wenny bertindak lurus atas jabatannya," komentar Susiyamik, mantan kasir Jawa Pos.
Mamik, panggilan akrabnya, menilai Dahlan dan Wenny adalah orang yang paling tahu pengelolaan uang milik Jawa Pos. Wenny yang dimaksud Mamik adalah Ratna Dewi Wonoatmodjo, salah seorang direksi Jawa Pos. Mantan Dirut dan kini komisaris utama Jawa Pos. Sedangkan Dahlan adalah mantan CEO Jawa Pos.
BACA JUGA: Jeritan Hati Minar dan Harapannya kepada Bu Eric Samola
Sebagaimana diketahui, Yayasan Pena Jepe Sejahtera kini sedang memperkarakan masalah deviden dan kepemilikan saham karyawan Jawa Pos ke Polda Jawa Timur. Yayasan menduga kuat adanya penyelewengan pengelolaan deviden dan saham karyawan.
"Saya hanya berpikir sederhana saja. Kalau memang tidak ada kesalahan dalam pengelolaannya, tentu masalah tersebut tidak akan berlanjut ke kepolisian," alasan Mamik.
Perempuan berusia 67 tahun ini beranggapan, seharusnya Dahlan dan Wenny paham. "Jawa Pos bisa menjadi perusahaan hebat, kan juga atas kerja keras karyawannya. Jadi, kalau memang ada hak kami yang masih ada di tangan Jawa Pos, maka seharusnya Jawa Pos memberikannya secara sportif," tegas Mamik
Lulusan SMA Ganesha Surabaya pada 1979 ini bukanlah wajah baru di Jawa Pos. "Begitu lulus SMA, saya langsung diterima kerja di Jawa Pos. Waktu itu kantornya masih di Jalan Kaliasin," kenangnya.
BACA JUGA: Goenawan Mohamad Dkk Hadir di Polda Jatim, Ratna Dewi Segera Dipanggil Ulang
Di awal kariernya, Mamik ditugaskan sebagai penata letak (lay outer) koran. Namun, dia kemudian mendapat tanggungjawab sebagai staf bagian pajak. Selanjutnya, karier Mamik beralih sebagai kasir hingga dia pensiun pada 2010.
Mamik menduga pemegang saham Jawa Pos di Jakarta tidak mengetahui kondisi ratusan orang mantan pegawai Jawa Pos. "Kalau saja mereka tahu sikon mantan karyawannya, mungkin mereka akan tersentuh hatinya untuk segera menyelesaikan kasus tersebut," ucapnya. "Mohon maaf, hanya segelintir orang mantan pegawai Jawa Pos yang memiliki kemampuan finansial yang bagus, dan tidak sakit-sakitan pada saat ini," sambung dia.
TIDUR NYENYAK
Karena itulah Mamik menyoroti peranan Dahlan dan Wenny. "Mereka sehari-hari tinggal di Surabaya. Jadi, logikanya merekalah yang tahu persis bagaimana perjalanan uang deviden dan saham karyawan," tutur Mamik.
Karena tinggal di Surabaya pula, sambung Mamik, maka Wenny dan Dahlan seharusnya lebih memahami tuntutan yayasan.
"Seharusnya mereka berdua sadar, kalau memang ada hak kami yang masih dipegang Jawa Pos, ya segera diserahkan saja sebagaimana mestinya. Kalau mereka merasa tuntutan yayasan tidak benar, maka silakan mereka membuktikannya secara transparan di depan hukum," tutur Mamik, serius.
Karena ini sudah menyangkut korporasi, maka Mamik sangat berharap direksi Jawa Pos yang berada di Jakarta untuk lebih membuka diri.
"Saya sangat yakin kita semua ingin tidur pulas, dan tidak membuang waktu serta pikiran, hanya gara-gara masalah itu," alasan Mamik.
Mamik mengakui, Jawa Pos memang sangat berjaya pada masa kepemimpinan Dahlan. "Namun, keberhasilan itu tidak berarti apa-apa, kalau persoalan hukum ini tidak diselesaikan secara baik oleh pemilik saham Jawa Pos," ucap Mamik.(*)